Liputan6.com, New York - Minggu lalu, Peter Mattaliano, seorang pelatih drama dan penulis meletakkan dekorasi natal di apartemennya di New York. Lalu, ia meletakkan hadiah untuk anak-anak bernama Mary dan Alfred.
Mereka bukan anak-anak Mattaliano dan mereka tidak lagi hidup. Namun, seabad lalu, keduanya tinggal di tempat sekarang Mattaliano tinggali.
Baca Juga
Pria berusia 66 tahun itu menghormati Mary dan Alfred tiap Desember selama 15 tahun terakhir. Ia mengetahui keberadaan mereka setelah merenovasi cerobong asapnya. Kisah mereka tersegel selama 60 tahun.
Advertisement
Baca Juga
"Saudara laki-lakiku yang mengerjakan konstruksi dan aku meminta ia membuka cerobong asap," kata Mattaliano kepada New York Times, Selasa (22/12/2015).
"Kami bercanda barangkali menemukan uang Al Capone. Namun, tak berapa lama saudaraku berteriak, 'Kamu tidak bakal percaya kalau melihat ini,'" kenang Mattaliano.
Di antara debu dan runtuhan batu bata, saudara laki-laki Mattaliano menemukan kertas tua yang menguning dengan coretan khas anak-anak. Isinya adalah surat permintaan kepada Sinterklas yang ditulis satu abad lalu!
"Aku ingin drum, alat pancing, dan tangga," tulis surat itu. "Kkalau mobil-mobilan pemadam kebakaran punya tangga yang indah."
Surat itu bertanggal 1905 dan ditandatangani nama 'Alfred McGann' termasuk alamat gedung tempat ia tinggal.
Ada sesuatu yang mengejutkan di antara tumpukan batu bata: sebuah amplop kecil yang ditujukan kepada Santa di 'Raindeerland'. Di dalamnya ada surat lain yang kali ini bertanggal 1907 atas nama Mary, dengan gambar prangko rusa kutub di atas kanannya.
"Surat-surat itu ditulis di ruangan ini. Dan selama 100 tahun, mereka berada di sini, menunggu," ujar Mattaliano.
Menjadi Obsesi
Surat itu membuatnya penasaran. Segera ia mencari tahu dan meriset keberadaan kedua anak itu. Menurut sebuah catatan kependudukan online, mereka berdua adalah anak dari Patrick dan Esther McGann, seorang imigran dari Irlandia yang menikah pada 1896. Mary lahir pada 1897 dan Alfred pada 1900.
Patrick McGann meninggal pada 1904, menurut data tersebut. Jadi, saat mereka menulis surat pada Santa, keduanya telah menjadi anak yatim.
Membaca surat itu, Mary merupakan anak yang manis dan memperhatikan sekitarnya. Bertolak belakang dengan Alfred yang penuntut.
"Dear Sinterklas. Aku lega kamu akan datang malam ini," begitu Mary menulis suratnya.
"Adik kecilku ingin kau membawakannya gerobak tarik, namun aku tahu engkau tak mampu membelikannya. Aku ingin kau membawakannya apapun yang terbaik untuknya. Juga, tolong, bawakan aku sesuatu yang kau anggap baik," tulis Mary.
Mary laly menandatangani suratnya, 'Mary McGann sambil menambahkan, "P.S: Please, jangan lupakan mereka yang miskin."
Mattaliano yang telah membaca surat itu berkali-kali tetap saja terhenyak dan gemetar bahwa surat itu menggambarkan kemiskinan sekaligus kebaikan seorang anak. Ia menginginkan yang terbaik untuk adik laki-lakinya sementara dia menerima apa saja untuknya.
"Jelas, keluarga itu tak mampu membelikan gerobak dan dia menulis, 'jangan lupa mereka yang miskin'. Ini seperti busur panah menembus jidatku. Apa yang ia ketahui tentang kemiskinan?" kata Mattaliano penuh emosi.
"Surat ini menjadi harta karun paling berharga buatku," ujar Mattaliano yang lalu membingkai surat itu dan meletakkannya di atas perapiannya bersama miniatur gerobak dan boneka.
"Aku ingin mereka punya hadiah natal, meskipun telat 100 tahun," tambahnya lagi.
Advertisement
Dimana Mary dan Alferd
Kisah itu bergulir di antara teman-temannya. Menurut Mattaliano surat itu menggambarkan dirinya yang saat kecil selalu menulis surat kepada Sinterklas dan meletakkannya di bawah pohon Natal.
Menurutnya, ia juga punya kesamaan nasib dengan kedua anak itu. Ayahnya meninggal saat ia berusia 12 tahun sebelum natal. Meninggalkan sang istri, dia dan tiga orang saudaranya. Membuat ibunya menjadi pencari nafkah tunggal bagi keluarga itu.
"Kami punya masa sulit, dan selama bertahun-tahun, Natal kami selalu sangat sederhana. Mirip Mary dan Alfred."
Ia tinggal di apartemen itu selama 36 tahun dan tak bosan mencari tahun tentang mereka. Beberapa waktu lalu, dibantu seorang wartawan dari New York Times, ia menemukan arsip kematian ayah Mary dan Alfred.
Tahun 1920, Mary, Alfred dan ibunya pindah ke apartemen lain di kawasan barat New York. Sebagai gadis muda, Mary bekerja sebagai stenografer dan Alfred bekerja sebagai pelukis.
Pada 1930, Mary menikah dengan pria bernama George McGahan dan pindah ke kawasan Bronx lalu pindah ke Queens, New York. Alfred juga diketahui telah menikah.
Namun, pencariannya tak dapat menemukan sanak saudara yang lain. Seperti apakah keduanya mempunyai anak, kendati mereka berdua meninggal di Queens.
Mary meninggal pada 1979 pada usia 82 tahun, tiga tahun setelah suaminya mangkat. Sementara, Alfred meninggal pada 1965, dan istrinya Mae, meninggal pada 1991.
Minggu lalu ia berhasil mendapatkan alamat kuburan Mary. Membawa bunga, ia mencari lokasi kuburannya.
Di sebuah nisan tertulis nama McGahan, George and Mary. Keduanya dikuburkan di makam yang sama.
Setelah meletakkan bunga, ia menepuk nisan itu, seraya berkata, "Please, jangan lupakan mereka yang miskin, dan aku akan kembali lagi," kata Mattaliano sambil meninggalkan kuburan yang dingin dan sepi itu.
Â
Berikut kisah mengharukan sekaligus lucu, seorang anak berusia 2 tahun mengira seorang kakek adalah Sinterklas.Â
Â