Liputan6.com, Jenewa - Dalam beberapa tahun terakhir Suriah terjerembab dalam perang antara pendukung Presiden Bashar al-Assad dan penentangnya. Keadaan diperparah dengan kehadiran kelompok teroris paling berbahaya di dunia saat ini: ISIS.
Akibat kondisi mencekam itu, 250 ribu warga Suriah yang kebanyakan penduduk sipil meregang nyawa. Sementara 23 juta orang lainnya memilih mengungsi.
Apa yang terjadi di Suriah menyebabkan negara Barat yang dikomandani AS mengkambinghitamkan Presiden Assad sebagai biang dari segala masalah.
Advertisement
Di tengah tekanan dari dunia luar, nyatanya sampai sekarang Assad masih menjadi penguasa Suriah secara resmi. Masih berkuasanya Assad juga mendapat dukungan dari beberapa negara besar dunia, termasuk sekutunya yang paling dekatnya Rusia.
Assad juga pernah mengatakan bahwa Rusia tidak akan pernah meninggalkannya. Moskow baru-baru ini mulai mengirim tentara, tank dan pesawat dalam upaya untuk menstabilkan rezim Assad dan melawan ekstremis ISIS.
"Kami menyambut baik jika Rusia ingin berkontribusi secara konstruktif dalam upaya melawan ISIS. Tetapi ini tidak dapat dibenarkan jika apa yang mereka lakukan ditujukan untuk mendukung rezim Al-Assad," ucap Juru Bicara Gedung Putih Eric Schultz seperti dikutip dari Reuters, Kamis 10 September lalu. Kekuatan Barat tersebut juga menuntut Assad meletakan jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Namun, ternyata tiga tahun lalu, sebelum konflik Suriah berkembang luar biasa seperti dewasa ini, Rusia pernah menyarankan bagaimana negara-negara menghentikan konflik ini. Tapi menurut mantan negosiator konflik Suriah, Barat tidak menghiraukan sarannya. Ada apa?
Presiden Bashar al-Assad Harus Mundur
Tahun 2012, Rusia pernah mengusulkan, Presiden Bashar al-Assad harus mundur sebagai bagian dari kesepakatan damai Suriah. Hal ini diungkapkan oleh negosiator senior yang terlibat dalam diskusi tak resmi saat itu.
Mantan presiden Finlandia dan peraih Nobel, Martti Ahtisaari mengatakan kekuatan Barat gagal mengerti proposal Rusia tersebut. Padahal, pada tahun 2012 itu, ribuan orang telah tewas dan jutaan mengungsi, hingga menyebabkan krisis pengungsi terparah di dunia sejak perang dunia kedua.
Februari 2012 Ahtisaari mengadakan pembicaraan dengan utusan dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Dia mengatakan bahwa selama diskusi, duta besar Rusia, Vitaly Churkin, telah merancang 3 rencana bagi Suriah, termasuk proposal untuk Assad agar menyerahkan kekuasaan setelah pembicaraan damai dimulai antara rezim dan oposisi.
Namun dia mengatakan, AS, Inggris dan Prancis begitu yakin bahwa diktator Suriah akan jatuh dengan sendirinya, hingga mereka mengabaikan usulan tersebut.
"Ini adalah kesempatan yang hilang pada tahun 2012," kata Ahtisaari dalam wawancara khusus kepada Guardian, Selasa (15/9/2015) seperti dikutip Liputan6.com.
Pada 22 Februari 2012 Ahtisaari dikirim dalam sebuah misi untuk menemui lima negara anggota dewan keamanan tetap (AS, Rusia, Inggris, Perancis dan China) di markas besar PBB di New York oleh 'The Elders', organisasi yang dibuat oleh para mantan pemimpin dunia yang bergerak di bidang advokasi hak perdamaian dan manusia.
The Elders dikepalai oleh Nelson Mandela, Jimmy Carter, dan mantan Sekjen PBB Kofi Annan.
"Yang paling menarik adalah pertemuan saya dengan Vitaly Churkin karena saya tahu orang ini," kenang Ahtisaari.
"Kami tidak harus setuju pada banyak masalah tapi kita bisa bicara terus terang. Saya menjelaskan apa yang saya lakukan di sana dan dia berkata: 'Martti, duduk dan saya akan memberitahu Anda apa yang harus kita lakukan.' Satu, kita tidak harus memberikan senjata untuk oposisi. Dua, kita harus mendapatkan dialog antara oposisi dan Assad langsung. Tiga, kita harus menemukan cara yang elegan agar Assad mundur.'" cerita Ahtisaari.
Advertisement
Barat Percaya Assad Akan Jatuh dengan Sendirinya
Sayangnya hingga berita ini diturunkan Churkin menolak untuk mengomentari "percakapan pribadi" dengan Ahtisaari. Menurut Churkin, pembicaraannya dengan mantan presiden Finlandia itu sifatnya diskusi.
