Sukses

Noor Sabah Nael Traavik: 'Trauma' Masa Lalu Menggugah Saya

Noor Sabah Nael Traavik mengubah pengalaman buruk di masa lalu menjadi energi untuk menolong sesama. Bagaimana kisahnya?

Liputan6.com, Jakarta - Setiap kali melihat foto bocah Palestina yang sedang menangis di media, hati Noor Sabah Nael Travik jadi terenyuh. Seandainya bisa, ia ingin mengeluarkan anak tersebut dari gambar dan memeluknya.

"Di sisi lain, foto-foto itu menggugah saya, bahwa saya harus melakukan sesuatu untuk mereka," kata Noor Sabah Nael Travik dalam program 'Inspiring People' Liputan6.com.

Ia pun menggagas konser amal 'Voice of Children' pada 2014, yang hasilnya ditujukan untuk anak-anak yang terjebak dan tak berdaya dalam pusaran konflik. Penggalangan dana tersebut diselenggarakan di Indonesia, tempat di mana sang suami, Stig Traavik bertugas sebagai Duta Besar Norwegia untuk RI.

Penderitaan anak-anak di zona perang, termasuk mereka yang harus mengungsi ke tanah orang demi menyelamatkan nyawa, mengingatkan Noor Sabah pada masa lalunya.

Kala itu ia baru berusia 6 tahun. Hari masih gelap, pada pagi buta, Noor Sabah dibangunkan dari tidur lelap, untuk menempuh perjalanan panjang dan berisiko, lari dari Afganistan, tanah airnya yang bergolak.

"Bahkan hingga saat ini saya tak suka bepergian pada dini hari. Karena itu selalu mengingatkan saya pada hari di mana kami harus mengarungi perjalanan yang sungguh berat," kata insinyur di bidang bioteknologi itu.

Dari kampung halamannya, Noor Sabah dan keluarganya pergi ke Kandahar. Dengan berjalan kaki mereka naik turun bukit, di tengah terik matahari, tanpa makanan, tak ada air minum. Ia yang masih kecil harus menggendong adik laki-lakinya yang masih bayi.

Setelah keluar dari Afganistan, Noor Sabah dan keluarganya harus berpindah-pindah. Ke Iran, Pakistan, dan -- setelah 7 tahun jadi pengungsi --  mereka diizinkan masuk ke Norwegia.

Selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa. Justru karena kehidupannya yang berat itu, Noor Sabah belajar banyak hal: bahasa Farsi, Urdu, Norwegia, dan untuk memahami orang lain dengan berbagai latar belakang.

Keterampilan itu sangat berguna saat ia bergabung dengan organisasi kemanusiaan dan menjadi penerjemah para pengungsi.

Ia tahu benar bagaimana rasanya kehilangan masa kecil. "Ketika melalui semua itu, seorang anak bukan lagi anak-anak. Ia dipaksa dewasa sebelum waktunya, menghadapi bahaya, tanpa kepastian," kata Noor Sabah.

Pengalaman dan trauma masa lalu diakui perempuan berambut panjang itu, membentuk karakternya. Ia juga menggunakan rasa sakit yang pernah dialami sebagai energi pendorong untuk melakukan kegiatan kemanusiaan.


"Berbagi kisah masa lalu saya, seakan menjadi healing process, pemulihan bagi saya," tuturnya.

Pada Oktober 2015, Noor Sabah kembali menggelar konser 'Voice of Children', bekerja sama dengan banyak pihak termasuk SCTV. Hasilnya ditujukan pada anak pengungsi Rohingya di Aceh dan anak-anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran.

Selain menggelar konser amal, ke depan Noor Sabah ingin berperan memperkenalkan hasil kerajinan tangan Indonesia, seperti batik dan songket, ke Norwegia.

"Saya juga ingin ambil bagian dalam pelestarian hutan hujan tropis dan kerja sama maritim RI-Norwegia," kata perempuan ramah itu.

Saksikan video penuturan Noor Sabah Nael Travik kepada Liputan6.com:

 (Ein/Tnt)*

Video Terkini