Liputan6.com, Paris Sumber intelijen di Prancis kini tengah menginvestigasi beberapa petugas yang disinyalir terkena radikalisasi di beberapa bandara dan operator transportasi publik.
Hal itu dikemukakan oleh salah seorang ahli antiteroris bahwa penyelidikan itu tengah terjadi dalam dua tahun terakhir.
Tidak hanya di bandar udara, tapi juga di layanan kereta nasional Paris, SNCF, dan kereta api publik RATP. Adapun bandara yang tengah diinvestigasi itu adalah Charles de Gaulle dan Orlu.
Advertisement
Hal itu mereka kemukakan karena salah satu pelaku teror Paris yang terjadi pada Jumat malam 13 November lalu adalah sopir bus RATP. Samu Amimour berhenti jadi pengemudi pada Oktober 2012.
Setelah berhenti, pihak keamanan menemukannya mencoba ke Yaman. Semenjak saat itu, pemuda 28 tahun berada di bawah pengawasan badan antiteror Prancis, seperti dilansir CNN, Rabu (25/11/2015). Namun, sayangnya, kepergiannya ke Suriah dan kembali lagi ke Prancis tak bisa terdeteksi oleh dinas intelijen.
Meski pihak intel Prancis mengetahui radikalisasi yang terjadi pada Amimour, tapi tidak dengan RATP. Hal itu disayangkan oleh Elisabeth Borne, presiden RATP, karena intel Prancis tak pernah menginformasikan staf mereka yang kemungkinan besar berhubungan dengan pelaku teror.
Baca Juga
"Kegiatan radikalisasi ini seingat saya dimulai pada akhir 2012 dan awal 2013. Saat itu beberapa supir RATP tidak mau menyapa pegawai perempuan. Atau, mereka beribadah dalam bus selama jam kerja mereka," kata Christophe Salmon, kepala serikat pekerja RATP.
Banyak pegawai mulai tak nyaman dengan tindak-tanduk pekerja seperti itu. Apalagi sudah ada peraturannya bahwa prinsip sekularisme telah menjadi landasan perusahan tersebut.
Minggu lalu, polisi Paris melakukan operasi pencarian beberapa perusahaan transportasi yang bekerja di bandara udara. Beberapa di antaranya punya akses ke tarmac dan pesawat. Hal itu dikemukakan oleh Christophe Blondel, wakil polisi keamanan bandara.
Menurut pihak bandara, polisi mencari pegawai dari Air France Cargo, Servair, dan FedEx. Ketiga perusahaan itu membenarkan tindakan polisi terhadap pegawainya, namun tidak ada satupun pekerja mereka yang dicuragai. Namun, Blondel mengatakan belum ada pekerja yang terindikasi terkena radikalisasi karena investigasi masih berlangsung.
"Polisi menyisir 'airside' (ruangan di belakang pemeriksaan paspor dan imigrasi) oleh 70 aparat dari Air Transport Gendarmerie. Mereka juga mengecek ruang ganti di mana ada 2010 loker. Satu persatu polisi mengecek loker itu," beber Blondel.
Untuk masuk akses 'airside' di bandara Charles de Gaulle, pekerja harus punya kunci elektronik khusus.
Semenjak Januari, 10 kunci telah ditarik dari pekerjsa sementara ada 50 pekerja ditolak untuk diberikan akses ke ruangan itu, kata Blondel.
"Orang-orang tersebut dicurigai terlalu radikal untuk masuk mendapatkan akses ke airside," tutupnya. (Rie/Ein)