"Tidak ada pertanyaan dari saya saat itu, namun saya memintanya untuk memastikan lagi," kata Ahtisaari. Ia mencatat bahwa Churkin baru saja kembali dari perjalanan ke Moskow dan Ahtisaari sedikit ragu Churkin menawarkan proposal tersebut atas nama Kremlin.
Namun, Ahtisaari tetap menyampaikan proposal Churkin kepada Amerika, Inggris dan Perancis di misi PBB. Tetapi, ketiga negara itu menanggapi dengan dingin. "Tidak ada yang terjadi karena saya pikir Assad akan dilempar keluar dari kantor dalam beberapa minggu ke depan sehingga tidak perlu melakukan apa-apa. "
Sementara Ahtisaari masih di New York, Kofi Annan membuat utusan khusus bersama tentang Suriah di PBB dan Liga Arab.
"Kofi terpaksa mengambil tugas sebagai wakil khusus. Saya mengatakan terpaksa karena saya pikir ia tidak tertarik (tentang Suriah). Dia melihat sangat cepat bahwa tidak ada yang mendukung siapapun," tutur Ahtisaari
Pada bulan Juni 2012, Annan mengetuai perundingan internasional di Jenewa yang menyetujui rencana perdamaian di mana sebuah pemerintahan transisi akan dibentuk oleh "kesepakatan bersama" dari rezim dan oposisi. Namun, keputusan ini menjadi mentah karena perbedaan pendapat soal apakah Assad harus mundur atau tidak. Annan mengundurkan diri sebagai utusan khusus sebulan kemudian, dan nasib Assad telah menjadi batu sandungan utama bagi semua inisiatif perdamaian sejak saat itu.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Inggris, Philip Hammond, menyarankan bahwa untuk mencapai kesepakatan damai, Assad bisa tetap jadi presiden selama 6 bulan "masa transisi" tetapi saran itu cepat ditolak oleh Damaskus. Assad bersikeras bahwa turunnya ia dari jabatan tidak bisa menjadi bagian dari perjanjian damai.
Seorang diplomat Barat di PBB menolak untuk berbicara tentang klaim Ahtisaari. Namun, ia menyadari bahwa setelah satu tahun konflik Suriah, pasukan Assad telah melakukan pembantaian. Sementara itu kelompok-kelompok oposisi utama menolak untuk menerima usulan hingga membuat Assad tetap berkuasa.
Beberapa hari setelah kunjungan Ahtisaari ke New York, Hillary Clinton, yang saat itu adalah Menlu AS, memberi label bahwa pemimpin Suriah itu adalah penjahat perang.
Siapa yang menyarankan Assad mundur?
Yang menjadi masalah, menurut John Jenkins - mantan direktur departemen Timur Tengah dari Kantor Luar Negeri Inggris, Rusia selalu menolak setiap upaya untuk menempatkan nasib Assad di meja perundingan "dan saya tidak pernah melihat referensi ke kemungkinan untuk melenturkan Rusia atas isu ini."
Jenkins, yang sekarang direktur eksekutif cabang Timur Tengah dari Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan dalam sebuah email: "Saya pikir itu benar bahwa ada kemungkinan Assad tidak akan mampu bertahan. Tapi saya tidak melihat mengapa mereka mengabaikan tawaran oleh Rusia agar Assad mundur.
"Klaim Ahtisaari yang mengatakan Churkin berbicara atas nama otoritas Moskow, adalah kontradiksi dengan yang selama ini kami lakukan untuk menyelesaikan kasus Suriah," tulis emailnya.
"Kalau itu Churkin yang berbicara kepada saya, saya akan menjawab 'saya ingin mendengarnya dari (Presiden Vladimir) Putin sendiri' sebelum saya bisa menganggapnya serius. Dan bahkan kemudian saya harus memastikan itu bukan trik Putin untuk menarik kita ke dalam suatu proses -- yang pada akhirnya negara itu tidak lagi dipimpin Assad, namun dengan hasil yang sama."
Pada saat kunjungan Ahtisaari ke New York, jumlah korban tewas akibat konflik Suriah diperkirakan sekitar 7.500 orang. PBB percaya bahwa jumlah kematian telah melewati 220.000 pada awal tahun ini, dan terus menanjak. Kekacauan telah menyebabkan munculnya ISIS. Lebih dari 11 juta warga Suriah telah dipaksa keluar dari rumah mereka.
"Seharusnya kita bisa mencegah hal ini terjadi, karena ini adalah bencana buatan sendiri. Inilah yang menyebabkan para pengungsi datang ke negara-negara Eropa," kata Ahtisaari. "Saya tidak melihat pilihan lain selain untuk merawat orang-orang ini... Kita membayar utang atas perbuatan yang telah kita lakukan." (Rie/Ein)
Advertisement