Sukses

Mengintip Kebahagiaan Natal di Era Perang Dunia

Anak-anak menjadi simbol ketulusan dan kesederhanaan saat Natal di era Perang Dunia, di mana ayah berada nan jauh di medan perang.

Liputan6.com, Jakarta - Musim libur selama Perang Dunia II membawa kesedihan yang bersisian dengan sukacita. Di mana para suami dan ayah berada jauh di seberang lautan, bukannya bercengkerama di meja makan saat Natal.

Kemudian terbitlah kesederhanaan dalam merayatakan Natal. Tidak ada Natal yang mewah, penuh sukacita dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga. Perubahan kesederhanaan Natal itu pada akhirnya membawa kebahagiaan tersendiri.

Anak-anak yang menjadi simbol ketulusan dan kesederhanaan saat Natal, kemudian diabadikan majalah Life.com yang dikutip dari Time, Jumat (25/12/2015), sebagai objek foto.

Dari bidikan fotografer Nina Leen, tergambarlah bagaimana keluarga tanpa kepala keluarga tersebut merayakan Natal dengan penuh kesederhanaan. Mulai dari membuat hadiah hingga ornamen Natal sendiri.

Berikut beberapa potret kesederhanaan mereka merayakan Natal tersebut.

2 dari 2 halaman

Potret Kesederhanaan Natal

Fotografer Nina Leen mengarahkan anak-anak dan anggota keluarga lain untuk membuat kartu Natal sendiri, membentuk pohon pengganti dari karton dari karton bekas bungkus kemeja pria.

Dari bahan bekas pula, biji pohon ek dan pipa, kerajinan tangan berbentuk malaikat tercipta.

Anak-anak menjadi simbol ketulusan dan kesederhanaan saat Natal di era Perang Dunia. (Nina Leen/The LIFE Picture Collection/Time)

Ibu sekaligus istri, dan anak-anak membuat hadiah Natal sambil menunggu sang kepala keluarga perang dari medan perang. (Nina Leen/The LIFE Picture Collection/Time)

Anak-anak membuat hadiah Natal. (Nina Leen/The LIFE Picture Collection/Time)

Mungkin belum cukup hadiah untuk menutupi bagian bawah pohon Natal seperti pada umumnya. Tapi setidaknya boks-boks hadiah buatan tangan itu, cukup untuk mengisi kaus kaki khas Natal yang digunakan kala itu.