Liputan6.com, Hong Kong - Majalah online edisi Bahasa Inggris, Dabiq melansir pernyataan kelompok teroris Republik Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang telah membunuh seorang sandera berpaspor China, Fan Jinghui, dan seorang lelaki berkewarganegaraan Norwegia Ole Johan Grimsgaard-Ofstad.
Dalam publikasi tersebut diterangkan, eksekusi dilakukan setelah keduanya diabaikan oleh negaranya.
Fan diketahui tidak memiliki latar belakang militer dan bekerja sebagai seorang guru SMA sebelum berkecimpung di dunia periklanan. Dikutip dari laman CNN, ia disebutkan pernah mengaku dalam sebuah program radio bahwa dirinya seorang gembel yang berharap bisa memenangkan penghargaan atas karya periklanannya.
Saat berita tentang penangkapan Jinghui tersebar pertama kali pada September lalu, para tetangga mengatakan bahwa dia memang meninggalkan rumah sejak beberapa tahun lalu. Mereka juga mengaku tidak mengetahui pasti apakah ia memiliki keluarga.
Dilema Tiongkok
Tragedi yang menimpa warganya mengundang kecaman keras Presiden China Xi Jinping. Atas tragedi itu, pemerintah Negeri Tirai Bambu berjanji akan menyeret pelaku ke pengadilan. Meski begitu, pemerintah setempat belum menjelaskan tindakan yang akan diambil terhadap kejadian tersebut.
Baca Juga
"Terorisme adalah musuh bagi semua umat manusia. Tiongkok secara tegas menolak segala jenis ideologi teroris dan akan melawan secara tegas segala aktivitas teror yang menantang tingkat kemanusiaan kita," ujar Xi di sela-sela agenda APEC di Manila, Kamis (19/11/2015).
Advertisement
Tiongkok menghadapi dilema antara menolak terlibat langsung dalam perang melawan ISIS atau berpartisipasi aktif dalam memberantas aksi kelompok teroris. Hingga kini, Beijing menolak memberikan dukungannya untuk operasi serangan udara kepada kelompok yang bercokol di Suriah itu.
Otoritas setempat juga tidak menjawab dengan jelas terhadap pertanyaan mengenai kontribusi Tiongkok bagi perang melawan ISIS, meski dunia menyerukan peningkatan kerja sama kontraterorisme antarkomunitas internasional.
Sikap tersebut diperkirakan terus berlanjut meski pembunuhan ISIS kepada warganya terjadi.
Profesor Xie Tao dari Lembaga Kajian Luar Negeri Universitas Beijing berpendapat, peluang pesawat tempur Tiongkok mengudara bersama Rusia dan Amerika Serikat di langit Suriah dan Irak mendekati nol.
"Sangat mungkin pemerintah Tiongkok akan tetap memosisikan diri di luar (perang melawan ISIS)," ujar Xie.
Baca Juga
Banyak alasan yang mendasari keputusan itu. Pertama, ia menilai jika Tiongkok menyatakan perang terhadap ISIS secara resmi, hal itu akan menarik perhatian kelompok itu lebih jauh kepada Tiongkok sehingga meningkatkan kemungkinan serangan teroris seperti Paris di negeri itu. Ia merujuk pada kasus sebelumnya di negara lain.
Alasan berikutnya ialah kebijakan non-intervensi yang dianut oleh Tiongkok. Bila benar Tiongkok bergabung dengan koalisi anti-ISIS, hal itu akan menjadi langkah bersejarah dalam kebijakan luar negeri mereka dan potensial meningkatkan daya tawar negara lain untuk meminta Tiongkok membantu mereka dalam konflik di masa depan.
Norwegia Mengutuk
Kecaman juga disampaikan oleh pemerintah Norwegia. Menteri Luar Negeri Norwegia Boerge Brende menyatakan bahwa tidak ada keraguan dari pemerintahnya pada keaslian informasi yang dipublikasikan oleh Dabiq.
"Kami tidak memiliki dasar untuk ragu atas isi foto yang telah dipublikasikan itu," ujar Brende kepada Reuters.
Sebelumnya, Perdana Menteri Norwegia Erna Soldberg menyampaikan bahwa para penculik telah meminta tebusan beberapa kali, tetapi pemerintah menolak membayarnya.
ISIS kerap menyandera sejumlah warga asing untuk memperoleh uang tebusan. Ketika permintaan tidak terpenuhi, mereka lalu mempublikasikan aksi barbarnya sebagai bagian propaganda. (Din/Tnt)