Sukses

Malapraktik Perbesar Kelamin Pria di Indonesia Mendunia

Kasus parafinoma atau memperbesar kelamin pria dengan suntikan banyak ditemukan, termasuk di Indonesia.

Liputan6.com, Melbourne - Dalam konferensi internasional yang digelar oleh para ahli urologi sedunia atau Societe Internationale d'Urologie (SIU) di Melbourne, Indonesia jadi sorotan. Topik yang jadi perhatian adalah kasus malapraktik memperbesar alat kelamin pria dengan suntikan berbahaya dan penggunaan teknologi yang dianggap terjangkau dalam menangani kasus berkaitan saluran kemih.

Cukup banyak pria di Indonesia yang menginginkan ukuran kelaminnya lebih besar, tapi banyak pula di antara mereka yang melakukannya tanpa pertimbangan medis.

Kasus parafinoma atau memperbesar alat kelamin pria dengan suntikan, termasuk di Indonesia, banyak ditemukan.

"... (ada) sebanyak 209 kasus mengenai parafinoma pasien, di mana pasien menyuntik kelaminnya dengan minyak, bisa minyak rambut hingga minyak kasuari," ujar dokter Boyke Soebahli, ahli urologi dari RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda seperti dikutip dari Australia Plus, Selasa (20/10/2015).

Dokter Boyke Soebhali memaparkan laporannya tersebut dalam acara kongres ahli urologi sedunia, yang diadakan di Melbourne, Australia 16 Oktober.

Pemaparannya tersebut mendapatkan kekaguman dari sejumlah pakar urologi asal negara lain. Tak hanya itu, dr Boyke mendapatkan penghargaan sebagai salah satu pemaparan terbaik dalam kategori rekonstruksi urologi.

"Kasus ini unik menjadi unik di Asia, dan yang terbanyak memang terjadi di wilayah timur Indonesia, juga beberapa laporan ditemukan di negara Asia Tenggara lainnya dan kawasan Timur Tengah," jelas dr Boyke.

Menurut dr Boyke, malapraktik dengan menyuntikkan benda asing ke alat kelamin pria tersebut menimbulkan komplikasi kulit kelamin yang mengeras dan tidak bisa berhubungan seks karena nyeri yang dirasakan.

Ia mengaku, setidaknya ia menangani satu kasus parafinoma setiap minggunya. Meskipun begitu, ia berpendapat jumlah kasus tersebut menurun.

Tak hanya dr Boyke, dr Kuncoro Adi dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung juga mendapat sambutan luar biasa di Symposium on affordable new technologies in urology atau SANTU.

SANTU adalah forum yang mengangkat terobosan-terobosan teknologi terbaru dan terjangkau yang bisa digunakan dalam operasi berkaitan dengan saluran kemih. Simposium ini adalah bagian dari kongres internasional urologi.

Dr Kuncoro memaparkan soal penggunaan tabung untuk mengeluarkan bekuan darah di kantung kencing.

"Penggunaan selang yang biasanya dimasukkan ke dalam lambung, tapi saya pakai untuk penggunaan evakuasi bekuan darah di kantung kencing, dengan tambahan teknologi endoskopi," jelasnya.

Biasanya operasi yang dilakukan cukup besar, tetapi dengan teknologi yang ditemukan dr Kuncoro membuat bekuan darah lebih mudah dikeluarkan, dalam waktu yang lebih cepat. Tidak hanya itu, tingkat risikonya lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan metode lain, seperti Ellik Evakuator.

"Di institusi saya [RSHS Bandung], teknologi ini sudah dipakai untuk menangangi 20 kasus dalam enam bulan," kata dia.

Dua pengakuan terhadap penemuan dan laporan ahli urologi asal Indonesia ini menjadi bukti bahwa dunia kedokteran Indonesia tidak ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Secara umum, sebenarnya dokter Indonesia memiliki kelebihan dalam jumlah kasus karena jumlah penduduk yang termasuk paling banyak di dunia setelah China, India, Amerika Serikat," jelas dr Kuncoro.

"Jadi seandainya seluruh dokter Indonesia mau mengumpulkan jumlah kasus yang dikerjakan dalam bentuk data, setidaknya epidemiology data, saya rasa kita bisa semakin dikenal. Karena ada kekhususan kasus di setiap negara, termasuk Indonesia, yang mungkin tidak dimiliki negara lain," tambah dr Kuncoro.

Kongres internasional di bidang urologi yang dilaksanakan setiap tahunnya. Melbourne menjadi kota diselenggarakannya kongres internasional yang ke 35 tahun.

Ada sekitar 40 ahli urologi dari seluruh penjuru Indonesia yang turut hadir dalam konferensi tersebut.

Tak hanya itu, untuk pertama kalinya Indonesia diberikan kesempatan oleh komite internasional untuk membuat simposium tersendiri, sebagian bagian dari acara konferensi.

"Ini menjadi media bagi ahli urologi Indonesia untuk tampil di dunia internasional... baru kali ini kita mendapat tempat secara organisasi, tidak lagi individu," ujar dr Lukman Hakim, Sp.U, MARS, Ph.D, yang juga Sekretaris Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

"Saya senang sekali karena simposium khusus yang diselenggarakan Indonesia bisa dilaksanakan dengan lancar, ditambah dengan penghargaan yang diterima dua ahli urologi muda asal Indonesia," kata dr Lukman yang juga menjadi Chairman dari SANTU.

Ia berharap apa yang telah dicapai di Melbourne menjadi pendorong bagi ahli urologi lain di Indonesia, untuk terus melakukan terobosan hingga semakin banyak dikenal di dunia internasional. (Tnt/Ein)*