Sukses

Pemanasan Global, Daging Lebih Bahaya dari Mobil?

Peternakan sapi ternyata memiliki kontribusi besar pada gas pembuangan (CO2), dan makan daging lebih sedikit efektif untuk mengatasinya.

Liputan6.com, London - Tidak naik kendaraan pribadi adalah cara mengurangi emisi karbon yang berdampak pada pemanasan global. Sedangkan tidak makan daging adalah cara yang lebih efektif lagi, menurut riset terbaru.

Riset terbaru menunjukkan skala yang lebih besar dalam dampak buruk produksi daging, terutama daging sapi. Peternakan sapi membutuhkan lahan 28 kali lebih besar dari daging babi atau ayam, 11 kali lebih banyak air, dan menghasilkan emisi pemanas iklim lima kali lebih besar.

Dilaporkan Guardian, Selasa (1/12/2015), dibandingkan dengan makanan pokok seperti kentang, gandum, dan nasi, dampak dari per kalori daging jauh lebih ekstrem, membutuhkan lahan 160 kali lebih besar dan memproduksi 11 kali lipat gas rumah kaca lebih besar.

Pertanian merupakan penyebab pemanasan global paling berpengaruh, menyumbang 15 persen dari seluruh emisi, separuhnya dari peternakan. Lebih lanjut lagi, jumlah besar gandum dan air yang dibutuhkan untuk mengurus sapi merupakan masalah yang menjadi perhatian para ahli yang khawatir mengenai makan bagi 2 triliun ekstra manusia pada 2050. Namun, ajakan bagi orang-orang untuk mengurangi makan daging untuk membantu lingkungan, atau menjaga persediaan biji-bijian, dianggap sangat kontroversial.

"Inti ceritanya, adalah bagaimana daging sapi memiliki dampak yang sangat besar dibanding lainnya," ungkap Profesor Gidon Esshel, dosen di Bard College New York dan pemimpin riset dampak daging sapi. Ia menyatakan, memotong subsidi produksi daging akan menjadi cara paling tidak kontroversial dalam mengurangi konsumsinya.

Peternakan sapi. (foto: ulf.com.ua)

"Saya sungguh berharap pemerintah tidak ikut campur dalam pola makan orang-orang namun pada saat yang bersamaan, ada banyak kebijakan pemerintah yang mendorong pola makan dengan mengonsumsi daging tertentu," ungkap Esshel. "Cabut dukungan buatan yang diberikan pada industri hewan ternak, dan harga yang meningkat akan menjadi urusan belakangan. Dalam cara ini, akan ada campur tangan lebih sedikit dari pemerintah dalam urusan pola makan masyarakat."

Tim Eshel menganalisis berapa banyak lahan, air, dan pupuk nitrogen diperlukan untuk berternak sapi, dan membandingkannya dengan ayam, babi, telur, dan produk susu. Daging sapi memiliki dampak yang lebih besar dari lainnya, karena sebagai hewan pemamah biak, dalam hal pangan, memberi makan sapi merupakan urusan yang kurang efektif.

"Hanya dalam satu menit, bagian makanan yang dikonsumsi sapi masuk dalam aliran darah mereka, sehingga sangat banyak energi yang hilang," ungkap Eshel.

Memberi makan sapi dengan padi-padian dan bukannya rumput semakin memperburuk kondisi kurang efektif ini, walaupun Eshel menekankan bahkan sapi yang makan rumput memiliki jejak lebih besar di lingkungan dibanding hewan lainnya.  Peternakan lain seperti domba, yang relatif jarang dikonsumsi di AS, tidak dipertimbangkan dalam studi yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Profesor Tim Benton, dari University of Leeds, menyatakan bahwa hasil kerja terbaru ini didasarkan dari data Nasional AS, bukannya studi tingkat pertanian, dan memberikan peninjauan luas yang berguna.

"Ini menangkap gambar besarnya," ia menambahkan bahwa hewan ternak merupakan kunci  pertanian yang  berkesinambungan secara luas.

"Intervensi terbesar yang bisa dilakukan orang-orang dalam mengurangi gas karbon bukan hanya dengan tidak mengendarai mobil, namun dengan mengurangi makan daging merah," ungkap Benton. 

"Riset lainya yang dapat diterapkan adalah intervensi terhadap asupan kalori yang biasa dimakan manusia tidak diberikan kepada sapi penghasil daging di AS," 

Bagaimanapun, ia menyatakan subjek ini akan selalu kontroversial.

"Ini seperti halnya membuka kaleng berisi cacing," tuturrnya.

Profesor Mark Sutton, dari Pusat Ekologi dan Hidrologi Inggris mengatakan: "Pemerintah perlu mempertimbangkan pesan dengan hati-hati jika mereka ingin meningkatkan efisiensi keseluruhan produksi dan mengurangi dampak pada lingkungan. Namun pesan untuk konsumen lebih kuat lagi. Mengurang konsumsi daging berlebih, terutama daging sapi, baik untuk lingkungan.

 "AS maupun Eropa menggunakan sebagian besar lahan untuk sistem pertanian yang sungguh tidak efektif, sementara banyak produk pertanian kualitas baik ditumbuhkan untuk memberi makan hewan, bukannya manusia," tambahnya Sutton.

Dalam studi terpisah, terbukti bahwa satu per sepuluh dari kebiasaan makan rakyat Inggris per harinya mengakibatkan peningkatan dua kali lipat emisi pemanasan iklim daripada orang dengan pola makan vegetarian.

Studi pola makan orang Inggris ini dilakukan oleh ilmuwan Universitas Oxford. Ditemukan bahwa pola makan kaya daging --lebih dari 100 gram per hari-- mengakibatkan emisi 7,2 kg emisi karbon dioksida.

Secara kontras, diet vegetarian dan pemakan ikan mencapi 3,8 kg CO2 per hari, dan diet vegan memproduksi hanya 2,0 kg. Periset menganalisi makanan yang dimakan oleh 30 ribu pemakan daging, 16 ribu vegetarian, 8 ribu pemakan ikan, dan 2 ribu vegan.