Liputan6.com, Jakarta - Bolehlah kembali kita mengingat tajuk berita dalam setahun belakangan atau dalam seminggu terakhir. Diperkirakan tahun 2015 ini akan ditutup dengan insiden gelap dan mengerikan.
Seperti serangan teror Paris, konflik Timur Tengah yang tak ada ujung pangkalnya, penembakan massal di AS, serta ketidakstabilan ekonomi.
Itu semua benar. Tapi tak adakah satupun berita baik yang hadir sepanjang 2015 ini?
Advertisement
Menurut World Economy Forum (WEF) mengutip dari New York Times, secara psikologis, manusia lebih mudah mengingat berita negatif daripada positif.
Baca Juga
Kendati banyak yang pesimis menutup tahun ini dengan pemberitaan negatif, WEF mengajak para pembaca mengingat tajuk-tajuk berita baik di seluruh dunia sepanjang 2015.
Berikut 5 berita baik tersebut. Mulai dari diakuinya hak-hak kaum transgender atau LGBT di AS, hingga partisipan perempuan dalam pemilu di Arab Saudi, seperti dilansir dari agenda.weforum.org dan berbagai sumber, Kamis (24/11/2015).
Kesamaan Hak LGBT di AS dan Seluruh Dunia
Majalah TIMEÂ dalam opininya beberapa waktu lalu menulis, '2015 akan diingat sebagai tahun di mana hak-hal LGBT diakui di AS'.
Mereka benar, pada Juni, bangunan-bangunan ikonik AS dari Empires State di New York hingga Gedung Putih berhias lampu warna-warni sesaat Mahkamah Agung AS melegalisasi pernikahan sejenis.
Riset dari Pew juga menunjukkan bahwa perilaku publik juga berubah terhadap pandangan pernikahan sesama jenis. 73 persen responden kelahiran setelah 1980 mengatakan mereka tak masalah dengan hal itu.
Namun, berita baik untuk kaum LGBT itu hanya bergema di AS. Bulan Mei, Irlandia adalah negara pertama yang mengakui secara sah pernikahan sesama jenis lewat sebuah referendum.
Beberapa bulan kemudian, Mozambik menjadi negara Afrika pertama yang mengatakan hubungan sesama jenis adalah legal.
Pada Agustus, Nepal mengeluarkan kolom 'netral' di jenis kelamin pada paspor. Harian Independent dari Inggris  menuliskan, '2015 adalah tahun untuk komunitas LGBT'.
Advertisement
Lompatan Diplomatik
Salah satu sisa-sisa Perang Dingin terhapus pada bulan Juli, di mana AS dan Kuba memperbaiki hubungan diplomatiknya setelah 'perang dingin' selama 54 tahun. Masing-masing negara kembali membuka kedutaan besar di ibu kota kedua negara.
Kendati demikian, pada awal dibukanya kerja sama diplomatik AS-Kuba, masih jauh dari harapan bahwa keduanya benar-benar berdamai.
"Lompatan ini tidak lantas mengakhiri perbedaan dua negara," kata Menlu AS John Kerry. Namun, akhir tahun 2015 ditutup manis setelah kedua pemerintah berencana membuka kembali rute penerbangan mereka.
Di tahun yang sama, sebuah perjanjian bersejarah terjadi dengan Iran. Setelah setuju untuk membatasi aktivitas nuklir, negara-negara Barat mengatakan mereka akan mencabut sanksi ekonomi yang telah diderita negara itu semenjak 2002.
Kendati masih belum jelas apakah arti perjanjian ini buat Iran dan seluruh dunia terutama AS, namun beberapa pengamat sepakat bahwa hal itu penting.
"Dengan terbukanya Iran mengubah lanskap politik yang membawa stabilitas di Timur Tengah," tulis salah satu pengamat luar negeri di Al Jazeera.
Sepakat di KTT Perubahan Iklim
Setelah bertahun-tahun kesepakatan perubahan iklim alot untuk diterapkan. Namun, pada KTT di Paris November lalu, kepala-kepala negara akhirnya menyetujui beberapa isu penting di perubahan iklim.
Kendati masih ada pertanyaan kapan dikerjakan. Meski begitu, setidaknya para pemimpin dunia kini telah 'satu kepala satu ide'.
190 delegasi membuat perjanjian yang bertujuan untuk menjaga laju kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat Celsius, menyediakan investasi miliaran dolar bagi negara-negara miskin, dan mulai mengurangi emisi karbon sesegera mungkin.
Advertisement
Generasi Lebih Peduli Planet dan Kesejahteraan
Sidang PBB dalam Sustainable Development Goal berhasil merumuskan 17 rencana aksi dari 168 rencana. Termasuk di antaranya, melarang sunat pada perempuan, pernikahan anak-anak hingga korupsi dan penyogokan.
25 September setelah berbulan-bulan negosiasi, PBB akhirnya mengadopsi rencana itu.
"Agenda itu adalah rencana aksi untuk masyarakat, planet dan kesejahteraan," tulis pembukaan perjanjian PBB tersebut.
Sementara itu, Sekertaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengatakan, " Kita adalah generasi pertama yang berhasil mengakhiri kemiskinan, dan generasi terakhir yang berhasil mengurangi dampak terburuk dari perubahan iklim. Generasi berikutnya akan menilai kita, apakah kita berhasil bertanggung jawab secara moral dan sejarah."
Hak Perempuan yang Makin Diakui
Dalam sebuah laporan tahunan 'Global Gender Gap Report' dituliskan, di 14 negara terjadi perbedaan pendidikan antara perempuan dan laki-laki semakin menganga semenjak 2006.
Namun pada 2014, beberapa kejutan datang terhadap kaum hawa.
Di Arab Saudi, perempuan pertama kali mendapatkan hak untuk memberikan suara dan memilih di pemilu. Lebih dari 1.000 perempuan turut kampanye, hasilnya 21 orang duduk di kursi pemerintahan.
Di Tunisia, sebuah undang-undang berhasil diloloskan pada November yang menyatakan perempuan diperbolehkan bepergian tanpa perlu meminta pertanggunjawaban suami.
Dan beberapa minggu lalu, pemerintah India merumuskan sanksi lebih komprehensif untuk pemerkosa dalam pernikahan.
Advertisement