Liputan6.com, New York - Dua kubu saling berhadapan di panggung debat. Di satu sisi, ada 3 mahasiswa cerdas dari salah satu universitas bergengsi dunia, yang masuk dalam daftar 'Ivy League': Harvard University.
Sementara, lawan mereka bukanlah dari perguruan tinggi selevel seperti Yale atau Princenton. Tiga orang yang duduk di meja seberang adalah narapidana, yang dihukum atas kejahatan kekerasan seperti pembunuhan -- yang menghuni sel berkeamanan maksimum Eastern New York Correctional Facility.
Topiknya: apakah sekolah negeri dibolehkan mengeluarkan murid yang orang tuanya masuk ke AS secara ilegal.
Saling sanggah berlangsung seru. Di akhir debat, pemenang pun ditentukan. Dan hasilnya...tim debat Harvard kalah!
Meski tak dibolehkan mengakses internet dari balik sel, ketiga narapidana -- Carl Snyder, Dyjuan Tatro, dan Carlos Polanco -- mengajukan argumentasi yang tak sama sekali dipertimbangkan tim Harvard.
Baca Juga
Advertisement
Tim napi membuat para juri terkesan dengan usulan mereka bahwa jika sekolah negeri mengeluarkan siswa, organisasi non-pemerintah atau sekolah swasta yang kaya bisa bertindak, menerima murid tersebut dan menyediakan pendidikan yang lebih baik.
"Mereka memanfaatkan kelengahan kami," kata Anais Carell, mahasiswa Harvard University berusia 20 tahun. Ia mengaku terkesan dengan penampilan para napi seperti dikutip dari Telegraph. Tim debat universitas bergengsi itu saat ini memegang titel sebagai juara nasional.
Sementara, tim debat para narapidana adalah bagian dari inisiatif Bard College. Dua tahun sejak memulai klub debat, para penghuni penjara telah mengalahkan tim dari US Military Academy di West Point dan University of Vermont. Tentu saja, kemenangan atas tim Harvard adalah prestasi paling membanggakan.
"Mereka yang belajar di penjara bisa mencapai standar yang sama, tingkat ketelitian, dan prestasi yang sama di kampus pusat Bard College," kata Max Kenner, direktur eksekutif Bard Prison Initiative, program yang dilakukan di 6 penjara di New York. "Mahasiswa-mahasiswa itu sangat serius."
Carlos Polanco, narapidana dari Queens mengaku bersyukur dan bangga. "Kami sangat bersyukur mendapatkan kesempatan itu. Membuat kami percaya diri," kata peserta debat berusia 31 tahun. Kemenangan mereka sangat menginspirasi.
Sekitar 15 persen penghuni penjara Eastern Correctional Facility ikut serta dalam program Bard Initiative. "Jika kami menang, orang pasti bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di sini," kata Alex Hall, terpidana kasus pembunuhan kepada Wall Street Journal sebelum debat.
"Kami mungkin tak punya bakat jadi retoris. Namun, kami akan berusaha sangat keras."
Penampilan tim debat narapidana juga membuat Harvard University terkesan. "Kami justru bangga kalah dari tim fenomenal yang cerdas dan pandai berargumentasi pada akhir pekan ini," tulis pihak universitas di Harvard, rendah hati. (Ein/Rie)*