Sukses

AS Larang Keluarga Muslim Inggris Masuk Disneyland

Padahal visa telah dikabulkan pada 15 Desember lalu. Mereka digiring keluar dari bandara oleh pihak keamanan dari AS di London.

Liputan6.com, London - Keluarga muslim dari Inggris yang berencana berlibur ke Disneyland, Los Angeles, terpaksa gigit jari. Itu karena otoritas bandara AS di bandara Gatwick, London, melarang mereka memasuki pesawat terbang karena khawatir ancaman teroris.

Departemen Keamanan Dalam Negeri AS enggan memberikan penjelasan mengapa mereka menolak 11 anggota keluarga tersebut masuk ke pesawat kendati mereka mendapatkan visa semenjak 15 Desember 2015.

Sejumlah politikus senior Inggris meradang dengan larangan itu. Mereka juga memberi peringatan kepada warganya yang muslim, bahwa kemungkinan besar akan banyak pelarangan lainnya terhadap mereka yang ingin ke AS, seperti dilansir dari The Guardian, Selasa 22 Desember 2015.

Pihak Perdana Menteri Inggris David Cameron berjanji akan mengevaluasi kasus ini. Terlebih di dalam Negeri Paman Sam, fobia terhadap muslim meningkat secara dramatis setelah penembakan massal California dan teror Paris.

Tak hanya itu, komentar rasis dari kandidat capres dari Partai Republik, Donald Trump yang meminta agar muslim dilarang masuk AS berkontribusi membuat suasana dalam negeri memanas.

PM Cameron menanggapi komentar Trump dengan menyebutnya: "Bodoh, memecah belah, dan salah."

Salah satu anggota parlemen Inggris, Stella Creasy mengatakan bahwa ada kemungkinan AS tidak mengetahui komunitas muslim di Inggris adalah bagian tak terpisahkan dari negeri Ratu Elizabeth dan merupakan kelompok yang terhormat.

Ia juga mengatakan, ini bukan kali pertama AS mencegah warga muslim Inggris masuk.

"Gara-gara diskusi online dan offline yang tidak memadai, AS menyimpan ketakukan terhadap muslim. Menyusul pernyataan Donald Trump yang melarang muslim masuk ke AS," tulis Creasy kepada Guardian.

Juru bicara PM Cameron berjanji akan menindaklanjuti kasus ini.

2 dari 2 halaman

Tindakan AS Dianggap Mempermalukan

Rencananya satu keluarga itu akan mengunjungi saudara mereka di California, berlalu tamasya ke Disneyland dan Universal Studio. Namun mereka dilarang naik pesawat saat sudah berada di terminal pemberangkatan.

Mohammad Tariq Mahmood, salah satu anggota keluarga tersebut mengatakan, dia pergi bersama kakaknya dan sembilan anak mereka. Menurut Mahmood, petugas tidak memberi alasan mengapa mereka tidak bisa naik pesawat. Namun ia pikir alasannya jelas 'karena mereka keluarga muslim'. 

"Karena serangan di Amerika, mereka berpikir semua muslim adalah ancaman," kata Mahmood.

Ia juga mengatakan bahwa anak-anak sudah sangat menantikan dan menghitung hari selama berbulan-bulan untuk pergi ke Disneyland. Mereka sangat sedih dan terpukul setelah tahu tidak bisa pergi.

Yang lebih menyedihkan, Mahmood mengatakan pihak maskapai menolak mengembalikan uang tiket yang mereka beli seharga US$ 13.340 atau sekitar Rp 182 juta. Tak hanya itu, mereka juga diperlakukan tidak enak. Anggota keluarga tersebut diminta mengembalikan setiap barang yang dibeli di toko bebas bea dan dikawal keluar bandara.

"Saya tidak pernah semalu ini seumur hidup saya. Saya bekerja di sini, punya bisnis di sini, tapi kami merasa asing," kata Mahmood.

Creasy dalam tulisannya mengaku tidak mendapat jawaban dari Kedutaan AS di London. Dia mendesak pemerintahan Cameron untuk menuntut penjelasan atas tindakan terhadap keluarga Mahmood.

Politikus perempuan itu juga bertanya-tanya kepada PM Cameron apakah Inggris selama ini mengawasi kelompok etnis dan agama tertentu yang dilarang bepergian. Ia lakukan itu demi memastikan kepada rakyat bahwa tidak ada diskriminasi terkait keyakinan di bandara Inggris.

Kasus Mahmood bukan yang pertama. Dua hari setelah keluarga tersebut dicekal, seorang warga muslim Inggris yang berprofesi sebagai imam dan dosen, Ajmal Mansoor, asal Bristol dilarang naik pesawat tujuan New York.

"AS berhak mengeluarkan atau mencabut visa, saya mengerti itu. Namun tidak memberikan alasan apa pun akan memicu kemarahan masyarakat awam. Tindakan mereka tidak akan bisa menarik hati masyarakat. Saya terkejut soal bagaimana tidak rasionalnya proses ini, tapi apakah AS peduli apa yang saya pikirkan? Saya kira tidak!" ujar Mansoor geram.

Hingga berita ini diturunkan, Kedutaan AS di London belum merespons pertanyaan dari The Guardian. (*)

Video Terkini