Liputan6.com, Houston - Sejumlah artikel dan video menyebar di dunia maya, yang mengklaim Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengonfirmasi bahwa sebuah peristiwa langit akan memicu badai matahari besar.
Konon, insiden itu akan mengakibatkan seisi Bumi mengalami kegelapan untuk kali pertamanya dalam 1 juta tahun pada 15-29 November 2015. Selama 14 hari. Benarkah?
NASA pun banjir telepon dan email dari orang-orang yang meminta kejelasan dari para ilmuwan.
Inilah jawaban badan antariksa tersebut: "Bertolak belakang dari apa yang telah Anda baca atau dengar, NASA tak pernah mengeluarkan pernyataan terkait kegelapan selama 7 atau 14 hari pada bulan November, yang diakibatkan badai matahari," demikian pernyataan Earth Observatory NASA, seperti dikutip dari Express.co.uk, Selasa (3/11/2015).
Â
Baca Juga
Advertisement
NASA menegaskan, kabar tersebut bohong belaka. "Jadi, mari kita menjalani dan menikmati hari-hari terakhir pada tahun 2015, siang maupun malam."
Rumor hoax itu diyakini salah satunya muncul di situs Newswatch33.com -- yang sekilas mirip situs betulan, namun keasliannya belum terkonfirmasi.
Artikel panjang yang disertai foto konferensi pers NASA menyebut, badan antariksa tersebut mengonfirmasi Bumi akan diselubungi kegelapan antara 15-29 November 2015.
Peristiwa itu disebut sebagai 'November Black Out'. Dalam artikel dikatakan, pemimpin NASA, Charles Bolden menjelaskan fenomena itu dalam dokumen 1.000 halaman. Penyebabnya adalah peristiwa astronomi antara Venus dan Yupiter.
Konon, cahaya dari Venus akan memanaskan planet gas Yupiter, memicu pelepasan hidrogen ke angkasa -- yang akan menghantam Matahari pada 15 November 2015 pukul 02.50.
Lalu, katanya, hal itu akan memicu ledakan besar pada permukaan sang surya, meningkatkan temperatur sang surya hingga 9.000 derajat Kelvin. Badai matahari.
Akhirnya, Matahari akan memancarkan ledakan panas dari intnya. Kemudian redup selama 14 hari sebelum kembali normal.
Peristiwa Nyata 13 Maret 1989
Peristiwa Nyata 13 Maret 1989
Penelusuran Liputan6.com, rumor serupa pernah muncul pada akhir 2014. Kala itu disebutkan, Bumi akan mengalami kegelapan total selama 3-6 hari pada Desember 2014.
Kabar tersebut diduga bermula dari artikel yang dimuat dalam Huzler.com.
"NASA mengonfirmasi bahwa Bumi akan mengalami gelap gulita selama 6 hari, mulai Selasa 16 Desember hingga Senin, 22 Desember. Dunia akan mengalami kegelapan tanpa cahaya akibat badai matahari, yang memicu kumpulan debu dan puing angkasa dan menghalangi 90 persen pancaran sinar surya," demikian kutipan artikel tersebut seperti dikutip dari situs Earthsky.org.
Kabar bohong serupa juga pernah muncul pada 2011. Kali itu, kegelapan disebut disebabkan Komet Elenin. Pada 30 Oktober 2014, NASA akhirnya angkat bicara dan membantah hoax tersebut.
 Lepas dari rumor, bahwa badai matahari bisa memicu kegelapan bukan isapan jempol belaka: dengan cara memutus aliran listrik.
Pada 13 Maret 1989, listrik mati di seluruh Provinsi Quebec, Kanada. Tiga hari sebelumnya, pada 10 Maret 1989, para astronom menyaksikan aktivitas Matahari yang luar biasa. Sang surya mengalami badai besar.
Matahari kala itu melepaskan awan gas yang setara dengan energi ribuan bom nuklir yang meledak secara bersamaan. Dampak badai tersebut sampai ke Bumi. Sambaran suar surya menyebabkan gangguan pada radio gelombang pendek.
Pada Senin malam 12 Maret 2015, awan besar plasma surya -- gas bermuatan listrik -- menghantam medan magnet Bumi, memicu aurora yang bisa disaksikan di Florida dan Kuba. Gangguan magnetik kala itu sangat intens. Besoknya, giliran jaringan listrik di Quebec kehilangan daya.
Selama 12 jam listrik padam. Akibatnya sungguh merepotkan. Jutaan orang mendadak terjebak di gedung-gedung perkantoran gelap, terowongan pejalan kaki bawah tanah, dan di dalam lift yang terhenti.
Pemadaman membuat sekolah-sekolah ditutup, pun dengan pusat-pusat bisnis. Kereta dan bandara pun berhenti beroperasi.
Sementara, pada 2003, para ilmuwan di seluruh dunia tercengang campur khawatir saat 'badai matahari Halloween' menerjang, mengganggu sistem komunikasi, GPS, bahkan operasi pertahanan Amerika Serikat.
Pengaruhnya pun sampai ke luar Bumi. Di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), para astronot diharuskan berlindung dari peningkatan level radiasi yang drastis. (Ein/Tnt)*
Advertisement