Liputan6.com, Kairo - Kegagalan teknis, aksi teror ISIS, atau faktor lain? Penyebab pesawat Rusia Metrojet Flight 9268 jatuh tiba-tiba dari ketinggian 31 ribu kaki dan menewaskan 224 orang di dalamnya, masih jadi misteri.
Insiden jatuhnya kapal terbang di Semenanjung Sinai, Mesir itu masih menyimpan tanda tanya besar. Apalagi, Senin kemarin, pihak maskapai mengenyampingkan faktor kesalahan pilot dan faktor teknis. Sementara, pihak ISIS berkoar mereka bertanggung jawab atas musibah tersebut.
Di sisi lain, pihak Rusia wanti-wanti agar semua pihak tak berspekulasi sebelum hasil investigasi pihak berwenang diumumkan.
Apapun, spekulasi terlanjut tersebar.
Belakangan muncul laporan, satelit inframerah Amerika Serikat mendeteksi kilatan panas di atas Semenanjung Sinai, pada saat pesawat Rusia jatuh.
Namun, data-data masih dianalisa untuk menentukan apa pastinya penyebab kilatan panas tersebut. Salah satu kemungkinan, itu disebabkan bom. Namun, ledakan pada tangki penuh bahan bakar akibat kegagalan teknis juga bisa jadi pemicu kilatan.
Sejumlah pakar penerbangan menyebut kemungkinan bahwa ada bom yang berada di dalam pesawat Airbus A321-200 yang membuatnya jatuh sesaat setelah lepas landas menuju St Petersburg, Sabtu 31 Oktober 2015.
James Clapper, direktur badan intelijen nasional AS mengatakan, meski tak ada bukti langsung keterlibatan teroris dalam musibah tersebut, tak bisa dikesampingkan kemungkinan bahwa burung besi tersebut ditembak jatuh ISIS di Semenanjung Sinai.
"Meski kelihatannya bukan, namun saya tak akan mengenyampingkan kemungkinan itu," kata dia seperti dikutip dari CBS News, Selasa (3/11/2015).
Pun dengan juru bicara Presiden Vladimir Putin, Dmitry Peskov. "Tak ada salah satu versi yang bisa dikesampingkan," kata dia.
Bom dalam Pesawat?
Baca Juga
Analis militer Inggris, Paul Beaver mengatakan, sepengetahuannya, kecelakaan bisa jadi disebabkan bom di dalam pesawat. Sebab, kata dia, ISIS tak punya reputasi mampu menggunakan sistem rudal darat ke udara yang bisa menjatuhkan pesawat komersial pada ketinggian terbangnya.
Di tempat terpisah, pihak Metrojet membantah bahwa kecelakaan yang terjadi 23 menit setelah pesawat mengudara dari Bandara Sharm el-Sheikh adalah akibat kegagalan teknis atau kesalahan awak.
"Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah faktor di luar pesawat," kata wakil direktur maskapai, Alexander Smirnov, tanpa menjelaskan lebih detil apa yang ia maksud.
Saat ditanya soal kemungkinan pesawat ditembak jatuh dalam aksi teroris, ia menjawab, "apapun mungkin."
Advertisement
Viktor Yung, pejabat Metrojet yang lain mengatakan, awak pesawat tak mengirimkan panggilan darurat (distress call) dan tidak menghubungi pengendali lalu lintas udara sebelum celaka.
Robert Galant, pengamat penerbangan Prancis mengatakan, klaim Metrojet terkait 'faktor eksternal' bisa jadi mengarah pada dua hal: bom atau sabotase.
Namun, pejabat lembaga penerbangan Rusia, Alexander Neradko menepis pernyataan pihak maskapai. Menyebutnya prematur.
Neradko menambahkan, kesimpulan tentang kecelakaan baru bisa didapat setelah investigasi rampung -- termasuk menelaah kotak hitam: perekam data penerbangan (flight data recorder), perekam suara kokpit (cockpit voice recorder), dan penelitian terhadap puing pesawat.
Yang jelas, puing pesawat yang berserakan mengindikasikan bahwa kapal terbang itu pecah di ketinggian.
Kepada BBC, Presiden Mesir President Abdul Fattah al-Sisi mengatakan klaim ISIS telah menembak jatuh pesawat pada ketinggian lebih dari 30 ribu kaki adalah 'propaganda'. Ia juga menambahkan, area Semenanjung Sinai berada dalam kendali penuh pemerintah.
Apapun, sejumlah maskapai menghindari terbang di atas Sinai. Kedutaan Besar AS di Kairo juga menginstruksikan stafnya untuk menghindari bepergian di wilayah semenanjung tersebut, sebagai langkah pencegahan, hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Sementara itu di St Petersburg, 9 jenazah korban kecelakaan pesawat telah teridentifikasi. Kabar duka juga telah disampaikan pada keluarga.
Igor Albin, wakil gubernur kota terbesar kedua di Rusia itu -- dari mana mayoritas korban berasal -- mengatakan, proses identifikasi bisa makan waktu hingga berminggu-minggu. (Ein/Rie)