Liputan6.com, Jakarta - Pada 7 Juni 1971, dari Baikonur Cosmodrome, 3 kosmonot Uni Soviet, Georgy Dobrovolsky, Vladislav Volkov, dan Viktor Patsayev menaiki pesawat Soyuz 11 ke luar Bumi, menuju stasiun luar angkasa pertama yang dibangun manusia: Salyut 1.
Mereka tinggal di Salyut selama 24 hari, melakukan banyak hal: eksperimen, observasi, juga tampil dalam siaran langsung yang ditayangkan televisi. Hingga akhirnya pada 30 Juni 1971, mereka dijadwalkan kembali ke Bumi.
Proses pendaratan berjalan normal, sesuai petunjuk, tak jauh dari lokasi peluncuran di Kazakhstan. Namun, saat kapsul yang membawa mereka pulang dibuka, kejutan tak menyenangkan menanti.
"Dari luar, tak terlihat ada kerusakan apapun. Petugas mengetuk sisi kapsul, namun tak ada respons dari dalam," kata Kerim Kerimov, kepala Komisi Negara untuk Pengujian Terbang Soyuz.
Saat pintu kapsul dikuak, para petugas pemulihan terkejut bukan kepalang. "Mereka menemukan 3 kosmonot di kursi masing-masing, sama sekali tak bergerak, dan ada bercak-bercak biru kehitaman di wajahnya," kata Kerimov. "Darah mengalir dari hidung dan telinga."
Evakuasi ketiga kosmonot segera dilakukan. Badan Dobrovolsky masih terasa hangat. Dokter pun memberikan bantuan pernafasan. Namun, terlambat.
Advertisement
Berdasarkan laporan, penyebab kematian ketiganya adalah sesak napas. Penyelidikan mengungkap, katup ventilasi pernafasan mereka pecah, para kosmonot mengalami sesak nafas. Penurunan tekanan secara ekstrem juga makin memperberat kondisi mereka.
Mereka tewas dalam hitungan detik, yang terjadi pada ketinggian 168 kilometer. Di angkasa luar. Saat pesawat masuk kembali ke atmosfer sebelum sampai di Bumi.
Karena kapsul yang membawa ketiganya kembali secara otomatis, satelit itu bisa mendarat tanpa dikemudikan pilot.
Otopsi yang dilakukan di Burdenko Military Hospital menemukan bahwa penyebab kematian para kosmonot adalah adanya pendarahan pada pembuluh darah di otak, juga -- dalam jumlah lebih kecil -- di bawah kulit, di telinga bagian dalam, dan di rongga hidung.
Hal tersebut terjadi akibat paparan kondisi vakum yang menyebabkan oksigen dan nitrogen dalam aliran darah mereka "mendidih" dan pecah. Juga ditemukan konsentrasi berat asam laktat dalam darah, sinyal terjadinya kondisi stres fisiologis yang ekstrem.
Meski para kosmonot bisa tetap sadar selama hampir 1 menit setelah dekompresi dimulai, namun hanya dalam waktu 20 detik, efek kekurangan oksigen membuat organ-organ mereka tak berfungsi.
Itu adalah kematian pertama manusia yang terjadi di luar angkasa -- di ketinggian lebih dari 100 kilometer dari Bumi.
Para kosmonot dimakamkan di dinding Kremlin, berdampingan dengan Yuri Gagarin -- manusia pertama di angkasa luar. Dianggap sebagai pahlawan Uni Soviet.
Insiden Tunguska
Sementara itu, pada 30 Juni 1908, pukul 07.14, sebuah ledakan misterius terjadi di wilayah pedalaman di Krai Krasnoyarsk, Rusia. Kekuatannya mencapai 1.000 bom atom Hiroshima itu.
Saat kejadian, banyak saksi mata yang melihat bola api menuju Bumi dengan kecepatan tinggi. Setelah jatuh, ledakan besar terjadi.
Akibatnya sungguh luar biasa. Sebanyak 80 juta batang pohon seluas 830 mil persegi hangus terbakar. Beruntung tidak ada korban jiwa. Karena lokasi ledakan jauh dari pemukiman.
Dampak ledakan yang disebut mencapai 30 megaton itu juga dikatakan menimbulkan guncangan di permukaan bumi hingga mencapai 5.0 skala Richter (SR). Tidak hanya itu, sesaat kemudian sebuah gelombang ledakan membentang sejauh 40 kilometer, memporakporandakan semua kehidupan. Belakangan diketahui penyebab insiden tersebut adalah meteorit.
Jejak-jejak insiden Tunguska bahkan masih bisa dilihat beberapa dekade kemudian.
Tak hanya itu yang terjadi pada tanggal 30 Juni. Pada tahun 1937, layanan telepon darurat pertama di dunia, 999, diperkenalkan di London, Inggris. (Ein/Ado)