Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat, Rusia, dan Prancis. Tiga negara itu punya musuh bersama: ISIS. Namun, strategi yang dipilih untuk menyerang kelompok teroris tersebut membuat mereka terkotak-kotak dalam dua kubu.
Rusia bekerja sama dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad -- rezim Suriah yang ditentang AS dan Sekutunya, karena dianggap bertanggung jawab atas perang saudara di negerinya yang telah menewaskan sekitar 200 ribu manusia.
Dalam acara diskusi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Selasa (8/12/2015) Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O. Blake, Jr. dipertemukan dengan Duta Besar Rusia untuk RI, Mikhail Y. Galuzin.
Advertisement
Dubes ketiga yang didaulat menjadi pembicara adalah Dubes Prancis untuk RI, Corinne Breuze, yang kedamaian negaranya sempat terkoyak akibat serangan teroris di 6 lokasi sekaligus pada Jumat 13 November 2015. Di mana ISIS jadi biang keladinya.
Baca Juga
Dalam paparannya, Dubes AS mengatakan, meski pihaknya tak mendukung pemerintahan Bashar al-Assad, namun penting artinya untuk mendudukkan pihak rezim dan oposisi di Suriah untuk menemukan jalan keluar bersama. Itu artinya solusi politik di negara yang terkoyak konflik itu mutlak dilakukan.
"Memulai pembicaraan antara rezim dan oposisi di bawah pengawasan PBB," demikian tutur Dubes Blake dalam diskusi yang digelar di Hotel Borobudur, Selasa (8/12/2015) soal solusi melawan ISIS.
Termasuk dalam upaya tersebut adalah melakukan gencatan senjata, menginisiasi proses politik, membentuk konstitusi baru, dan menyelenggarakan pemilu yang adil di Suriah di bawah pengawasan PBB.
"Yang kedua, yang paling penting, kami mengimbau 5 anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi terkait gencatan senjata dan misi pengawasan ke Suriah," tambah Dubes lulusan Harvard itu.
AS, tambah Blake, melakukan upaya diplomatik dan pengerahan militer untuk melawan ISIS.
Amerika yakin, dengan solidaritas internasional, upaya melawan ISIS akan berhasil dilakukan. Baik melalui serangan langsung maupun memutus dukungan untuk mereka -- terutama dalam bidang finansial.
"Niscaya kita bisa melawan ISIS dan barbarisme yang mereka representasikan, demi masa depan rakyat Suriah," tambah dia.
Sementara itu, Dubes Corinne Breuze mengatakan, Prancis menganggap apa yang dilakukan ISISÂ sebagai pernyataan perang, agresi melawan negara dan nilai-nilai yang mereka anut.
Untuk itulah, kata dia, Prancis bertekad melawan ISIS atau Daesh -- yang memiliki basis teritorial dan kekuatan finansial.
"Jawabannya adalah aksi militer, mengenyahkan Daesh dari tempat persembunyian mereka di Suriah dan Irak," kata dia.
Prancis, tambah dia, juga akan menyerang basis-basis dukungan bagi ISIS. Termasuk situs-situs kelompok teror tersebut di dunia maya. "Untuk menghentikan pesan kebencian yang mereka sebarkan," kata Dubes Breuzé.
Senada dengan Dubes AS, Breuze mengatakan, solusi politik harus diciptakan di Suriah. "Hal itu memiliki arti penting lebih dari sebelumnya."
Sementara itu, Duta Besar Rusia Mikhail Y. Galuzin berpendapat, upaya koalisi melawan ISIS akan efektif jika bekerja sama dengan pihak Pemerintah Suriah.
"Seperti dalam serangan udara Rusia yang dilakukan September lalu, yang bekerja sama dengan militer Suriah di darat, lebih efektif," kata dia.
Dubes Galuzin juga menambahkan, untuk memutus dukungan finansial untuk ISIS, maka "eksport minyak ilegal dari wilayah-wilayah yang dikuasai ISIS harus dihentikan," tambah dia.