Sukses

Dalai Lama Desak Aung San Suu Kyi Bersikap Soal Rohingya

"Saya berharap Aung San Suu Kyi sebagai orang yang pernah mendapat Nobel Perdamaian bisa melakukan sesuatu untuk Rohingya," ujar Dalai Lama

Liputan6.com, Tibet Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama angkat bicara soal masalah Rohingya. Dia mendesak agar tokoh oposisi Myanmar yang pernah mendapat Nobel Perdamaian untuk bertindak menangani persoalan tersebut.

"(Masalah Rohingya) merupakan persoalan yang sangat menyedihkan. Saya berharap Aung San Suu Kyi sebagai orang yang pernah mendapat Nobel Perdamaian bisa melakukan sesuatu," ujar Dalai Lama seperti dikutip dari Chanel News Asia, Kamis (28/5/2015).

"Saya sudah bertemu beliau dua kali. Pertama di London lalu di Republik Ceko, Saya menyinggung masalah ini dan beliau memberi tahu saya ada beberapa kesulitan yang dihadapi. Masalah ini tidaklah, mudah sangat rumit," tambah dia.

Meski Suu Kyi masih belum bertindak secara nyata, Dalai Lama menekankan, dia merasa bahwa itu hanya masalah waktu. Ia percaya dalam sesegara mungkin Suu Kyi akan segera bertindak untuk menangani masalah tersebut.

Suu Kyi saat ini jadi sorotan dunia karena aksi bungkamnya atas krisis kemanusian yang menimpa etnis Rohingya. Beberapa pihak menuding tutup mulutnya Suu Kyi disebabkan niatannya untuk menjadi Presiden Myanmar.

Sejumlah pengamat Myanmar bahkan mengeluarkan pernyataan lebih keras lagi. Mereka memperkirakan jika Suu Kyi berkomentar atau bertindak membantu etnis Rohingya, maka perolehan suaranya akan terpengaruh pada pemilu Myanmar, November ini.

Pengungsi Rohingya merupakan salah satu masalah kemanusian yang paling disorot dunia saat ini. Sebab Myanmar tempat penduduk Rohingya tinggal, menolak memberi kewarganegaraan bagi etnis tersebut.

Pada Juni dan Oktober 2012, kerusuhan bernuansa etnis pecah di negara bagian Rakhine, Myanmar. Puluhan ribu warga Rohingya kemudian meninggalkan wilayah mereka. Kekerasan etnis ini menewaskan ratusan orang dan membuat 140 ribu warga minoritas tersebut kehilangan tempat tinggal.

Rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar meski telah tinggal beberapa generasi di negara yang dulunya bernama Burma tersebut. Praktis, mereka sulit mendapatkan pekerjaan, sekolah ataupun jaminan kesehatan. (Ger/Ein)