Liputan6.com, Istanbul - Jutaan warga Turki membanjiri bilik-bilik suara untuk mengikuti salah satu pemilu paling penting dalam beberapa tahun terakhir, di tengah perbedaan tajam di negeri itu karena meningkatnya kekerasan oleh Kurdi dan islamis serta meningkatnya keprihatinan atas demokrasi dan ekonomi.
Pemungutan suara ini adalah yang kedua dalam 5 bulan terakhir, yang digelar setelah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)Â pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan menguasai mayoritas parlemen Juni silam untuk pertama kali dalam 13 tahun terakhir, dan gagal membentuk koalisi pemerintah.
"Hal ini jelas dalam pemilu hari ini bagaimana menguntungkan stabilitas bagi bangsa kita dan hari ini warga negara kita akan membuat pilihan mereka berdasarkan ini," kata Presiden Erdogan setelah memberikan suara pada hari Minggu di Istanbul, yang dikutip BBC.
Advertisement
Dia pun telah bersumpah untuk menghormati hasil dari pemilu tersebut.
Pemilu ini menjadi momen penentuan bagi partai Presiden Erdogan, AKP. Jika AKP kalah, maka anggota partai itu akan gagal menguasai 550 kursi parlemen. Kondisi ini pun akan memaksa kembali ke meja perundingan, baik menjadi oposisi utama yang sekuler ataupun nasionalis.
Bagi para pemimpin Eropa - menghadapi krisis migran - Turki adalah negara penting jika jumlah pengungsi yang harus dikurangi.
Pada Juli lalu, gencatan senjata antara tentara Turki dan militan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) kembali memanas setelah bom bunuh diri oleh tersangka militan ISIS di dekat perbatasan dengan Suriah, yang menewaskan lebih dari 30 orang Kurdi Islam.
Turki kemudian mengalami serangan yang paling mematikan dalam sejarah modern ketika lebih dari 100 orang tewas setelah aksi damai yang dihadiri terutama demonstran sayap kiri, termasuk banyak pendukung HDP, menjadi target dua pembom bunuh diri. Pemerintah mengatakan mereka terkait dengan ISIS. (Ali/Ans)