Liputan6.com, Paris - Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP menyetujui perjanjian untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius setelah digelar perundingan selama 2 minggu dan ditutup di Paris pada Sabtu malam waktu setempat.
Berdasarkan perjanjian yang disepakati secara bulat itu, semua negara setuju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secepat mungkin. Selain itu, disepakati bahwa kenaikan suhu global ditargetkan jauh di bawah 2 derajat Celcius dan menempuh upaya-upaya untuk membatasinya menjadi 1,5 derajat Celcius.
Negara-negara kaya sepakat menyediakan dana US$ 100 miliar per tahun sebelum 2020 untuk membantu negara-negara berkembang guna mengubah perekonomian mereka.
Advertisement
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius yang bertindak sebagai pemimpin sidang akhir menyerukan kepada delegasi dari hampir 200 negara untuk mengadopsi perjanjian.
"Saya sekarang mengundang COP untuk mengadopsi keputusan yang berjudul Perjanjian Paris yang dijabarkan di dokumen. Melihat ruang sidang ini saya melihat adanya reaksi positif, saya tidak melihat adanya keberatan. Kesepakatan Paris disetujui," kata Fabius sambil mengetuk palu seperti dikutip Reuters, Minggu (13/12/2015).
Emisi Gas Karbon
Secara umum perjanjian ini mengikat secara hukum, tetapi sejumlah unsur yang tertuang dalam dokumen tidak mengikat. Di antara yang tidak mengikat adalah janji untuk mengurangi emisi karbon oleh masing-masing negara. Kemajuan sasaran-sasaran yang ditetapkan akan ditinjau setiap 5 tahun. Namun tidak semua pihak menyambut perjanjian ini.
Baca Juga
"Ini berlebihan bahwa kesepakatan yang disodorkan disebut sebagai keberhasilan ketika sejatinya merongrong hak-hak komunitas-komunitas yang paling rentan di dunia dan hampir tidak mengikat untuk menjaga iklim yang aman dan layak huni bagi generasi-generasi mendatang," kata Direktur Kelompok Global Justice Now, Nick Dearden.
Kesepakatan Paris tercatat sebagai perjanjian pertama yang melibatkan semua negara untuk mengurangi emisi karbon. Usaha serupa gagal diwujudkan dalam konferensi di Kopenghagen pada 2009.
Menurut para pengamat, alasan utama konferensi gagal pada waktu itu adalah upaya untuk menetapkan sasaran pengurangan emisi pada masing-masing negara.
Ketika itu, banyak negara seperti China, India dan Afrika Selatan tidak bersedia menerima syarat yang dianggap akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.