Liputan6.com, Jakarta - Jumat malam 13 November 2015 menjadi 'horor' bagi warga Prancis. Enam serangan teror dilancarkan sekaligus di Paris, yang paling mematikan terjadi di tengah konser di Bataclan, ketika band asal Amerika Serikat, Eagles of Death Metal sedang tampil.
Tiga bom bunuh diri juga diledakkan di Stadion Stade de France, yang sedang menggelar laga pertandingan persahabatan antara Timnas tuan rumah melawan juara dunia Jerman.
Itu adalah kekerasan paling mematikan yang pernah melanda Paris, sejak Perang Dunia II. Setidaknya 129 orang meninggal dunia. Eropa, juga dunia ikut terhenyak dan was-was.
Advertisement
Namun, Prancis tak mau larut dalam duka. Pemerintah dan rakyatnya tak mengizinkan teroris menang. Mereka kini bangkit.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuze mengaku terkesan dengan dukungan dan simpati dari Indonesia, yang diberikan pada negaranya pada masa-masa sulit.Â
Dubes Breuze juga menyebut, teroris merupakan ancaman bersama. Tak tidak cuma bagi negaranya tetapi juga dunia.
"Prancis saat ini menghadapi waktu yang begitu sulit, teroris adalah ancaman bagi dunia," ucap Breuze kepada Liputan6.com di kantor Kedutaan Besar Prancis di Jakarta. "Tidak hanya bagi Prancis, kita harus berjuang bersama-sama melawan ancaman tersebut," tutur dia.
Pada kesempatan tersebut, atas nama Pemerintah Prancis, Breuze menyampaikan terima kasih sebesar-besar pada Pemerintah Indonesia dan Presiden Joko Widodo. Menurut dia, Indonesia selalu berada di samping Prancis yang sedang mengalami cobaan.
"Melalui kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih pada Pemerintah Indonesia khususnya Presiden Joko Widodo serta warga Indonesia atas pesan duka yang begitu hangat," terangnya.
Serangan Paris termasuk yang paling mematikan di Barat sejak serangan teroris di AS pada 2001. Dan hanya berselang 10 bulan setelah terjadinya teror terhadap kantor redaksi majalah satir Charlie Hebdo, juga di ibukota Prancis itu.
Kelompok radikal ISIS mengaku bertanggung jawab atas aksi teror Paris. kelompok teroris itu menyatakan telah mengirim 'pejuangnya', yang diikat dengan sabuk bom bunuh diri dan membawa senapan mesin ke berbagai lokasi di jantung ibukota Prancis. (Ger/Ein)