Liputan6.com, Paris - Ketika warga Paris tengah memulihkan diri pasca-teror Paris, sejumlah kisah aksi heroik dari serangan teroris yang merenggut 129 nyawa pada Jumat 31 Oktober malam menguak ke permukaan.
Tak lama setelah peristiwa berdarah itu, Menara Eiffel diselimuti warna merah, putih, dan biru -- lambang bendera Prancis. Sementara Menara Eiffel menjadi lambang dari sebuah harapan dan kebebasan bagi rakyat Prancis. Ini juga mewakili harapan dari sebuah dunia yang lebih baik.
Baca Juga
Baca Juga
Ketika lampu-lampu dinyalakan dengan warna bendera Prancis, dunia tak hanya berduka bagi para korban, tapi juga memuji sejumlah orang biasa yang mendadak menjadi 'superhero'.
Advertisement
Pahlawan-pahlawan baru juga akan bermunculan dalam beberapa minggu ini. Mereka menceritakan kisah-kisah mereka kepada dunia saat merasa siap dan pulih dari trauma tragedi berdarah yang diklaim oleh kelompok ISIS itu.
Dilansir dari Mamamia, Rabu (18/11/2015), inilah sejumlah 'superhero' yang sudah mempublikasikan kisah mereka kepada dunia melalui sosial media:
Zouheir Si Penyelamat di Stadion Prancis
Pelaku serangan terencana oleh ekstremis di Paris pada 31 Oktober lalu sedang dalam penyelidikan. Menurut polisi, korban di Stade de France mencapai ratusan bahkan ribuan, jika seorang petugas muslim di stadion tak melihat salah seorang pelaku peledakan memakai rompi bunuh diri.
Para ahli percaya, rencana awal para teroris adalah meledakkan bom menjelang pertandingan bola yang disaksikan oleh 80.000 orang. Membuat orang kewalahan dan panik dan kemungkinan akan memicu kepanikan penonton untuk keluar stadion yang berujung maut akibat saling terinjak.
Ketika Zouheir melihat seorang penonton mengenakan rompi bom, ia lantas meminta pria tersebut keluar stadion 15 menit menjelang pertandingan.
Pria tersebut berusaha menjauh dari Zouheir, kemudian meledakkan rompi bom berisikan baut.
Zouheir ketika itu bertugas di samping lorong pemain. Selain itu ia juga menjadi petugas geledah di pintu pagar.
Tiga menit kemudian, pelaku bom bunuh diri kembali meledakkan rompinya di luar stadion. Disusul yang ketiga dekat restoran siap saji McDonalds di wilayah tersebut.
Awalnya, Zouheir mengira ledakan itu hanya petasan seperti yang kerap terjadi di pertandingan bola di Eropa. Namun ketika mendengar alat komunikasinya ramai dan melihat Presiden Francois Hollande diamankan, saat itulah ia mengetahui ada sesuatu yang salah telah terjadi.
"Ketika aku melihat Hollande dievakuasi, aku menyadari yang kudengar bukan petasan," ungkapnya.
Advertisement
Ludo Boumbas Si Pengadang Peluru
Pria berusia 40 tahun itu bernama Ludovic Boumbas. Ia mendapatkan pujian mendunia atas aksi kepahlawanannya.
Pria asal Kongo yang besar di Lille, Prancis Utara, itu tengah menikmati jamuan ulang tahun bersama teman-temannya, ketika para penembak melepaskan timah panas ke arah orang-orang yang sedang duduk di luar Kafe La Belle Epique di Rue de Charonne.
Serangan tersebut bermula pukul 21.35, ketika kendaraan berwarna hitam berhenti di luar kafe. Tak lama kemudian, 2 orang mulai menembaki para pengunjung dengan membabi buta dan menewaskan 19 orang.
Seorang teman baik pria yang dikenal sebagai pria ramah dan suka travelling mengungkapkan kepada Daily Mail, "Ludo menjatuhkan dirinya ke arah seorang wanita untuk mengadang peluru. Wanita itu tertembak, tapi ia selamat berkat Ludo (panggilan lain Boumbas)."
 "Dia adalah salah satu kebaikan dalam hidup, dia orang yang baik," tambahnya.
Pura-pura Mati demi Kekasih
Pria asal Inggris bernama Michael O’Connor ini tengah berada di Bataclan bersama sang kekasih ketika penembakan terjadi. Ia melihat para penonton terjepit di pintu keluar, saling timpa, merangkak, berteriak dan berebut keluar.
Oconnor pun bergegas melindungi kekasihnya, Sara Badel Craeye, dari kekacauan tersebut.
"Aku melihat seseorang tergeletak di bagian kepala Sara, sementara orang lain di kakiku, semua saling timpa."
"Aku berpikir jika bergerak kami akan mati".
Ketika ia mendengar para penembak mengisi senjata mereka, ia dan kekasihnya berusaha untuk berlari keluar. Namun hal itu tak dilakukannya, ia memilih kembali berbaring tak bergerak dan pura-pura mati.
"Aku mengira akan mati. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, aku mengira mereka menembak dari balkon atas. Aku pikir mereka akan menembak kami jika bergerak."
"Aku mengatakan kepada kekasihku, aku mencintainya, aku sudah tidak berdaya dalam situasi itu. Aku sudah menantikan kematianku."
Namun ketakutannya berakhir, ia bersama kekasihnya selamat dari maut. Para penembak itu kabur tanpa tahu ada korban selamat. (Rcy/Tnt)*
Advertisement