Sukses

Krisis Yunani Berdampak Bagi ASEAN

"Dampak krisis Yunani adalah pada saat pasar bergerak. Itu yang akan memengaruhi," kata Direktur Kerjasama Ekonomi ASEAN, Ina Krisnamurthi.

Liputan6.com, Jakarta - Gejolak ekonomi terjadi di Yunani. Ternyata, krisis ini berpotensi berdampak bagi negara-negara anggota ASEAN. Keterangan tersebut disampaikan oleh Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Ina Krisnamurthi. Menurutnya, dampak itu bakal terasa, tetapi tidak berlangsung lama.

"Dampak krisis Yunani adalah pada saat pasar bergerak. Itu yang akan memengaruhi," jelas Ina dalam press briefing mingguan Kemlu, Kamis (9/9/2015).

"Mungkin cuma sebentar tapi pasti ada dampaknya bagaimana pun, karena mereka adalah pasar bagi Asia, kita adalah produsen," sambung Ina.

Meski demikian, kata Ina, hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, bukan cuma hanya berlangsung sementara waktu, tapi, faktor terkait menguatnya ekonomi di Asia dapat menjadi benteng pertahanan yang kokoh menghalau dampak krisis di Negeri Para Dewa tersebut.

"Apakah (dampak krisis Yunani bagi ASEAN) lama? Tidak. Karena stabilitas ekonomi di kawasan Asia Tenggara sudah cukup kuat, karena pertumbuhan ekonomi (di Asia Tenggara naik) 4-5 persen," pungkas dia.

Krisis Yunani di mulai pada akhir 2009. Penyebab utamanya adalah perpaduan kelemahan struktural ekonomi dengan defisit struktural dan rasio utang-PDB yang terlalu tinggi dan sudah lama terjadi.

Yunani terkena dampak yang besar karena industri utamanya, perkapalan dan pariwisata, sangat sensitif terhadap perubahan siklus bisnis. Akibatnya, utang negara ini menumpuk dengan cepat.

Pada 27 April 2010, peringkat utang Yunani turun hingga ke peringkat terbawah oleh Standard & Poor's, karena kemampuan Yunani untuk bayar utang diragukan.

Lalu pada awal 2010, pertumbuhan utang nasional Yunani semakin mengkhawatirkan. Pemerintah memberi sinyal bahwa Yunani memerlukan dana talangan darurat.

Yunani juga menjadi negara maju pertama yang gagal membayar pinjaman 1,6 miliar euro dari IMF pada 30 Juni 2015.  Pada waktu itu, pemerintah negara tersebut memiliki utang senilai 323 miliar euro. (Tnt/Ein)