Liputan6.com, Kingston - Sekoci terakhir telah diturunkan. Di dek yang miring, air sudah merendam mata kaki. Namun, 8 musisi tak beranjak. Mereka terus melantunkan irama 'Nearer, My God, To Thee'.
Mereka berharap, himne tersebut akan menenangkan 1.500 manusia -- pria, perempuan, dan anak-anak -- yang panik di dalam Titanic, di antara hidup dan mati, sesaat sebelum kapal terbesar dan termewah di zamannya itu karam di Lautan Atlantik yang nyaris beku, Minggu malam 14Â April 1912.
Suara musik teredam oleh gemuruh bahtera yang pecah dihantam derasnya air. Bunyi meja dan kursi yang menghantam tembok atau terlempar ke luar, menghamburkan pecahan kaca yang menghujani dek. Semua serba kacau.
Setelah not-not terakhir dimainkan, pemimpin orkestra Titanic mengangguk kepada para koleganya, membungkuk hormat, dan berkata, "Rekan-rekan semua, terima kasih. Atas penampilan Anda yang sungguh mengagumkan. Selamat malam, dan semoga beruntung."
Baca Juga
Saksi mata yang berhasil lolos dari maut mengisahkan bagaimana para anggota band musik saling berjabat tangan sebelum akhirnya terpelanting dari Titanic dan tenggelam dalam lautan beku.
Salah satu musisi tersebut adalah John Law Hume alias Jock Hume, yang kala itu baru 21 tahun. Ia tewas meninggalkan kekasih hatinya, Mary Costin, yang rencananya bakal dinikahinya saat pulang kampung.
Sementara itu di Dumfries, hati Mary Costin hancur saat mengetahui calon suaminya tak ada dalam daftar korban selamat Titanic yang tiba di New York. Padahal, ia sedang mengandung anak hasil hubungan mereka.
Advertisement
"Mary Costin adalah nenekku," kata Christopher Ward, penulis buku 'And The Band Played On' seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (18/9/2015).
Kisah hidup sang kakek menarik perhatian Ward. Ia ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Jock Hume, pemusik yang menghibur di atas kapal penumpang sejak berusia 15 tahun.
Asmara Gelap Terbongkar
Awal 2015, Ward mendengar kabar bahwa seorang kolektor memorabilia Titanic mendapatkan beberapa halaman dari beberapa buku besar kuno -- yang mencatat nama-nama mereka yang mendapat manfaat dari dana santunan Titanic, yang ditujukan untuk membantu keluarga korban yang tak mampu.
Ada nama neneknya di sana. Pada 1915 atau 3 tahun setelah tragedi, Mary Costin menerima bantuan untuk putrinya yang lahir tanpa ayah. Di luar pernikahan.
Namun, penulis sejumlah buku Titanic, Senan Molony punya informasi yang lebih menarik. Ada perempuan lain, Ethel McDonald asal Jamaika yang mendapat santunan dalam jumlah yang sama. Dicatat dalam kasus 689 -- bersama dengan sang nenek.
"Aku langsung menyadari arti di balik itu. Di balik kesetiaannya pada perempuan bernama Mary, nenekku, Jock -- yang kutahu pernah mengunjungi Karibia -- memiliki anak lain di Jamaika dari perempuan bernama Ethel. Seorang anak yang berbagi darah yang sama denganku, saudara tiri ibuku yang mungkin telah tumbuh dewasa dan memiliki keturunan," kata Ward.
Ia pun melakukan investigasi. Pertama-tama, Ward menghubungi ahli genealogi di Jamaika, Donald Lindo. Seminggu kemudian, ia mendapat jawaban.
Lindo mengiriminya kopian dokumen akta kelahiran atas nama Keith Neville McDonald -- putra Ethel -- yang lahir pada 2 November 1911.
Di sana disebutkan, pekerjaan Ethel adalah pelayan bar. Sementara kolom nama ayah dikosongkan.
"Ethel mungkin memiliki kulit berwarna," kata Ward, menirukan pernyataan Donald Lindo. "Tak ada perempuan berkulit putih yang bekerja sebagai barmaid di Jamaika pada 1911."
Dua hari setelah menerima email itu, Ward terbang ke Kingston, Jamaika. Sejuta pertanyaan ada di benaknya.
Apakah Jock menyatakan bertanggung jawab atas anaknya yang di Jamaika? Pastilah informasi tersebut disebutkan dalam surat yang ia kirim ke Ethel. Jika tidak, tak mungkin Titanic Relief Fund memberi santunan kepada dia.
Dan, apakah sang nenek mengetahui bahwa calon suaminya punya anak lain selain putrinya?
Ward bertemu dengan Donald Lindo yang ternyata sudah berusia 82 tahun. Mereka menghabiskan waktu berhari-hari menelusuri dokumen kuno dan mengunjungi banyak tempat. Namun, tanpa hasil.
