Sukses

Respons RI Terkait Konflik AS-Tiongkok di Laut China Selatan

Daerah perairan pulau yang terletak di Laut China Selatan itu, diklaim secara sepihak oleh Tiongkok.

Liputan6.com, Jakarta - Kapal perang Amerika Serikat (AS) USS Lassen dilaporkan berlayar di sekitar Laut China Selatan. Tindakan AS ini membuat pemerintah China naik pitam.

Apa yang terjadi antara China-AS sontak membuat negara-negara lain di sekitar Laut China Selatan bersuara, termasuk Indonesia. Pemerintah berharap setiap negara dapat selalu menjaga perdamaian di Laut China Selatan.

"Seperti yang dikatakan Bapak Presiden, kita terus ingin mengimbau pihak-pihak yang terlibat untuk selalu berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas serta keamanan di kawasan," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri, I Gusti Agung Wesaka Puja di Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Menurut dia, perdamaian di perairan yang disengketakan banyak negara ini penting dipelihara. Sebab kestabilan di Laut China Selatan begitu berpengaruh atas perdamaian kawasan Asia Tenggara dan Timur.

"Karena ini adalah kawasan penting bagi siapapun juga. Kita tidak mengharapkan kawasan ini akan menjadi kawasan konflik dan akhirnya akan mempengaruhi perdamaian dan keamanan di kawasan secara keseluruhan," papar dia.

Pulau Spratly

Sebelumya Presiden Jokowi di Washington, Amerika Serikat juga telah mengemukakan hal serupa. Walau pernyataannya disampaikan di Ibukota Negeri Paman Sam, dia tidak menyebut jika pernyataan tersebut dikeluarkan karena tindakan kapal AS di Laut China Selatan.

"Indonesia bukan merupakan bagian dari perselisihan, tapi kita ada kepentingan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di sana. Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri dari tindakan berpotensi dapat merusak perdamaian dan stabilitas kawasan," tutur Jokowi.

Daerah perairan pulau yang terletak di Laut China Selatan itu, diklaim secara sepihak oleh Tiongkok. Namun pada Selasa 27 Oktober 2015, kapal perang USS Lassen berlayar di sekitar Pulau Spratly.

Dituliskan Reuters, Beijing menyebut tindakan AS itu sebagai sebuah penghinaan. Sebab, dengan berlayar di sekitar pulau Spratly maka AS dinilai sama sekali tidak menghargai China.

"China mendesak AS untuk menganggap posisi China dan segera memperbaiki kesalahan dan tidak mengambil langkah berbahaya dan provokatif yang mengancam kedaulatan dan kepentingan China," ujar keterangan resmi Kemlu China.

Namun, protes China dihiraukan Amerika Serikat. AS bahkan menyatakan akan terus melakukan hal itu untuk menunjukkan wilayah tersebut adalah perairan internasional dan berdasarkan asas kebebasan navigasi.

Wilayah Pulau Spratly sendiri tidak hanya diklaim China. Daerah perairan kaya minyak itu juga diakui Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, dan Taiwan. (Ndy/Rie)