Liputan6.com, Maryland - Jauh sebelum Edward Snowden lari ke Moskow membawa 17 juta dokumen terkomputerasi berisi 'rahasia' Amerika Serikat, pada musim panas 1960, 2 agen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) pamit kepada bos mereka, minta izin berlibur ke Meksiko selama 3 minggu.
Pada 25 Juni 1960, 2 sahabat, William Hamilton Martin dan Bernon Mitchell naik taksi dari kediaman mereka yang berada dekat markas NSA di Maryland menuju bandara. Sepanjang perjalanan keduanya asyik mengobrol soal permainan catur.
Sampai di bandara, mereka terbang ke New Orleans, lalu ke Mexico City dengan tiket sekali jalan. Alih-alih berlibur, sesampainya di Meksiko, mereka menuju Kuba -- dan dengan menempuh perjalanan panjang naik kapal. Martin dan Mitchell sampai Uni Soviet. Setelah itu, keduanya tak pernah pulang.
Sebulan kemudian, NSA yang curiga mendapatkan surat perintah untuk membuka safe-deposit box (SDB) yang disewa Mitchell dan mendapatkan petunjuk ke dugaan bahwa 2 agennya telah membelot ke pihak 'Tirai Besi'
Pada Agustus 1960, pemerintah AS mengumumkan bahwa 2 matematikawan sekaligus ahli kriptografi yang bekerja untuk NSA itu telah membelot. Namun, dengan mengecilkan arti mereka. Pers pun merasa, itu bukan peristiwa besar.
Hingga akhirnya pada 6 September 1960, Martin dan Mitchell masuk ke markas jurnalis Soviet Journalists Union di Moskow, menggelar konferensi pers di depan sekian banyak reporter dari berbagai negara, termasuk dari AS.
Di bawah sorotan lampu terang, 2 pemecah kode itu menguak -- jauh lebih banyak daripada yang pernah diungkapkan -- tentang aktivitas pengumpulan data intelijen yang dilakukan AS sejak NSA didirikan atas perintah rahasia pada 1952.
Advertisement
"NSA mengumpulkan komunikasi intelijen dari hampir seluruh negara," kata mereka, seperti Liputan6.com kutip dari Washington Post.
Mereka mengaku kecewa dengan aksi NSA, "menyadap dan menguraikan data rahasia dari sekutu sendiri: Prancis, Italia, Uruguay, dan lainnya."
Keduanya juga menuding AS 'kelewatan' dengan merekrut agen dari kalangan personel negara sekutunya sendiri, dengan memberi mereka uang, agar menyuplai informasi.
Martin dan Mitchell juga mengungkap, pesawat mata-mata CIA terbang di atas Uni Soviet, yang juga terkuak dalam insiden penembakan U-2 beberapa bulan sebelumnya.
"Sejak bekerja di NSA pada 1957, kami mengetahui bahwa pemerintah AS ...secara diam-diam memanipulasi uang dan perlengkapan militer sebagai upaya menggulingkan pemerintahan yang dirasa tak bersahabat," kata mereka.
Pengungkapan Martin dan Mitchell bikin berang AS. "Mereka telah mengaku sebagai pengkhianat," kata Presiden Dwight D Eisenhower. "Keduanya seharusnya ditembak," timpal Harry Truman, mantan presiden.
Di Capitol Hill, sesi parlemen fokus membahas siapa gerangan yang merekrut Martin dan Mitchell, yang dianggap melakukan pelanggaran keamanan terburuk dalam sejarah AS.
Setelah pemerintah mengungkap setidaknya salah satu dari keduanya adalah penyuka sesama jenis, perdebatan mengemuka tentang apakah homoseksual merupakan ancaman bagi keamanan nasional. Tak ada simpati yang sama, yang masih ditujukan kepada seorang Edward Snowden.
Seperti saat Snowden mengungkap rahasia program pengumpulan intelijen rahasia Negeri Paman Sam pada 2014, Martin dan Mitchell kala itu membuat NSA mendunia.
"Jujur sebelum pembelotan itu (pada 1960), nyaris tak ada orang yang tahu apa itu NSA. Bahkan orang-orang yang tinggal di sekitar Washington tak tahu soal eksistensinya, dan mereka kerap berkelakar bahwa NSA adalah singkatan dari 'No Such Agency'," kata ahli bidang keamanan nasional, David Barrett, yang juga dosen di Villanova University, seperti dikutip dari VOA.
Bertahun-tahun kemudian, Martin -- yang lancar berbahasa Rusia -- kuliah di Leningrad University, ia mengganti namanya menjadi Vladimir Sokolodsky dan menikah dengan warga Uni Soviet -- perempuan -- yang ia ceraikan pada 1963.
Belakangan, Martin dikabarkan kecewa dengan Uni Soviet yang tak memercayainya memegang jabatan penting. Tak bisa kembali ke AS karena kewarganegaraannya dilucuti, ia kemudian meninggalkan Uni Soviet dan meninggal akibat penyakit kanker di Meksiko pada 17 Januari 1987 di Hospital Del Mar, Tijuana. Jasadnya akhirnya dimakamkan di kampung halamannya.
Sementara, tak banyak yang diketahui dari kehidupan Mitchell. Ia tetap berada di Uni Soviet hingga akhir hayat. Ia meninggal dunia pada 12 November 2001.
Selain pembelotan 2 agen NSA, sejumlah peristiwa penting terjadi pada 25 Juni. Pada 1678, Elena Cornaro Piscopia asal Venesia menjadi perempuan pertama yang mendapat gelar doktor dari University of Padua.
Perempuan cerdas itu menguasai bahasa Ibrani, Spanyol, Prancis, dan Arab mempelajari dan menjadi ahli dalam banyak hal sepanjang hidupnya: matematika, teologi, dan filsafat. Juga musik.
Sementara, pada 1900, petapa Tao Wang Yuanlu menemukan manuskrip Dunhuang di Gua Mogao, Dunhuang, China. Manuskrip kuno yang terdiri dari 20.000 gulungan diperkirakan ditulis antara antara Abad ke-5 dan Abad ke-11 Masehi, menguak kehidupan masa lalu di Tiongkok. (Ein/Rmn)
Baca juga: Wikileaks Ungkap 'Rahasia AS' Soal Penyadapan 3 Presiden Prancis