Liputan6.com, Beijing Isu Laut China Selatan antara Filipina dan China seakan tidak ada habisnya. Tahun 2013, CCTV, televisi resmi Cina, meluncurkan delapan seri film dokumenter berjudul Journey on the South China Sea. Hal itu membuat Filipina membalas dendam dengan meluncurkan serial dokumentasi lainnya berjudul Karapatan sa Dagat atau 'hak maritim' tahun 2015.
"Film dokumeter tiga bagian yang disiarkan saat Hari Kemerdekaan Filipina 12 Juni lalu ini bertujuan untuk memberi gambaran yang jelas tentang konflik Laut China Selatan dan mengumpulkan dukungan rakyat atas apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Filipina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Charles Jose, seperti dikutip dari One America News Network.
Hal ini membuat berang pemerintah China dan menuduh pemerintah Filipina menyebarkan informasi yang salah dan menciptakan ilusi tentang apa itu 'korban', menurut pernyataan juru bicara kementrian luar negeri Cina, Hua Chunying, di website resmi mereka seperti yang dikutip oleh Reuters.
Pembicaraan retorikal antara Filipina dan China tentang Laut China Selatan pun semakin memanas. Pekan lalu, juru bicara menteri pertahanan China menuduh Filipina mencari dukungan negara lain setelah latihan militer bersama Jepang dan Filipina.
Dalam pernyataannyah Hua menambahkan bahwa antara dua negara ini mempunyai hubungan baik yang panjang dan seharusnya masalah ini diselesaikan secara baik-baik.
Selain marah terhadap Filipina, Hua juga mengungkapkan kekesalan China kepada diplomat Amerika, Antony Blinken, yang mengatakan proyek besar-besaran reklamasi Laut China Selatan telah mengancam keamanan dan stabilitas.
"Amerika, berhenti membuat komentar-komentar yang tidak bertanggung jawab yang hanya memanas-manasi kami semua di kawasan."
China memang semangat untuk menguasai potensi energi di Laut China Selatan dengan membuat pulau artifisial di wilayah yang diklaim oleh Filipina dan negara lainnya. Manuver China telah menyalakan alarm baik itu di wilayah regional maupun Amerika.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, Sabtu 27 Juni 2015, mengatakan kalau China mengubah posisi mereka dalam sengketa Laut China Selatan akan membuat malu pendahulu dan generasi muda mereka. (Rie/Yus)