Liputan6.com, Tunis - Pemerintah Tunisia mengeluarkan pernyataan bahwa pria bersenjata yang membantai orang-orang di resort Sousse -- menewaskan 39 orang, mendapat pelatihan di kamp militan di Libya pada akhir tahun lalu.
"Seifeddine Rezgui atau Aby Yahya al-Qayrawani berlatih di Libya, berbarengan dengan 2 warga Tunisia lain yang menyerbu dan menewaskan 21 orang di museum Bardo bulan Maret lalu," kata otoritas setempat seperti dikutip dari VOA News, Rabu (1/7/2015).
Sejauh ini, kelompok militan ISIS mengaku berada di balik kedua serangan itu.
Jumat 18 Juni lalu, Rezgui menembaki orang-orang di pantai dekat hotel Imperial Marhaba di Kota Sousse. Daerah itu populer dan sering dikunjungi wisatawan Eropa dan negara-negara Afrika Utara lainnya.
Banyak korban tewas adalah warga negara Inggris, serta Jerman, Irlandia, Belgia dan Portugal. Puluhan lainnya cedera. Rezgui lalu tewas ditembak pasukan keamanan.
Pihak berwenang Tunisia juga telah menangkap sekelompok orang terkait Rezqui. Menteri Dalam Negeri setempat mengatakan yang memberitahukan hal tersebut pada Senin 29 Juni, tanpa memberikan nomor atau rincian.
"Polisi menangkap 3 orang Tunisia yang diduga terlibat dalam perencanaan serangan dengan Rezgui," kata sumber itu.
Libya, terjebak dalam konflik antara kedua pemerintah saingan, telah menjadi surga bagi militan Islam yang telah memanfaatkan kurangnya keamanan untuk memperluas pengaruh mereka di sana.
Pembantaian di kota resort Sousse pada 26 Juni, terjadi beberapa bulan setelah teror di Museum Nasional Bardo di Ibukota Tunis yang menewaskan 22 orang pada 18 maret 2015.
Advertisement
Ribuan wisatawan pun meninggalkan Tunisia sejak serangan itu, sebuah pukulan di bidang ekonomi untuk negara yang yang sangat bergantung pada sektor pariwisata.
Selain Tunisia, 2 insiden teror juga terjadi di 2 negara lain: Prancis dan Kuwait.
Insiden penembakan di Tunisia nyaris bersamaan dengan peledakan sebuah masjid Syiah di Kuwait dan penyerangan di perusahaan milik AS di Prancis yang juga diperparah dengan insiden pemenggalan.
Total, insiden yang terjadi di 3 benua -- Afrika, Asia, dan Eropa -- setidaknya merenggut 66 nyawa. (Tnt/Ado)