Liputan6.com, Toronto - Ternyata, ada dua tipe cara orang mengingat. Pertama, ada orang yang cenderung memiliki memori episodik. Manusia jenis ini mampu mengingat secara detail mengenai memori masa lalu, tapi cenderung sulit mengingat fakta-fakta yang mendasarinya.
Lalu, ada beberapa orang cenderung memiliki memori semantik. Mereka adalah kelompok manusia yang sulit mengingat detail, namun cenderung lebih mudah mengingat rincian fakta di balik memori tersebut.
Contohnya, dalam memori bertemu seekor kucing, seseorang dengan memori episodik mungkin lebih mengingat warna bulu si kucing dan bentuk ekornya, juga memori mereka bermain dan mengelus si kucing. Sementara seseorang dengan memori semantik mungkin tak mengingat sedetail itu. Mereka lebih mengingat rincian kejadian seperti jalan tempat mereka bertemu si kucing, dan tanggal waktunya.
Advertisement
Pertanyaannya, apa yang mendasarinya?
Dikutip Science Daily, Rabu (16/12/2015), tim periset dari Rotman Research Institute di Baycrest Health Sciences, Toronto, Kanada, menunjukkan, cara berbeda mengingat kejadian lalu ini diasosiasikan dengan pola konektivitas yang bisa jadi sudah menjadi sifat masing-masing individu dan menunjukkan 'sifat memori' seumur hidup.
"Selama beberapa dasawarsa lalu, hampir semua riset mengenai memori manusia dan fungsi otak menganggap semua orang sama, pukul rata semua individu," ungkap pemimpin investigator Dr Signy Sheldon, yang kini merupakan asisten dosen psikologi di McGill University.
Baca Juga
"Sedangkan, yang kita ketahui dari pengalaman dan membandingkan ingatan kita dengan orang lain, memori orang-orang berbeda-beda," ujar Sheldon.
"Studi kami menunjukkan bahwa sifat memori ini sesuai dengan perbedaan yang stabil dalam fungsi otak, bahkan ketika kita tidak mengajak orang-orang untuk melakukan tugas yang mengandalkan memori dalam pemeriksaan," katanya lagi.
Cara Membedakan
Dalam studi, 66 dewasa muda yang sehat (usia rata-rata 24) mengerjakan kuestioner online--Survey of Autobiographical Memory (SAM)--yang mendeskripsikan seberapa mampu mereka mengingat fakta-fakta dan kejadian di kehidupan mereka.
Respons mereka bervariasi antara Highly Superior Autobiographical Memory (HSAM)--kaya ingatan masa lalu--dan Severely Deficient Autobiographical Memory (SDAM)--tak banyak mengingat masa lalu. Selanjutnya, periset mempelajari variasi normal dalam memori masa lalu.
Setelah mengisi survei online tersebut, 66 partisipan dipindai otaknya di Baycrest dengan MRI dengan keadaan rileks, teknik yang memetakan pola konektivitas otak, atau aktivitas di berbagai area berbeda di otak.
Periset memfokuskan pada koneksi antara bagian otak medial temporal lobes dan area lainnya.
Medial temporal lobes adalah fungsi memori. Mereka yang punya memori mendetail diketahui memiliki konektivitas medial temporal lobes di bagian belakang otak, yang memproses visual.
Sementara mereka yang memiliki memori atas fakta-fakta tanpa banyak detail memiliki konektivitas medial temporal lobes di bagian depan otak, yang memproses organisasi dan pemikiran.
Tipe Memori dan Penuaan
Penemuan ini mengantarkan kita pada pertanyaan yang menarik untuk ilmuwan yang mempelajari kaitan antara penuaan dan kesehatan otak. Salah satu dari pertanyaan yang provokatif: mampukah sifat tipe memori tertentu dapat melindungi penurunan kognotif yang terjadi karena bertambahnya usia?
"Dengan penuaan dan dementia dini, satu dari hal pertama yang orang-orang perhatikan adalah kesulitan mengingat kembali detail kejadian," ungkap penulis senior studi Dr Brian Levine, ilmuwan senior di Rotman Research Institute Baycrest dan dosen psikologi University of Toronto.
"Sedangkan, tidak ada yang memperhatikan kaitannya dengan sifat memori. Orang-orang yang dulunya mampu mengingat memori kaya detail bisa jadi sangat sensitif dengan perubahan memori yang tak kentara seiring bertambahnya usia, sedangkan mereka yang bergantung dengan pendekatan faktual bisa jadi lebih tahan dengan perubahan tersebut," jabarnya.
Bisakah sifat memori seseorang membantu perawatan masalah ingatan di kemudian hari?
Menurut Dr Livine, penemuan ini berpotensi atas kemungkinan yang tak terduga.Â
"Penemuan Dr Rotman memerlukan eksplorasi ilmiah yang lebih lanjut," ujar Levine.Â
Kini, para ahli sedang mengembangkan pemuan itu. Mereka mulai menghubungkan tipe memori dengan sifat dan kondisi seseorang, seperti apakah mereka pernah memiliki depresi atau tidak. Hal yang lain yang diperhatikan adalah faktor genetik.
Riset ini merupakan bagian dari tren baru dalam memperhatikan perbedaan struktur otak dan fungsinya pada orang-orang yang sehat. Ini adalah studi pertama yang mengaitkan perbedaan otak dalam fungsi mengingat memori.
Studi ini diterbitkan online di jurnal Cortex. (*)
Advertisement