Sukses

Upacara 'Pertumpahan Darah' Suku Maya

Melalui anak panah, terungkap ritual suku Maya kuno yang melibatkan darah manusia.

Liputan6.com, Guatemala City - Sebuah anak panah milik Suku Maya berlumur darah manusia ditemukan. Benda itu merujuk sebuah ritual di suku itu. Darah manusia dianggap sebuah 'tenaga hidup' untuk panganan dewa-dewa.

Hal ini dikemukakan oleh seorang ahli Suku Maya, Pruden Rice.

Menurut rice, upacara tersebut berlangsung sekitar 500 tahun lalu di Guatemala, di sebuah kuil di situs Zacpeten. Dalam ritual, tubuh seseorang dibedah--kemungkinan dari lubang telinga, lidah, atau alat kelamin--dengan sebuah anak panah yang terbuat dari obsidian (kaca vulkanik), dan darah mereka pun ditumpahkan.

Kepercayaan Suku Maya menyebutkan, setiap manusia memiliki "tenaga kehidupan" dan ritual penumpahan darah memberi makan para dewa.

"Konsensus umum menyatakan ritual penumpahan darah bertujuan 'memberi makan' para dewa dengan tenaga hidup inti manusia," ungkap Prudence Rice, pensiunan profesor dari Southern Illinois University, Carbondale pada Live Science, 19 Oktober 2015.

"Praktek ini menyajikan jiwa untuk generasi mendatang dan menghubungkan tenagakehidupan mereka ke nenek moyang. Siapapun yang menumpahkan darah kemungkinan melakukan atas kesepakatan dan mereka pun bertahan hidup," menurut Rice.

"Sudah diketahui suku Maya juga berpartisipasi dalam ritual penumpahan darah dalam bagian upacara kelahiran atau menyambut kedewasaan," ungkap Nathan Meissnes, periset di Center for Archaeological Investigations di Southern Illinois University.

Penemuan Berdarah

Upacara tenaga kehidupan merupakan satu dari banyak penemuan dari studi yang diterbitkan baru-baru ini. Disusun oleh Meissner dan Rice dan diterbitkan di Journal of Archaeological Science, untuk studi, mereka meneliti 108 kepala anak panah dari lima situs di daerah pusat Peten, Guatemala. Setiap situs telah digali dalam 20 tahun terakhir dan anak panah terdata berasal dari antara tahun 1400 sampai 1700.

Menggunakan teknik yang disebut counter-immunoelectrophoresis, mereka mampu mendeteksi peninggalan darah kuno di 25 anak panah dan mengidentifikasi dari makhluk apa darah berasal. Dua dari keseluruhan merupakan darah manusia.

Sementara lainnya dari berbagai hewan seperti hewan pengerat, burung, kelinci, dan kucing besar.

Dalam prosedur laboratorium, protein dipisahkan dari anak panah dan tes dilakukan untuk melihat apakah protein akan bereaksi pada serum yang mengantung antibodi dari berbagai hewan. Jika terjadi reaksi, artinya protein dari anak panah kemungkinan besar berasal dari hewan yang antibodinya digunakan dalam tes.

"Teknik ini sering digunakan dalam dekade terakhir. Namun memiliki beberapa kekurangan, seperti biaya yang kurang terjangkau, potensi tercemar, dan tingkat keakuratannya." Ungkap Meissner.

Sering kali, zat protein dari era kuno tidak bertahan, dan reaksinya menyulitkan kaum ilmuwan meneliti spesies persisnya. Contohnya, walau tim riset mampu mengenali bahwa darah di empat anak panah berasal dari hewan pengerat, mereka tidak bisa mengidentifikasi dari hewan pengerat jenis apa.

Korban Perang?

Dalam studi, tim riset menemukan dua dari anak panah diselimuti darah manusia. Anak panah kedua dengan darah manusia ditemukan di dalam rumah tua dekat tembok fortifikasi di Zacpeten. Kerusakan di anak panah menunjukkan itu mengenai kepala manusia.

Periset belum yakin betul akan kisah di balik anak panah. Seorang individu yang terluka (kemungkinan seseorang yang melindungi situs) kemungkinan dibawa ke dalam rumah, dimana anak panah dicabut.

"Ada beberapa kasus para orang Maya mengalami cedera dari panah. Yang bisa berarti mereka menancap di kulit seseorang yang hidup. Kemungkinan lainnya, anak panah menancap pada seseorang dalam pertempuran kecil dan anak panah digunakan kembali. Panah bisa diambil dari perang dan dibawa kembali ke pemukiman. Ini yang menyebabkan ujungnya dicabut," ungkap Meissner.

Proyek ini didanai oleh National Science Foundation dan didukung oleh Instituto de AntropologÃŒa e Historia de Guatemala. Analisis labnoratorium dilakukan di Laboratory of Archaeological Science di Universitas California, Bakersfield. (Ikr/Rie)

Â