Liputan6.com, Paris - Matthew benar-benar beruntung. Ia dua kali selamat dalam serangan teroris. Pria kebangsaan Amerika Serikat itu pertama kali lolos dari maut 14 tahun lalu, saat teroris Al Qaeda menabrakkan pesawat ke gedung kembar World Trade Center, New York, 9 September 2011.
Matthew nyaris sampai gedung itu untuk bertemu koleganya. Saat itulah, ia melihat pesawat United Airlines menabrakkan ke gedung tersebut.
"Aku berlari kencang, menghindari jatuhnnya puing-puing itu. Namun, penyerangan di Bataclan ternyata seribu kali lebih parah dan menyeramkan," kata Matthew seperti dilansir News.com.au, Selasa (24/11/2015)
Advertisement
Sewaktu tembakkan dilontarkan di tengah pertunjukkan Eagles Death of Metal, kebanyakan penonton mengira itu bagian dari penampilan. Namun, tidak bagi Matthew. Ia segera sadar dengan suara itu dan langsung mencari jalan keluar.
Baca Juga
"Mungkin itu karena budaya Amerikaku," kata Matthew berkelakar.
Matthew tertembak di kakinya di malam pembantaian teror Paris, Jumat malam 13 November. 130 orang tewas, dan di gedung Bataclan itu sendiri, 89 penonton tewas. Ia sendiri berhasil digeret ke tempat aman oleh wartawan Prancis Daniel Psenny.
Ia menggambarkan bagaimana cara ia berusaha menyelamatkan dirinya. Matthew harus merangkak menuju pintu keluar. Tiap kali teroris meletuskan senjatanya, dua atau tiga orang berjatuhan menimpa tubuhnya.
"Aku bergerak pelan-pelan, tiap sentimeter. Akhirnya, aku sampai di pintu keluar. Aku bisa buka pintu itu hanya dengan satu jari saja, untuk keluar diam-diam," kenangnya saat mencoba melarikan diri.
Ketika ia sampai di luar, ia langsung roboh di trotoar, tak jauh dari apartemen Daniel Psenny, yang Matthew sebut 'malaikat pelindungnya.'
"Aku akting pura-pura mati," tutur Matthew. "Saat itu, aku merasakan seseorang menarik lenganku. Aku bahkan tak berani buka mata dan melihatnya. Setidaknya aku bergumam.. atau mungkin di kepalaku saja, mengatakan.. 'I love you, my angel,'" ujarnya lagi.
Matthew yang baru pindah ke Paris dengan keluarganya Juli lalu, sebenarnya berencana menonton konser dengan sang istri. Namun, karena tak dapat babysitter untuk dua anak mereka, sang istri urung berangkat dan memilih di rumah saja.
Kisah Penyelamatan.
Sementara itu, Psenny ketika menemukan Matthew, ia terlihat sekarat.
"Ia terkapar di trotar, muntah dan pucat... tapi .. ia masih sadar," kenangnya di malam jahanam itu.
Psenny adalah orang yang merekam kengerian orang-orang yang ditembak oleh para teroris itu dari jendela apartemennya. Ia sendiri tertembak di lengan saat mencoba menyelamatkan Matthew.
Dengan bantuan para tetangga dan dokter lewat telepon, Psenny bisa menahan laju pendarahan lukanya dan luka Matthew.
Wartawan Prancis itu memberikan kesaksian pada Polisi saat kejadian itu berlangsung. Ia juga meminta polisi segera datang, karena mereka berdua bersembunyi di antara pintu-pintu apartemen yang terkunci sementara mereka terluka.
Ia takut bahwa dirinya dan Matthew bisa mati kehabisan darah kalau bantuan tak kunjung tiba.
"Benar-benar tak terbayangkan, menunggu ajal seperti itu," ujar Psenny sehabis ia berhasi menelpon polisi.
Akhirnya, polisi dan paramedis datang. Mereka berdua dibawa ke rumah sakit. Tiga hari kemudian Psenny dan Matthew bertemu.
"Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya bilang ke Psenny, bahwa dia malaikat penyelamatku," kata Matthew.
Keduanya berjanji akan menghabiskan waktu bersama dan tetap berhubungan ketika lukanya sembuh. Kejadian itu disebut oleh Psenny sebagai 'dongeng indah'. Psenny menolak menyebut dirinya pahlawan, karena ia bergerak berdasarkan instingnya saja.
"Kau tentu tak bisa membiarkan orang lain mati di depanmu, saat kau seharusnya bisa menolongya," tutur Psenny.
Demi mengobati luka bathinnya, bagaimanapun suatu haru, Matthew akan kembali mengunjungi Bataclan, suatu hari nanti. (Rie/Rcy)