Liputan6.com, Jakarta Anda yang tumbuh besar di daerah perkotaan dan terpapar informasi media asing, mungkin hanya mengenal standar kecantikan eurosentris modern, di mana wanita dari segala ras dituntut memiliki kulit terang dan tubuh tinggi ramping dengan payudara besar.
Namun, Anda mungkin juga pernah mendengar tentang praktik kecantikan kuno dan primitif, seperti memanjangkan leher dengan kalung besi ala masyarakat Burma, membebat kaki ala masyarakat Tiongkok kuno, dan menghitamkan gusi seperti masyarakat Afrika Barat. Walau Anda secara perseorangan mungkin tidak mengerti daya tariknya. Namun, mengetahui bahwa tidak ada standar kecantikan yang pasti, adalah hal menarik.
Ada pula praktik kecantikan menajamkan gigi sehingga menyerupai gigi hiu yang dilakukan di pulau Mentawai, oleh suatu suku di Sumatra. Saat seorang perempuan memasuki usia akil balik, ada peraturan dimana mereka harus menajamkan gigi. Pilongi, istri dari kepala desa Mentawai merupakan seornag wanita yang sudah menjalani praktik ini. Saat remaja, saat semua teman-teman sebayanya melakukan praktik penajaman gigi, Pilongi membandel dan menolak. Namun demikian, saat ia menjadi istri kepala desa, iapun melakukannya, seperti yang dilaporkan dari Huffington Post, Jumat (29/5/2015).
Advertisement
“Saya memintanya melakukannya, dan meyakinkan bahwa ia akan jadi lebih cantik,” kata suami Pilongi, walaupun Pilongi sendiri tidak tahu apa yang akan dihadapinya.
“Saya membiarkan saja mereka menajamkan gigi saya,” ucap Pilongi. “Saya tidak peduli tentang sakitnya, dan saya rasa saya cantik dengan (gigi tajam) ini,” ujar Pilongi yang terdengar senang.
Karena keterasingan suku Mentawai dari teknologi, teknik penajaman gigi hingga kini masih dilakukan secara manual dengan pahat dan batu, serta tanpa obat bius. Namun, setelah melalui beberapa masa, praktik menajamkan gigi pada seorang wanita lebih membutuhkan kesepakatan antar pihak, dan fungsinya lebih untuk menyediakan kebutuhan si wanita itu sendiri dibanding sebagai kewajiban. Walaupun begitu, dalam kalangan sejumlah keluarga, masih ada anggota keluarga yang memaksakan praktik ini pada anak perempuan atau istri mereka.
teknik menajamkan gigi dengan pahat.
Penduduk Mentawai percaya bahwa pada manusia punya dua wujud, arwah dan tubuh yang dapat binasa. Seorang manusia selalu ada dalam ancaman akan terkena penyakit dan ditarik ke dunia lain jika jiwa mereka tidak puas dengan penampilan fisik. Karena itu, mempercantik tubuh dengan dekorasi permanen seperti tattoo dan modifikasi gigi dilakukan dalam upaya agar jiwa mereka bahagia dan mereka pun berumur panjang.
Bukan hanya suku Mentawai yang melakukan praktik ini. Di pulau Bali penajaman gigi dilakukan untuk representasi rasa takut, cemburu, dan emosi negatif lainnya. Pada suku Aborigin, dilakukan untuk alasan spiritual. Peninggalan suku Mayan juga membuktikan praktik gigi hiu ini pernah dilakukan. Maka timbullah pertanyaan, apa betul gigi tajam memiliki gaya tarik yang lebih besar secara global dari yang kita pikirkan?
Menariknya, ada juga cult wanita modern penggemar anime yang mengaku mengembangkan fetish (ketertarikan tidak biasa) pada gigi hiu. Penampilan ini ditemukan pada karakter anime Rin Matsuoka dari anime Free!, yang juga karakternya diasosiasikan dengan hiu. Tapi belum jelas apa yang menjadi ilham penciptaan rancangan karakter perenang berambut merah ini. (Ikr/Igw)
Gigi hiu di anime (kartun Jepang).