Liputan6.com, Seoul - Sabtu pagi, 23 Mei 2009, mantan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun sedang hiking di gunung di belakang rumahnya di Desa Bongha, Gimhae, Provinsi Gyeosang. Ia tak sendiri, namun disertai seorang pengawal.
Di tengah acara jalan-jalan pagi itu, Roh terjun ke jurang sedalam 30 meter. "Mantan presiden Roh meninggalkan rumah sekitar pukul 05.45 dan terlihat melompat ke dalam jurang sekitar pukul 06.40 saat hiking di Gunung Bongha," demikian disampaikan pengacara sekaligus mantan sekretarisnya Moon Jae-in dalam pernyataan yang dibacakan di stasiun televisi nasional.
Para pengawal mengaku tak bisa menghentikan aksi mantan orang nomor satu di Negeri Ginseng tersebut. Terlalu tiba-tiba dan tanpa peringatan. Apalagi, sesaat sebelum melompat, Roh mengalihkan perhatian bodyguard-nya itu. Dengan meminta rokok padanya.
Meski terjun dari jurang terjal dan berbatu, pria yang kala itu berusia 62 tahun tersebut tak lantas meninggal dunia. Ia ditemukan masih bernyawa meski mengalami cedera berat.
Sekitar pukul 07.00, Roh dilarikan ke rumah sakit terdekat, dengan menggunakan mobil, dalam keadaan tak sadar, patah tulang, serta cedera otak. Ia kemudian dilarikan ke Pusan National University Hospital, Yeongsan.
Meski paramedis telah berupaya keras, nyawanya tak diselamatkan. Roh Moo-hyun, Presiden ke-9 Korea Selatan, dinyatakan meninggal dunia pada pukul 09.30, akibat cedera otak.
Istri Roh, Kwon Yang-sook jatuh pingsan di rumah sakit saat mendengar suaminya meninggal dunia. Berita saat itu menyebut, di hari kematiannya, Roh menolak sarapan. Ia juga kerap menyepi, sendirian selama berjam-jam, pada 3 hari terakhir dalam hidupnya.
Presiden Korsel saat itu, Lee Myung-bak melalui juru bicaranya, Lee Dong-kwan, menyebut, kabar kematian Roh tak dipercaya.
"Sangat menyedihkan dan tragis," demikian Liputan6.com kutip dari situs Korea Times.
Baca Juga
Selanjutnya: Bunuh Diri di Tengah Tuduhan Korupsi...
Advertisement
Bunuh Diri di Tengah Tuduhan Korupsi
Bunuh Diri di Tengah Tuduhan Korupsi
Tak lama kemudian, penyebab kematian Roh Moo-hyun diumumkan: bunuh diri. Kesimpulan tersebut diambil setelah pesan terakhirnya ditemukan di komputer pribadi mendiang.
"Sekian banyak orang menderita atas apa yang telah kuperbuat. Penderitaan yang akan datang bahkan akan lebih besar. Aku tak bisa melakukan apapun karena kesehatanku yang buruk. Aku tak bisa membaca dan menulis. Hidup dan mati adalah keniscayaan, bukankah demikian," tulis dia.
Dalam wasiatnya itu Roh menambahkan. "Tak ada yang perlu disesali. Jangan menyalahkan siapapun. Ini adalah takdir. Tolong kremasi jasadku dan dirikan batu nisan kecil dekat rumahku."
Roh diduga bunuh diri di tengah skandal korupsi besar melibatkan dirinya. Ia menjadi objek penyelidikan kasus suap yang melibatkan anggota keluarga serta pendukung setianya, Park Yeon-cha -- CEO perusahaan pembuat sepatu, Taekwang.
Pria kelahiran 1 September 1946 itu diduga menerima sogokan sebesar setidaknya US$ 6,4 juta dari Park selama masa kepemimpinannya -- hal yang bertolak belakang dengan reputasinya sebagai 'politisi yang bersih'.
Pada 30 April 2009, Roh menjalani pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Agung di Seoul. Menjadikannya mantan presiden ketiga yang berurusan dengan pihak penuntut.
Ini yang ia sampaikan sebelum menjalani pemeriksaan. "Saya merasa malu pada rakyat. Saya telah mengecewakan Anda sekalian"
Dengan kematian Roh, otomatis penyelidikan yang melibatkannya dihentikan.
Selanjutnya: Misteri Tak Terjawab ...
Advertisement
Misteri Tak Terjawab
Misteri Tak Terjawab
Benarkah orang yang dikenal bersih itu memilih mati karena tuduhan menerima suap yang begitu memalukan?
Pertanyaan itu mengemuka ketika para pelayat datang, meletakkan bunga krisan putih di depan meja perkabungan bagi Roh. Sebagian menyalahkan kejaksaan dan media konservatif yang melancarkan tuduhan bertubi-tubi atas dirinya, lainnya menyalahkan pemerintah saat itu yang diduga merekayasa kasus.
Tak sedikit yang berspekulasi bahwa Roh adalah korban dari 'warisan' masa lalu yang otoriter: bahwa nyaris menjadi ritual bahwa presiden yang berkuasa memimpin penyelidikan atas pendahulu mereka. Balas dendam politik.
"Menjadi kebiasaan buruk bagi presiden Korsel, untuk mencoba meraih dukungan dengan cara menghukum pendahulunya," kata Kang Won-taek, dosen politik di Soongsil University, Seoul seperti dikutip dari New York Times. "Apa yang terjadi pada Roh Moo-hyun menunjukkan, ini saatnya untuk memutus kebiasaan buruk itu."
Dua presiden Korsel sebelumnya juga diperkarakan. Presiden Chun Doo-hwan, penguasa dari militer diadili atas tuduhan membubarkan demonstran prodemokrasi yang berakhir dengan kematian 200 orang -- digiring ke penjara dengan pakaian tahanan berwarna oranye. Ia juga dikenai tuduhan pengkhianatan dan korupsi.
Ia divonis hukuman mati, yang kemudian diringankan jadi hukuman seumur hidup.
Sementara, penerusnya, Presiden Roh Tae-woo divonis 22,5 tahun yang kemudian diringankan menjadi 17 tahun di pengadilan banding. Keduanya bebas pada Desember 1997 setelah menerima grasi dari Presiden Kim Young-sam.
Sementara, di belahan Bumi lain, pada tanggal yang sama tahun 1992, hakim anti-mafia terkemuka Italia, Giovanni Falcone menjadi korban pembunuhan bersama istri dan 3 pengawalnya.
Pelaku, mafia dari klan Corleonesi menghabisi mereka dengan bom seberat setengah ton yang ditanam di dekat Capaci, Sisilia.
Kolega sekaligus Falcone, Paolo Borsellino juga dibunuh kurang dari 2 bulan setelahnya. 1992 menjadi tahun kelabu bagi upaya pemberantasan kejahatan terorganisasi di Italia. (Ein/Ado)