Sukses

Misteri Bomber Paris: dari Pemilik Bar Jadi Militan

Ia dikenal sebagai pemuda biasa yang sering pakai topi baseball, jauh dari kesan ekstremis apalagi bernyali meledakkan diri.

Liputan6.com, Brussel Dua minggu lalu Wali Kota Molenbeek, Belgia, memerintahkan untuk menutup sebuah bar di permukiman. Polisi menemukan beberapa anak muda bertransaksi obat-obatan dan merokok ganja pada musim panas lalu.

Jumat, 13 November 2015, pemilik bar itu meledakkan dirinya di dekat kafe, tapi kali ini di Paris. Ia membawa dirinya dalam sebuah misi mendukung ISIS.

Perjalanan Brahim Abdelsam dari pemilik bar Les Beguines menjadi bomber bunuh diri masih menjadi misteri hingga kini. Bersamaan juga dengan adik lelakinya, Salah, yang kini menjadi orang paling dicari di seantero Eropa.

Dua bersaudara itu telah menjual bisnisnya enam minggu lalu.

Sepertinya ada sesuatu yang tidak bersinergi antara pemilik bar yang muslim, padahal ajaran agamanya melarang alkohol. Terlebih bar yang terletak di sudut jalanan yang sepi itu pernah menjadi lokasi transaksi obat-obatan terlarang. Terletak di kawasan menengah ke bawah di Kota Molenbeek, Belgia, kini si pemilik bar dan keluarganya menjadi fokus perhatian lantaran telah bergabung bersama ISIS.

Investigasi serangan teror mematikan di Paris yang membunuh 129 jiwa telah membuat kehidupan imigran Arab di Eropa terkuak. Kebanyakan dari mereka berhasil berasimilasi dengan budaya Eropa. Bahkan di antaranya menikmati gaya hidup Barat. Namun, yang jadi tanda tanya adalah mengapa mereka bisa menjadi begitu militan hingga berani mengorbankan dirinya menjadi martir bom bunuh diri.

"Ini mengagetkan, apalagi dengan orang yang kalian biasa bergaul," kata Nabil, pemuda keturunan berusia 25 tahun kepada Reuters, Selasa (17/11/2015). Ia berbincang santai menuju apartemennya melewati bar de Buiguines milik Brahim Abdeslam yang telah ditutup oleh pengadilan.

"Mereka itu pemuda biasa, kami sering tertawa bersama," ujar Nabil lagi.

"Aku tidak melihat tanda-tanda radikal di diri mereka. Mereka asyik-asyik aja bergaul dengan kami beberapa minggu lalu. Aku pikir mereka sama sekali tidak ada tanda-tanda indoktrinasi, tak terlihat punya nyali meledakkan diri... sepertinya ada pelaku utama di balik ini semua," ucap Nabil lagi.

Hicham, 25 tahun, berpakaian layaknya pemuda Eropa: jaket olahraga dan sepatu kets, senada dengan Nabil melihat Brahim dan Salah.

"Mereka merokok. Mereka tidak pernah pergi ke masjid atau apa pun. Aku melihat mereka hampir tiap hari di kafe," kata Hicham.

"Brahim suaranya mirip Sylvester Stallone, yang kalau kupikir terdengar tolol," ujarnya heran.

"Kami main kartu, berbicara soal sepak bola. Tidak ada soal jihad ataupun agama," katanya lagi.

Hal yang sama dirasakan oleh keluarga, termasuk saudara laki-laki lainnya, seorang pemuda yang bekerja sebagai PNS di Brussel. Ia sempat ditahan dua hari, tetapi pada Senin, 16 November dibebaskan. Juga oleh mantan teman kerja Salah di sebuah toko perbaikan kereta. Salah mendapat julukan joker dari teman-temannya. Namun pada 2011 Joker dipecat karena sering bolos.

Media Belgia juga melaporkan Salah pernah dipenjara lima tahun lalu bersama seorang dari Molenbeek, Abdelhamid Abaaoud. Investigator Prancis percaya Abaaoud adalah orang yang memerintahkan teror Paris dari Suriah. Ia juga ditengarai sebagai ahli propaganda ISIS di dunia maya dengan nama samaran Abu Omar al-Belgiki.

Polisi Belgia tidak bisa dikonfirmasikan oleh Reuters mengenai catatan kejahatan kedua saudara itu atau apakah mereka berada dalam pengawasan.

2 dari 2 halaman

'Bau Obatan-obatan yang Sangat Keras'

'Bau Obatan-obatan yang Sangat Keras'

Yang pasti, keberadaan bar milik Brahim dan saudaranya telah mengganggu kawasan itu. Oleh karena itu, pada Agustus lalu polisi menggerebeknya.

Bangunan yang didesain mirip bangunan abad ke-19 itu disegel karena penggunaan narkoba. Penyegelan berlangsung 5 bulan dari 5 November setelah polisi menemukan bau narkoba dan sisa pembakaran ganja.

"Polisi telah meminta pemilik untuk datang pada 4 September agar memperbaiki izin serta menandatangani klausul obat-obatan, tapi ia tidak pernah merespons permintaan kami. Oleh karena itu, kami menyegel bangunan itu," kata polisi.

Wali Kota Molenbeek, Francois Schepmans, mendeskripsikan bahwa kotanya adalah cikal bakal kekuatan radikal akibat tingginya angka pengangguran pemuda. Pemerintah Belgia berjanji akan memperbaikinya.

Namun, Abdeslams dua bersaudara itu bukan pengangguran. Brahmim warga Prancis yang lahir di Brussel punya akta perusahaan pada Maret 2013 untuk menjalankan bisnis barnya itu. Adiknya Salah dan dua anggota keluarga lainnya punya saham di bar itu.

Pada 30 September 2015, setelah surat peringatan dikeluarkan, dua anggota keluarga lainnya menjual kafenya kepada individu di Belgia. Tapi sayangnya pemilik baru itu tak bisa dikontak oleh Reuters.

Dalam dokumen akta perusahaan itu, kedua bersaudara bomber Paris tinggal di rumah keluarga bertingkat empat menghadap gedung pemerintahan Molenbeek di daerah cukup elite. Di sanalah Mohammed Abdeslam, yang sempat ditahan polisi, mengatakan kepada reporter, keluarganya tergunjang akibat serangan teror di Paris.

"Kami tidak pernah sedikit pun bermasalah dengan hukum," kata Mohammed di tangga rumahnya. "Orang tuaku sangat terkejut dan tidak bisa menerima apa yang tengah terjadi," katanya. Ia juga tak tahu apakah Brahim pergi ke Paris pada Jumat, 13 November lalu atau di mana Salah berada.

Menurut polisi Prancis, Brahmim meledakkan rompi bomnya di Comptoir Voltaire, sebuah kafe dekat Bataclan di mana penembak membunuh 89 orang. Ledakannya melukai sejumlah orang.

Salah, menurut polisi, pada saat kejadian menyewa mobil Volkswagen yang parkir dekat Bataclan dengan nomor Belgia. Ia sempat diperiksa polisi, tapi tak ditahan. Di perbatasan Belgia, polisi sempat melihat ada dua orang lainnya di mobil itu. Itulah penampakan terakhir Salah, setelah itu ia  berhasil kabur entah  kemana.

"Dua bersaudaraku itu benar-benar terlihat biasa saja. Jauh dari kesan radikal," tutup Mohammed. (Rie/Ein)**