Sukses

Sengkarut Pertemuan Obama-Putin dan Kegigihan Rusia Bantu Suriah

Baik Putin maupun Obama tak juga mengakui siapa yang sesungguhnya ingin bertemu. Agenda pun masih simpang siur, terutama pembahasan Suriah.

Liputan6.com, Washington DC - Gedung Putih pada Kamis 24 September lalu mengumumkan Barack Obama dan Vladimir Putin akan menggelar pertemuan di sela-sela Sidang Umum PBB di New York yang sedianya berlangsung mulai Senin 28 September 2015.

Namun, sesaat setelah diumumkan, ada pernyataan kontradiksi baik dari Washington maupun Moskow. Terutama mengenai tujuan dan agenda pertemuan.

"Isu utama pertemuan adalah Rusia mendukung separatis Ukraina," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (27/9/2015).

Namun menurut Juru Bicara Presiden Putin, Rusia menyatakan topik pembicaraannya soal Suriah. Sedangkan pembahasan mengenai Ukrania tak menjadi agenda utamanya.

Pernyataan Gedung Putih bahwa Rusia begitu berharap ingin bertemu AS, juga disanggah mentah-mentah oleh Moskow.

"Pernyataan Josh Earnes yang mengatakan bahwa Putin sangat tertarik untuk bertemu (Obama) dan berulangkali meminta bertemu adalah tidak benar," kata Yuri Ushakov, salah satu penasihat utama urusan luar negeri, seperti dikutip dari kantor resmi pemerintah Tass, yang dilansir New York Times, Jumat 25 September 2015.

Menurut Ushakov, justru pemerintah Obama-lah yang mengirimkan lamaran pada 19 September 2015 untuk bertemu sambil memberikan alternatif hari, apakah Senin atau Selasa. Moskow memilih opsi pertama karena saat itu Putin akan berada di New York untuk pertemuan Sidang Umum PBB.

"Kami tidak menolak permintaan tersebut...Kami mendukung sebuah dialog yang di level tertinggi negara," tambah Ushakov.

Di Sidang Umum pun tak ada yang tahu pidato Rusia, apakah akan menjelaskan aksi militer atau hal-hal umum lainnya. Ini adalah pertama kalinya Putin hadir di Sidang Umum setelah 1 dekade absen. Ia juga direncanakan hanya beberapa jam saja berada di New York.

Sementara itu, Obama selama dua tahun ini telah menolak duduk secara formal di samping Putin. Sikap Obama ini diduga sebagai bentuk protes intervensi Rusia ke Ukraina dan perselisihan lainnya termasuk Suriah.

Menurut beberapa orang dekat Obama, Presiden AS ini tak ingin menunjukkan 'keinginannya' untuk bertemu Putin.

2 dari 3 halaman

Di Balik Dukungan Rusia ke Suriah

Di hari-hari sebelumnya, Rusia dengan tajam memberi dukungan militer luar biasa di Suriah. Menurut laporan resmi pemerintah AS --yang ditolak oleh pihak Rusia-- Negeri Beruang Merah ini setidaknya telah mengirim 28 pesawat tempur ke pangkalan militer Latakia di pantai Suriah.

Pesawat-pesawat tempur ini, menurut sumber militer AS, adalah pesawat Su-24 dan Su-25. Keduanya adalah spesialisasi serangan darat.

Dengan spesifikasi tersebut, membuktikan bahwa Rusia tidak hanya mendukung serangan udara, tapi juga serangan darat. Sebelumnya, 4 pesawat Rusia telah dikirim ke Suriah dikhususkan untuk serangan udara, seperti dikutip dari The Economist, Rabu 22 September 2015.

Pada dasarnya, kehadiran pesawat di Suriah dengan kemampuan serangan udara sangatlah aneh. Hal ini dikarenakan tidak ada satu pun musuh Damaskus yang menyerang Presiden Bashar al-Assad memiliki kemampuan udara. Satu-satunya serangan udara yang potensial justru datang dari pesawat AS dan koalisinya yang sebelumnya mengadakan serangan udara untuk melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.

Selain tersimpan aman di pangkalan udara, burung-burung besi ini dilindungi dari antilacak sistem pesawat. Selain itu, di pangkalan tersebut, drone menemukan tank, helikopter dengan persenjaaan penuh, pengangkut personel lapis baja dan howitzer juga telah terlihat di pangkalan.

Di waktu yang sama, Moskow juga menambahkan jumlah pasukannya. Hal ini berhasil ditangkap oleh satelit mata-mata milik AS yang menunjukkan barak-barak yang bisa menampung seribu hingga 2 ribu pasukan.

Pemerintah AS telah keberatan dengan tindakan Rusia. Mereka mengatakan masuknya Rusia ke Suriah justru akan mempersulit tindakan AS untuk membasmi ISIS.

Menurut Menteri Luar Negeri AS, tindakan Moskow justru bisa meningkatkan konflik. Bahkan, menyebabkan kerugian yang lebih besar untuk mereka yang tidak bersalah, meningkatkan arus pengungsi dan risiko konfrontasi dengan koalisi anti-ISIS yang beroperasi di Suriah.

3 dari 3 halaman

'Ketakutan' Rusia

Mengapa Rusia melakukan ini sekarang? Ada banyak alasan. Salah satunya selama musim panas lalu, Presiden Assad menunjukkan kekalahan. ISIS, serta kelompok-kelompok oposisi yang kurang ekstrem lainnya, telah berhasil merangsek ke perbatasan desa-desa yang dikuasai pemerintah Damaskus.

Selain itu, ketakutan Rusia akan keruntuhan atau terjadinya kudeta militer akan membahayakan markas angkatan laut di Tartus. Satu-satunya fasilitas militer Rusia yang berada di luar di luar negaranya yang masih dipegang oleh Moskow.

Beberapa laporan mengatakan, Tartus kini telah diperluas untuk bisa menampung kapal-kapal Rusia.

Meski begitu, ada laporan di media sosial tentang keengganan di antara jajaran militer Rusia tentang potensi menghadapi ISIS. Kenangan Rusia akan kekalahan di Afghanistan masih terpatri.

Selain itu, reputasi menakutkan ISIS akan menambah ketidakmauan pasukan untuk terlibat dalam pertempuran lain yang jauh dari negaranya. (Rie/Ans)

 

 

Video Terkini