Liputan6.com, Peshawar - Rencana eksekusi hukuman gantung terhadap seorang difabel alias penyandang cacat di Pakistan ini ditunda, kabarnya terkait masalah teknis. Demikian disampaikan pengacara terdakwa bernama Abdul Basit itu.
"Pria bernama Abdul Basit itu tidak bisa digantung sesuai dengan panduan ketentuan eksekusi, karena ia adalah seorang pengguna kursi roda," kata seorang petugas pengadilan saat memerintahkan penundaan seperti dikutip dari BBC, Selasa (22/9/2015).
Baca Juga
Abdul Wasit menderita kelumpuhan dari pinggang ke bawah. Ia menggunakan kursi roda setelah menderita sakit saat berada dalam penjara.
Advertisement
Basit dijatuhi hukuman mati enam tahun yang lalu atas pembunuhan terhadap paman dari seorang perempuan yang disebut memiliki hubungan dengannya.
"Peraturan mengandaikan terpidana berjalan menuju tiang gantungan, sesuatu yang tidak mungkin dalam kasus Abdul Basit," ucap juru bicara Justice Project Pakistan (Proyek Keadilan Pakistan), Wassam Waheed.
Dalam ketentuan narapidana Pakistan, terdakwa harus berdiri di tiang gantungan untuk menjalani eksekusi.
Aktivis hak asasi manusia beranggapan, menggantung seorang penyandang cacat merupakan tindakan keji dan merendahkan martabat. Juga risikonya sangat tinggi bahwa penggantungan tidak berlangsung "lancar" terkait kondisinya, sehingga menimbulkan penderitaan dan makin merendahkan martabat.
Pakistan mencabut moratorium hukuman mati dan memberlakukannya lagi pada Desember 2014, dan sejak itu sudah menggantung 239 terpidana.
Saat itu, pemerintah beralasan pemberlakuan kembali hukuman mati diperlukan untuk memerangi terorisme. Langkah tersebut diambil setelah Taliban membantai 150 orang yang menewaskan sebagian besar anak-anak di sebuah sekolah di Peshawar. (Tnt/Mut)