Liputan6.com, Kiev - Kenangan buruk itu tak mau pergi dari benak Ina Tipunova. Setahun lalu, Kamis 17 Juli 2014, ia sedang bercengkerama dengan sejumlah teman di desanya yang lusuh dan tenang, Rozsypne.
Obrolan mereka kemudian dihentikan oleh suara ledakan yang memekakkan telinga. Asalnya dari rudal yang menghantam pesawat Malaysia Airlines MH17. Warga menyaksikan api, asap, dan puing-puing memenuhi cakrawala.
"Seperti confetti (taburan dari potongan kertas) jatuh dari langit," kata dia, seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (9/7/2015).
Jasad-jasad juga berjatuhan dari pesawat. Sungguh pemandangan yang mengerikan. Sejumlah jenazah dari 298 korban MH17 berakhir di ladang, jalanan desa, juga di kebun.
Salah satu jenazah terhempas ke atap rumah Ina, menembus langit-langit yang rapuh. Perempuan paruh baya tersebut menemukan jasad perempuan muda, tak lagi berbusana, tergeletak di lantai dapur. Berdarah dan tak lagi sempurna secara fisik.
"Aku tak tahu mengapa itu terjadi, kenapa ia datang melalui atap rumahku. Mungkin itu takdir," kata dia, sambil berteduh di kanopi pohon anggur di halaman rumahnya.
"Tak ada jasad lain yang jatuh di rumah penduduk, biasanya mereka ditemukan di jalanan atau kebun."
Kini, hampir setahun berlalu. Peringatan setahun tragedi MH17 akan digelar beberapa hari lagi. Sementara itu, konflik di timur Ukraina masih berlangsung, yang merenggut nyawa para serdadu juga orang awam.
Desa tempat Ina tinggal, yang nyaris terlupakan di perbatasan Ukraina dan Rusia, menjadi sorotan dunia. Akibat konflik juga tragedi MH17 yang membuat dunia tercengang. Â
Di dalam dapur rumahnya yang bobrok, langit-langit yang bolong akibat tertembus jasad manusia masih ada, hanya ditutup papan kayu.
Lokasi jasad tersebut jatuh meninggalkan jejak berupa noda klorin berwarna putih. "Saya diberi sejumlah cairan kimia untuk membersihkan lantai setelahnya," kata dia.
Advertisement
Ina masih ingat sosok korban yang jatuh dari atap rumahnya. "Yang kuingat, ia punya tangan yang dimanikur dengan sangat indah. Kukunya dicat warna pink. Aku tak bisa lupa."
Meski hal mengerikan terjadi di rumahnya, janda 2 anak itu mengaku tak trauma. "Aku kehilangan anak pertamaku dalam musibah tambang batubara yang runtuh. Setelah itu, tak ada hal yang bisa membuatku shock. Aku tak lantas mengalami mimpi buruk karenanya."
Namun, beberapa hari belakangan, ia kerap memikirkan gadis korban MH17 itu.
"Aku ingin bertemu dengan keluarganya, melihat foto-fotonya semasa hidup, atau hanya ingin sekedar tahu tentang dia," kata Ina. "Tapi aku tak punya petunjuk apapun soal identitasnya, yang kutahu dia berasal dari Asia."
Mungkin, tambah Ina, keluarga korban juga ingin bicara dengannya atau melihat lokasi di mana putri kesayangan mereka meninggal dunia. "Bagi mereka, hal itu mungkin penting, untuk mengakhiri episode duka cita dan trauma."
Sebuah padang rumput di Dusun Grabov menjadi saksi kehancuran MH17. Puing-puing Boeing 777 itu tersebar di sana, bagian ekor, sayap, dan roda pendaratan. Meski bagian pesawat telah dipindahkan, kenangan menyedihkan tak lantas terhapus. Salah satu rambu terpasang di sana. Menjadi pengingat akan tragedi. "Berhenti dan berdoalah," demikian tulisan yang terpampang di sana.
Selanjutnya: Tak ada Hantu Bergentayangan...
Tak ada Hantu Bergentayangan
Tak ada Hantu Bergentayangan
Meski menjadi lokasi kejadian maut yang merenggut banyak manusia. Tak ada hantu bergentayangan di sana.
"Tak ada hal aneh yang terjadi, tak ada yang merasa dihantui," kata seorang warga, Lena Martinsova. "Hanya ada energi positif di sini."
Meski ada banyak aksi militer dan kecelakaan pesawat, tambah perempuan 51 tahun itu, desa mereka tak rusak. Gereja yang sudah berdiri 200 tahun sama sekali tak terusik. "Kami justru merasa teberkati," kata dia.
Lena mengaku menyaksikan saat MH17 celaka. Saat itu ia sedang merawat sapi-sapinya. "Dari tempat saya berdiri, terlihat jelas pesawat penumpang. Lalu, aku melihatnya meledak. Suaranya mirip balon yang meletus. Letusan yang keras."
Puing-puing berjatuhan. Sapi-sapi Lena yang kaget berlarian ke segala arah. "Aku berlari cepat ke arah pepohonan, tiarap, melindungi tubuhku dari puing-puing yang berjatuhan," cerita Lena.
"Kejadian itu berlangsung selama 40 detik. Lalu aku berlari pulang menghindari jasad-jasad para penumpang dan ribuan serpihan pesawat. Api dan asap di mana-mana. " Â
Jumat depan, pada 17 Juli 2015, orang-orang dari seluruh dunia akan berdatangan, berkumpul di sekitar lokasi kecelakaan. Kenangan atas tragedi MH17 menyatukan mereka. Kebaktian akan digelar di gereja-gereja sekitar, sementara pemerintah Australia, Malaysia, dan Belanda -- asal para korban -- akan menggelar upacara sendiri.
Dewan keamanan Belanda, yang memimpin penyelidikan MH17, sedang mempersiapkan draf laporan tragedi tersebut pada Oktober mendatang. Hingga kini belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas musibah itu.
Pihak Barat menuding pemberontak pro-Rusia sebagai pelakunya. Sebaliknya, Moskow menunjuk hidung pilot Ukraina yang tak sengaja melepas rudal ke arah MH17.
Sementara, Malaysia mendesak tuntutan pidana bagi mereka yang menembak jatuh pesawat yang sedang menempuh perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur. Negeri Jiran meminta Dewan Keamanan PBB membentuk pengadilan internasional. (Ein/Tnt)
Advertisement