Liputan6.com, Kathmandu - Pada puncak pertempuran untuk menyatukan Lembah Kathmandu pada 1768, sebuah ramalan disampaikan pada Raja Prithvi Narain Shah, tentang nasib mengerikan kerajaan yang ia dirikan.
Isi nurbuat itu: dinastinya ditakdirkan runtuh setelah generasi ke-11, oleh malapetaka berupa bencana atau pembantaian.
Ramalan tersebut terbukti 233 tahun kemudian. Pada 1 Juni 2001, Putra Mahkota Dipendra Bir Bikram Shah Dev -- generasi ke-12 -- membantai anggota keluarganya sendiri. Dalam kondisi mabuk.
Ia menembak ayahnya, Raja Birendra; sang ibu, Ratu Aishwarya; saudara laki-laki, dan saudara perempuannya. Dipendra juga menjadi korban dalam insiden tersebut.
Pascakejadian, Diprendra mengalami koma. Ia dinobatkan sebagai raja dalam kondisi tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Namun, pemerintahannya hanya bertahan selama 3 hari. Ia meninggal dunia pada 3 Juni 2001.
Pangeran Diprendra tak sempat membeberkan motif di balik aksi brutalnya. Namun, diduga kuat ia nekat karena cintanya tak direstui.
Devyani Rana, itu nama perempuan yang ia cintai. Gadis muda cantik, cerdas, anggun, dan sopan. Ia adalah putri mantan Menteri Luar Negeri Nepal dan berasal dari keluarga bangsawan. Nyaris sempurna menjadi istri seorang putra mahkota.
Sejoli itu pun terang-terangan menunjukkan kemesraan mereka. Dari makan bersama di restoran pizza dekat istana, atau terlihat bersama di London dan Australia.
Baca Juga
Namun takdir berkata lain. Meski Deyani punya kualifikasi lengkap dari bibit, bobot, dan bebet, hubungan Nepal dan India yang sedang tegang membuat darahnya 'digugat'. Ibunya berasal dari Negeri Gangga itu.
Sang Ratu, Aiswarya menekankan pada putra tertuanya, bahwa keluarga kerajaan tak bisa menerima calon ratu yang masih keturunan India, meski darah biru mengalir lewat nadinya.
Apalagi klan orangtua Devyani, dari garis ayah, dianggap saingan keluarga besar dari mana sang ratu berasal.
Desas-desus juga menyebut, sang ratu cemburu pada Devyani yang cerdas dan cantik. Khawatir pengaruhnya yang kuat di keluarga kerajaan luntur oleh calon mantunya itu.
Para peramal juga menyebut, bintang keduanya tak cocok. Mereka memperingatkan, tragedi akan terjadi jika pernikahan Dipendra dan Devyani dilangsungkan.
Ratu pun berusaha menyodorkan gadis lain untuk dinikahi Diprendra.
Jumat malam itu, di tengah makam malam keluarga, perseteruan gara-gara perjodohan memuncak. Pangeran yang mabuk berat diusir keluar oleh raja. Sekitar pukul 22.00, ia kembali menghampiri keluarganya yang sedang berkumpul, dengan membawa 2 senapan semiotomatis, dan menyemburkan peluru.
Advertisement
Saat korban-korban bergelimpangan, ia menghampiri ibu dan ayahnya, ratu dan raja, menodongkan pistol 9 mm ke kepala mereka, dan menarik pemicu. Lalu, ia kembali ke lantai atas dan menembak kepalanya sendiri.
Suara tembakan juga didengar tentara Gurkha yang bertugas sebagai pengawal kerajaan, namun mereka tetap berada di tempatnya.
Meski penasaran berat, para serdadu tetap berpegang pada perintah: jangan ikut campur urusan dalam istana. Tak ada saksi mata yang bisa mengungkap kejadian tersebut secara detail.
"Menunjuk kerabat sendiri sebagai pembantu menjamin kerahasiaan tentang apa yang terjadi secara internal", kata sumber seperti dikutip dari Telegraph. "Itu salah satu alasan mengapa tidak ada penjelasan jelas tentang apa yang sesungguhnya terjadi."
Mangkatnya raja dalam sebuah insiden tragis membuat rakyat berduka sekaligus gelisah. "Bagaimana ini bisa terjadi?," kata seorang pria sepuh. "Dia adalah raja yang melindungi kami dari semua kerusuhan yang terjadi. Apa jadinya negeri ini?,"
Suraj Shamsher Rana, saudara sang ratu, harus merelakan saudarinya itu pergi. Apalagi, pelaku penembakan adalah keponakannya sendiri. "Ia pasti sedang tak sadar," kata Shamsher, seperti dikutip dari Chicago Tribune.
Saat putra mahkota berbaring dalam keadaan koma, Devyani lari ke India. Berusaha melepas bayang-bayang sebagai 'pemicu' pembantaian yang kemudian akan mengakhiri Dinasti Shah di Nepal.
Pada 2004 ia meraih gelar master dari universitas terkemuka, London School of Economics dan bekerja di United Nations Development Programme (UNDP).
Tiga tahun kemudian, Devyani menikah dengan Kunwar Aishwarya Singh. Pesta pernikahan digelar di New Delhi, India.
Setelah pembantaian itu, saudara Birendra, Gyanendra mewarisi takhta sampai pembubaran monarki Nepal pada 2008. Kerajaan Nepal berakhir setelah 240 tahun. Ramalan terbukti.
Selanjutnya: Kecelakaan Air France 447...
Kecelakaan Air France 447
Kecelakaan Air France 447
Di hari yang sama pada tahun 2009, pesawat Air France Penerbangan 447 yang membawa 228 orang celaka di Lautan Atlantik. Di tengah badai. Kala itu, burung besi tersebut mengangkut 228 orang dari rute Rio de Janeiro ke Paris, Prancis.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, para penyelidik menyimpulkan instrumen yang rusak akibat kristal-kristal es yang terbentuk saat pesawat memasuki awan, juga unsur kesalahan pilot sebagai penyebab kecelakaan.
Menurut infomasi kotak hitam, Air France Penerbangan 447 terbang di ketinggian 11,5 kilometer di atas permukaan air laut, ketika pilot diduga tak sengaja memperlambat pesawat -- sebuah tindakan yang membuat kapal terbang itu jatuh. Hanya butuh 3 menit 30 detik hingga ia jatuh ke laut. Tak ada sinyal bahaya yang dipancarkan kala itu.
Robert Goyer, pemimpin redaksi majalah Flying mengatakan, berdasarkan kotak hitam Air France 447 diketahui pesawat celaka setelah memasuki area badai di langit. Sensor yang mendeteksi kecepatan dan ketinggian beku oleh es. Padahal instrumen itu amatlah penting bagi pilot untuk mengendalikan pesawat.
"Akibatnya fatal. Pilot terbang buta di kegelapan malam," kata Goyer seperti Liputan6.com kutip dari Time.
Butuh waktu berhari-hari sebelum puing Air France 447 ditemukan di wilayah terpencil Samudera Atlantik. Dan diperlukan waktu 2 tahun sampai badan Air France berhasil diangkat. (Ein/Ans)
Advertisement