Liputan6.com, Moskow - Kedatangan Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Moskow pada Rabu 21 Oktober lalu menghiasi halaman utama media internasional. Kunjungan Assad yang mengejutkan itu merupakan pertama kalinya, sejak ia meninggalkan Suriah ketika perang sipil melanda negaranya pada 2011.
Kehadirannya dipandang sebagai 'kudeta' bagi pemimpin yang ia perangi, simbol kebangkitan melawan pasukan yang sedang ia hadapi sekaligus dan kepercayaan di hati Moskow, bahwa Assad adalah seorang pemimpin penting.
Kunjungan Presiden Assad memberikan penjelasan kepada publik bahwa ia merasa cukup aman untuk dapat meninggalkan Damaskus, sekaligus menunjukkan bahwa ia memiliki pendukung kuat di Moskow.
Advertisement
Namun untuk masalah keamanan, kantor pemerintah Rusia, Kremlin, tidak membeberkan kedatangan serta kembalinya Assad ke negerinya. Khawatir akan keselamatan orang nomor satu di Suriah.
Hal yang sama dialami oleh pejabat Barat yang ingin menyambangi medan perang Timur Tengah, semenjak invasi yang dipimpin AS di Afganistan sejak 2001. Mereka kerap datang 'tiba-tiba'.
Presiden AS Barack Obama misalnya. Ia kerap melakukan kunjungan mendadak ke Afganistan, seperti yang dilakukan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ke Irak, demikian BBC melaporkan pada Rabu 21 Oktober 2015.
Awal tahun ini Menteri Luar Negeri John Kerry juga dilaporkan muncul di Somalia. Negara yang juga sedang dilanda perang. Kerry datang untuk melancarkan kampanye bersenjata melawan pemberontak Al-Shabab.
Pejabat Somalia sempat percaya bahwa hanyalah pejabat junior AS yang akan menghadiri kampanye itu. Namun, ia kaget, ternyata yang hadir di depannya tak lain tak bukan Menlu AS.
Tapi yang jelas para pemimpin ini -- dan para penasihatnya -- sudah mempertimbangkan, bahwa 'kunjungan kejutan' ini akan membawa dampak baik lebih besar dibanding risikonya. Selain memberi semangat para prajurit di medan perang, orang-orang 'besar' ini bisa mengangkat citranya.
Sorak-sorai dan Tepuk Tangan
Motif seperti itu jelas terlihat ketika pendahulu Obama, George W Bush, yang mengunjungi pasukan di Irak pada November 2003. Delapan bulan setelah Saddam Hussein digulingkan dan di tengah pemberontakan yang semakin liar melawan pasukan AS.
Rekaman menunjukkan saat dia muncul -- secara harfiah tanpa pemberitahuan, disambut dengan sorak-sorai dan tepuk tangan gempar tentara pada upacara Thanksgiving. Ia kemudian digambarkan penuh kemenangan membawa kalkun untuk pasukan di sebuah pesta.
Masalah keamanan diatur sedemikian rupa. Para juru warta hanya dibolehkan meliput dan memublikasikan berita setelah acara berlangsung dan setelah sang presiden hengkang. Bahkan, pejabat Gedung Putih mengatakan, jika ada satu patah pun bocor dan keluar di media atau santer isu di negeri yang akan dikunjungi, maka kunjungan batal. Biarpun sudah tinggal sejengkal lagi, pesawat Air Force One harus putar balik.
Kendati demikian, kedatangan yang tiba-tiba dan persiapan protokoler membuat kebat-kebit para pejabat di lokasi.
Contohnya, pada 20 November 1977, Presiden Mesir Anwar Sadat tiba tanpa pemberitahuan di Israel, di mana ia diterima oleh Perdana Menteri Menachem Begin dan melanjutkan dengan pidato bersejarah di Knesset.
Kunjungannya itu sebenarnya tidak terlalu tak terduga. Presiden Sadat sebelumnya, telah secara terbuka mengisyaratkan kesediaannya untuk memecahkan persoalan Pan-Arabisme terhadap negosiasi dengan Israel dalam upaya untuk mengejar sebuah perdamaian permanen berdasarkan keadilan. Namun, tetap saja membuat pusing para pejabat setempat.
Pan-Arabisme adalah gerakan penyatuan bangsa-bangsa dan negara di dunia Arab.
Tetapi rupanya, karena begitu sensitif, berarti kedatangannya harus dilakukan secara pribadi, dengan 'rahasia', rincian persiapan hanya diterima oleh agen-agen terpilih Israel. Â Demikian detail rencana itu yang akhirnya dirilis pada tahun 2012.
Berkat kunjungan tersebut, dalam waktu dua tahun, Perjanjian Camp David dibuat dan demikian pula perjanjian damai dengan Mesir.
Namun, 'keberhasilan' ini dibayar oleh nyawanya. Pada tahun 1981 ia ditembak mati oleh Jihad Islam dari pasukannya sendiri karena perannya membidani dan menandatangani perdamaian itu. (Baca:Â 6-10-1981:Â Presiden Mesir Anwar Sadat Diberondong Peluru)
Advertisement
Kebohongan yang Diatur
Bagi para pemimpin lainnya, kedatangan secara rahasia adalah bagian dari cara mereka bekerja. Seperti 'Pemimpin Tercinta' Korea Utara Kim Jong-il yang tidak pernah mengkonfirmasi kunjungan ke luar negeri.
Sebagai pemimpin sebuah negara yang represif di mana ia telah mewarisi kepemimpinan dari ayahnya, Kim Jong-il mungkin paranoid tentang keamanan sendiri.
Tapi kunjungannya ke China dengan kereta api pada tahun 2006 menunjukkan bagaimana kerahasiaan dapat berarti bencana pencitraan humas pemerintahannya.
Kim memulai kunjungan delapan hari, disambut dengan karpet merah, bertemu Presiden China Hu Jintao dan bepergian ke dua provinsi di sana.
Pada tahun 2006, media China dikecam pihak internasional karena merahasiakan kunjungan mewah pemimpin Korea Utara Kim Jong-il selama 8 hari ke China.
Berhari-hari, baik pejabat dan media resmi China berulang kali menolak untuk mengkonfirmasi perjalanan bahkan di tengah penampakan dan merajalela spekulasi media di tempat lain. Wartawan yang tergabung dalam Journalists Without Borders mengeluh. "Tidak adanya transparansi adalah sebuah kebohongan negara diatur untuk melindungi diktator terburuk di seluruh planet."
Kendati perjalanan 'diam-diam' Kim Jong-il pada 2006 dianggap ekstrim, tapi ia tidak menunjukkan ketegangan seperti banyak pemimpin dunia melakukan kunjungan rahasia.
Putra dan pewaris Kim Jong-il, Kim Jong-un, sementara itu, tampaknya menghindari kunjungan ke luar negeri -- meninggalkan wakilnya untuk melakukan tugas tersebut. (Rie/Tnt)