Sukses

Lincahnya Tikus-tikus Pencari Ranjau

Suatu jenis tikus di benua Afrika dilatih untuk mencari ranjau yang ditanam di berbagai bagian benua tersebut.

Liputan6.com, Tanzania Suatu jenis tikus di benua Afrika dilatih untuk mencari ranjau darat yang ditanam di berbagai bagian benua tersebut.

Banyaknya pertikaian yang terjadi di Afrika membuat banyak ranjau ditanam. Tapi tidak semuanya dapat ditemukan kembali. Dalam Perang Dunia II, Jerman dan Inggris terlibat dalam pertempuran sengit di Libya, Tunisia dan Mesir. Pada masa itu, menurut taksiran PBB, ada sekitar 19,7 juta ranjau ditanam di bagian barat sungai Nil oleh pihak-pihak yang bertempur.

Hingga saat ini, ranjau-ranjau yang tertinggal masih mematikan ribuan orang setiap tahunnya. Jumlahnya sekitar 9 warga sipil per hari di tingkat global. Melihat kenyataan tersebut, seorang perancang proyek dari Belanda yang bekerja di Tanzania, Bart Weetjens, menggagas pemakaian tikus untuk menjadi pelacak ranjau-ranjau sisa perang tersebut.

Ia kemudian mendirikan Anti-Persoonsmijnen Ontmijnende Product Ontwikkeling (APOPO), yang menjadi yayasan pelatihan tikus untuk mencari ranjau. Suatu jenis tikus tertentu di Afrika mendapatkan pelatihan karena kepekaan penciuman pada TNT yang adalah bahan peledak dalam ranjau.

Tikus-tikus itu berukuran cukup kecil sehingga tidak memicu ledakan ranjaunya, namun tubuh mereka masih dapat terlihat dari jauh oleh para pelatihnya. Hebatnya lagi, tikus-tikus yang dijuluki HeroRAT ini dapat membersihkan kawasan seluas 200 meter persegi dalam waktu 20 menit. Untuk ukuran yang sama, seorang manusia dengan bantuan pengindra logam memerlukan waktu hingga 5 hari.

Dalam 15 tahun terakhir, HeroRAT itu telah menemukan sekitar 9.000 ranjau di Tanzania dan Mozambique. Di akhir tugas hariannya, tikus-tikus itu diberi hadiah pisang yang enak dan istirahat yang nyaman. Merekapun hanya bertugas dari Senin hingga Jumat.