Sukses

Kena Asma, Berang-berang Belajar Gunakan Inhaler

Mishka si berang-berang kena asma setelah menghirup asap kebakaran hutan. Kini ia berlatih menggunakan inhaler

Liputan6.com, Seattle - Penyakit asma tidak bisa dianggap sepele. Pengidapnya akan kesulitan bernafas saat penyakit ini kambuh, dan jika tidak segera ditangani, tidak jarang berujung terenggutnya nyawa.

Untuk penanganan, pengidap asma, terutama yang kronis membutuhkan inhaler. Alat ini perlu dibawa kemanapun, dan akan menjadi pertolongan pertama saat penyakit menyerang. Asma ternyata tidak hanya terjadi pada manusia, berang-berangpun diketahui rentan terhadap penyakit sesak nafas ini. 

Mishka, seekor berang-berang dari Akuarium Seattle, didiagnosis mengidap asma oleh Dr. Lessana Lahner. Setelah si berang-berang mengalami kesulitan bernapas, setelah menghirup asap tebal dari kebakaran di area alam liar Seattle. Mishka pun menerima pelatihan menggunakan inhaler.

Mishka si berang-berang bersama pelatihnya, Sara Perry (foto: USA Today)

Video yang diunggah oleh USA Today menunjukkan pelatih Mishka, Sarah Perry menggunakan makanan untuk melatihnya menekankan moncong ke bukaan inhaler. Obat yang digunakan kurang lebih sama untuk obat manusia.

Penyakit asma Mishka merupakan salah satu kabar buruk bagi kesehatan spesies berang-berang lainnya. Menurut Dr Robin Rabinowits, dosen di Universitas Washington, spesies kecil semacam berang-berang bisa mengindikasikan ada yang salah dengan lingkungan.

"Kita makin mengenal konsep One Health, yang berarti koneksi kesehatan manusia dengan kesehatan makhluk lainnya. Kadang-kadang, satu spesies bisa memberitahu ada yang salah dengan lingkungan, yang juga memiliki dampak pada kesehatan manusia."

Kesehatan berang-berang tercatat sejak punahnya mereka di Washington. Pada 40 tahun lalu, berang-berang Alaska dibawa ke Selatan AS dan dikembalikan ke lepas pantai.

"Berkurangnya spesies hewan berarti berkurangnya keragaman genetik satu spesies. Ini melemahkan sistem imun mereka, dan membuat mereka rentan penyakit," sambung Dr. Lahner.

Dalam kasus Mishka, ia mengalami hipersensitifitas terhadap perubahan lingkungan. (Ikr/Rie)