Sukses

Pribadi 'Tertutup' Lebih Menyukai Bunga?

Introver dan ekstrover memiliki perbedaan dalam interaksi antar manusia. Bahkan introver lebih peduli dengan bunga dibanding manusia. Benar?

Liputan6.com, California - Kepribadian introver dan ekstrover memiliki perbedaan signifikan terhadap cara berinteraksi dengan manusia. Ketika seorang yang ekstrover umumnya bisa dengan mudah memulai percakapan dan berbasa-basi dengan orang lain, seorang yang introver memilih diam dan menunggu didekati.

Nyatanya, menurut studi terbaru, secara alami wajah manusia memiliki arti yang lebih bagi seorang ekstrover. Ini tidak serta merta berarti orang introver selalu dingin, sengaja menarik diri dan tidak menyukai orang lain. Namun, bagian neural di otak mereka yang menentukan kepribadian mereka juga menjadi faktor seberapa jauh kemampuan mereka dalam interaksi antar manusia sehari-hari.

Hal ini memiliki kaitan dengan stimuli –respon terhadap subjek, objek dan perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Kaum ekstrover lebih sensitif pada stimuli manusia lain dibanding kaum introver.

Rangsangan yang sama dirasa oleh pribadi tertutup saat melihat bunga. 

Studi ini juga bisa jadi mendasari mengapa seorang introver lebih mudah menikmati kesendirian dan kesunyian dibanding seorang ekstrover.

“Ini hanya satu bukti yang mendukung. Bahwa kepribadian bukan hanya konsep ilmu psikologi, namun juga sains,” ungkap ilmuwan studi Inna Fishman dari Ilmu Biologi Institut Salk, dikutip Live Science.

“Ada dasar yang lebih luas dari itu. Kepribadian punya banyak dasar,” sambungnya.

2 dari 3 halaman

Kepribadian ada dalam kepala

Kepribadian ada dalam kepala
Ada 5 aspek kepribadian yang menentukan karakter seorang manusia: ekstroversion (ekstroversi), neuroticism (neurotisme), agreeableness (keramahan), conscientiousness (kehati-hatian), dan openness/intellect (keterbukaan pikiran/wawasan).

Ekstroversion, atau esktroversi, mengacu pada cara seseorang berinteraksi. Secara umum, seorang ekstrover menyukai dikelilingi banyak orang dan secara umum suka situasi sosial seperti pesta. Introver kebalikannya.

Dari sini, digali lebih dalam, mengenai tingkat sensitifitas para ekstrover dan introver mengenai stimuli dalam situasi sosial, seperti wajah manusia, dan stimuli pada hal-hal lain, seperti bunga.

Untuk mengetahuinya, Fishman dan rekan-rekannya merekrut 28 orang partisipan usia 18 sampai 40 dari kepribadian beragam. Dari introver, ambivert (antara ekstrover dan introver), sampai ekstrover. Di kulit kepala para subjek dipasangi elektroda, untuk mengukur aktifitas elektrik di otak mereka menggunakan teknik electroencephalography yang biasa disebut EEG.

Para tim riset mempelajari perubahan dalam aktifitas elektrikal otak yang disebut P300. Aktivitas ini akan timbul saat pemilik diberi tugas atau menhadapi perubahan. Seperti saat Anda berada dalam kesunyian dan tiba-tiba mendengar suara keras. Aktifitas ini bahkan berlangsung dalam kecepatan sebelum orang itu menyadari, dalam waktu 300 milidetik.

Untuk memicu timbulnya P300 ini, Fishman menggunakan metode yang disebut “tugas nyeleneh”, di mana subjek dihadapkan pada deretan gambar yang sama, misalnya mobil biru, namun tiba-tiba ada gambar yang sedikit berbeda muncul, seperti mobil merah.

Dalam eksperimen ini, subjek memandang sederetan wajah pria, yang sesekali disisipkan wajah wanita. Setelahnya, mereka memandangi gambar sederet bunga ungu yang sesekali disisipkan gambar bunga kuning.

3 dari 3 halaman

Wajah atau bunga?

Wajah atau bunga?

Semakin besar respon P300 subjek pada tes wajah manusia, berarti semakin besar kadar ekstroversi mereka. Dalam kata lain, kaum ekstrover lebih mudah mengenali wajah manusia.

Hasilnya, tidak ada kaitan antara nilai ekstroversi dan respon P300 pada bunga. Sedangkan, para introver memiliki respon P300 yang sama pada tes bunga maupun tes wajah.

“Mereka (kaum introver) tidak merespon lebih pada stimuli sosial dibanding stimuli-stimuli lainnya, contohnya bunga,” tutur Fishman.

“Ini mendukung hipotesis bahwa otak kaum introver bisa jadi lebih acuh terhadap manusia. Otak kaum introver memperlakukan interaksi dengan manusia sama dengan interaksi lainnya, seperti pada hewan atau benda mati.”

Hasil ini membuktikan bahwa wajah manusia, atau orang-orang pada umumnya memiliki signifikansi lebih besar pada kaum ekstrover.

Pun begitu, perlu diketahui. Ini tidak berarti seorang ekstrover selalu lebih disukai, baik hati, dan rendah hati. Seorang ekstrover tidak terbukti selalu memiliki empati, keramahan, dan penerimaan perbedaan lebih tinggi dibanding seorang introver. Sebaliknya, seorang introver belum tentu tidak peduli dengan orang lain dan menganggap diri lebih baik dari orang lain. Pada akhirnya, ada banyak sekali faktor yang menentukan nilai diri seseorang dibanding tingkat sensitivitas terhadap wajah manusia. (Ikr/Rie)