Liputan6.com, Tillburg - Bart van Polanen Petel mencintai hal: melukis dan bertinju. Dan, ia ingin menggabungkan keduanya. Pria tersebut lalu mengubah sasana miliknya di Tillburg, Belanda, menjadi studio seni.
Kegemarannya pada seni lukis dimulai 5 tahun lalu ketika berjumpa dengan kekasihnya, Nonie Buijze. Kepada Huffington Post ia mengatakan, “Saya ingin mengenal dunianya. Maka, saya pun menjajal seni modern. Kami berdua kerap memperbincangkan hal itu."
Advertisement
Awalnya, Petel buta soal seni. Saat melihat lukisan karya Mondriaan, ia menganggapnya coretan biasa. Siapapun bisa membuatnya. Namun, demi cinta, mantan murid petinju terkenal Joe Frasier tersebut memutuskan untuk mencoba melukis.
“Cinta membuat saya melihat hal abstrak di balik sebuah lukisan. Saya melihat sesuatu yang sebelumnya tidak saya lihat.”
Pria berkepala pelontos itu berharap, orang yang melihat karyanya -- yang dibuat dengan cara unik -- akan melihat sisi lain, di balik olahraga tinju yang keras.
Mengalir begitu saja
Bart van Polanen Petel mengaku tidak punya konsep tertentu untuk melukis. Ini yang ia lakukan: memasang sarung tinju ke tangan, mencelupkannya dalam cat, dan mulai meninju kantong pasir yang dilapisi kanvas.
Aneh memang. Tapi ia mengaku puas dengan karyanya. “Ketika menyelesaikan lukisan yang pertama, aku tidak bisa berhenti tersenyum. Sungguh bahagia.”
Sudah 10 pasang sarung tinju yang ia gunakan sebagai 'kuas'. Cat akrilik yang melapisinya sudah mengering. Seperti halnya pelukis konvensional, Petel sudah paham reaksi cat terhadap jenis pukulan tertentu. Pun campuran warna-warna yang dihasilkan dari pukulannya.
"Ini bukan sekedar menempelkan warna pada kanvas. Yang terpenting, saya bisa melihat dan menikmati prosesnya."
Petel menyebut, alirannya sebagai “abstrak eksperionisme”. "Bagi saya, itu berarti fokus pada proses produksi, bukan berorientasi hasil," jelas dia.
Sejauh ini, hasil karya Petel sudah mendapat pengakuan di dunia seni. Sebuah lukisan karyanya bisa terjual hingga Rp 21 juta. (Alx/Rcy)
Advertisement