Rumah Ethel hancur dalam kebakaran pada 1969. Organisasi Society of St Vincent de Paul, yang berperan sebagai penghubung santunan, kini berubah menjadi rumah jompo.
Sepuluh hari kemudian, setelah putus asa mencari, Ward mengunjungi bangunan yang dulunya adalah Constant Spring Hotel -- di mana Jock Hume pernah bermain biola di sana. Meski tamu terakhir datang ke sana 70 tahun lalu, gedung berarsitektur kolonial itu masih kokoh. Berubah fungsi jadi sekolah unggulan untuk siswi perempuan.
Ward menelusuri bangunan, membayangkan kakeknya bermain dalam orkestra, di restoran. Sementara, Ethel memandanginya kagum, sambil membawa nampan berisi gelas minuman.
Di akhir kunjungan, lagu tema film 'Pirates Of The Caribbean' menggema dari ruang musik. Ward diundang untuk menonton gladi bersih orkestra yang terdiri dari 90 murid.
Kepada murid-murid di sana, Ward mengaku, ia adalah cucu Jock Hume -- yang kemampuannya bermain biola di masa lalu membawa pria itu ke Jamaika.
Advertisement
Kebenaran yang Terkuak
Sesaat sebelum melangkahkan kaki dari sana, seorang remaja mendekatinya. "Ini kebetulan yang aneh," kata murid perempuan itu kepada Ward. "Nama belakangku juga Hume -- Gabi Hume. Ayahku pernah bercerita tentang keterkaitan keluarga kami dengan Titanic. Dan yang lebih aneh lagi, warna mata Anda sama dengan ayah saya."
Bulu kuduk Ward merinding. Ia pun bertanya, "Siapa nama ayahmu?"
Gadis itu menjawab, "Neville. Ia telah meninggal dunia sejak saya berusia 8 tahun."
"Dan siapa nama kakekmu?" Kevin kembali bertanya.
"Keith. Ya, Keith Neville Hume," jawab Gabi.
Ward kaget mendengarnya. "Donald dan aku saling memandang. Bagaimana kami bisa mengabaikan kemungkinan bahwa Keith McDonald mengubah namanya menjadi Keith Hume, untuk menghormati ayahnya yang telah meninggal?" kata dia.
Lalu ia memutuskan bertemu dengan ibu Gabi.
Tania -- ibu Gabi -- adalah seorang pengusaha sukses. Dia mengaku bertemu dengan suaminya, Neville Hume, pada 1988, 'tahun bencana bagi Jamaika.' "Saat itu badai Gilbert telah menghancurkan negara pulau tersebut," kisah Ward.
Pada kencan pertama mereka, Neville bergurau bahwa bencana bukanlah hal baru dalam keluarganya. "Ia mengatakan, kakeknya pernah menjadi anggota orkestra Titanic," tulis Ward.
Ayah mertua Tania, Keith Neville Hume meninggal pada Oktober 1970. Pada usia 59 tahun, dia tertabrak mobil saat menyeberang jalan di Kingston.
Keith Neville Hume lahir pada 1911 -- sama seperti Keith Neville McDonald. Mereka mungkin orang yang sama.
Tania menceritakan bahwa Neville bermain terompet, seperti ayahnya. Darah musik juga mengalir pada anak cucu mereka.
Petunjuk sudah didapat. Namun, bukti yang didapat dianggap kurang meyakinkan. Ward dan Donald kembali ke Catatan Sipil. Tidak ada catatan kelahiran Keith Neville Hume di sana. Tapi, pada 1935 seorang pria yang menyandang nama tersebut -- yang kala itu berusia 24 tahun -- mendaftarkan sebagai ayah seorang anak bernama Neville.
Semua nama dan tanggal dihitung. Tidak ada keraguan bahwa Keith McDonald dan Keith Hume adalah orang yang sama.
Ward mengira, Keith pasti tahu siapa ayahnya. Dari dana santunan Titanic yang membantunya tumbuh besar dengan layak.
Dengan bukti itu, Ward merasa harus memberitahukan informasi tersebut pada Tania dan 3 anaknya yang beranjak remaja -- Gabriella atau Gabi, Vania, dan William. Mereka terkejut bercampur senang.
"Ibuku sudah meninggal dunia. Aku lega, ia tak pernah mengetahui soal kekasih gelap Jock Hume di Jamaika -- sisi gelap ayah yang tak pernah ia temui," kata Ward.
Sepuluh hari setelah Titanic tenggelam, jasad Jock Hume ditemukan di perairan yang berjarak 40 mil dari lokasi tenggelamnya kapal tersebut.
Jenazahnya dibawa ke Halifax, Nova Scotia, Kanada. Di sana ia dimakamkan. (Ein/Rmn)