Liputan6.com, Vilnius - Sejak abad pertengahan, kaum Muslim sudah mendiami alam liar Lithuania. Di antara hutan dan danau, tersembunyi masjid yang sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu. membuktikan bahwa kehidupan antar agama sudah ada jauh sebelum era modern ini.
Sekilas, bangunan kayu persegi yang berdiri di tengah-tengah alam liar itu terlihat tak berbeda dengan bangunan rumah di desa-desa Baltik, dengan dinding kayu yang halus, jendela berbingkai kayu, dan atap lempengan besi.
Namun, bagian ujung atap dilengkapi dengan menara mungil berkubah yang dipasang tanda bulan dan bintang di ujungnya.
Advertisement
Baca Juga
Inilah masjid bergaya paling 'Eropa' yang pernah dilihat. Terletak 20 menit dari ibukota Lithuania, Vilnius, masjid sudah berdiri sejak 1558.
Masjid itu berdiri di desa yang dulunya diduga bernama Keturiasdesimt Totoriu, atau jika diterjemahkan menjadi '40 orang suku Tatar'. Menurut legenda, 40 adalah jumlah keluarga suku Tatar, atau grup etnis Turki yang terbentuk di Peninsula Crimea, yang tinggal di desa lebih dari 600 tahun lalu, yang diundang oleh Grand Duke--adipati--Lithuania, Vytautas.
Sang adipati, yang memiliki asal-usul Pagan, menghadapi ancaman berkelanjutan dari saudara kristiani-nya dari Barat, Teutonic Knights --prajurit dari Teuton.
Vytautas Agung
Vytautas Agung, pemimpin Kadipaten Lihtuania (1392-1430)
Pada 1398, saat baru kembali dari perkampungan militer dekat Laut Hitam, Vytautas turut membawa sejumlah kaum Muslim suku Crimean Tatar dan grup kecil Yahudi Karaite untuk membantunya menjaga teritori Lithuania, dikutip BBC, Minggu (3/12/2016).
Setelah 12 tahun, para prajurit Teuton berperang bersama Polandia dan Lithuania, dan suku Tatar dan Karaite bergabung dengan Vytautas di pertarungan Grunwald (antara Warsawa dan Gdansk), dimana para tentara salib dibinasakan secara terang-terangan.
Sebagai hadiah atas dukungan mereka, Vytautas mempersembahkan lahan untuk kaum Muslim, beserta dengan kebebasan beragama mereka. Semua terjadi pada masa Yahudi Sephardic dan komunitas Muslim terbesar Eropa, Moors, diusir keluar oleh Spanyol.
Pada hari ini, 120 orang yang tinggal di Keturiasdesimt Totoriu adalah suku Tatar, banyak dari mereka yang mengaku merupakan keturunan langsung oleh para Crimean.
"Kami berada di sini karena Vytautas kami disini, namun kami tahu kami adalah suku Tatar Crimea," ucap Fatima Stantrukova (75), mantan guru sastra Rusia.
Kuburan tertua yang tak teridentifikasi di masjid merupakan makam seorang "Allahberdi" yang dikubur pada tahun 1621.
Populasi kaum Tatar di Lithuania terus bertumbuh dan menyebar ke Selatan dan Barat. Dulu, pernah berdiri lusinan, bahkan ratusan masjid Tatar di pedesaan antara Vilnius, Ibukota Belarusia, Minsk, dan Bialystok, sebuah kota Polandia.
Advertisement
Suku Tatar Modern
Kebudayaan suku Tatar yang semakin menghilang
Ada 25 masjid di Lithuania pada masa Perang Dunia I. Namun kini tinggal ada tiga, di Keturiasdesimt Totoriu dan pedesaan terdekat Raiziai dan Nemezis. Empat lainnya ada di perbatasan Kruszyniani dan Bohoniki, Polandia, dan Navahrudak dan Iwie, Belarusia.
Bahasa Tatar semakin jarang digunakan, mulai menghilang pada awal Abad ke-18.
"Seperti ada 'tradisi melupakan' yang menyebar mengenai budaya dan bahasa seiring bertambah tahun," tulis ahli pengetahuan ketimuran Tatar Rusia Muhammad Murad al-Ramzi, pada Abad ke-19.
"Pun begitu, mereka tak lupa keyakinan pada Islam, walau tak banyak pengetahuan tentang agama itu."
Pengetahuan Islami yang tersisa pada masyarakatnya, semakin lebur pada Abad ke-20.
"Periode Soviet adalah yang terburuk, semua imam dan orang-orang berilmu dibunuh atau diasingkan ke bagian tak terjangkau dari Siberia. Buku-buku dan arsip dibakar. Masjid ditutup dan dihancurkan. Komunitas ditutup, agama Islam dicekal," ungkap salah satu keturunan suku Crimea yang datang bersama Vytautas, Mufti Agung Lithuania, Ramadan Yaqoob.
Yaqoob menghabiskan masa mudanya tak mengetahu apa-apa mengenai Islam, dan baru mendalaminya pada masa kejatuhan Uni Soviet, ketika murid-murid muslim masuk negara itu. Ia merasakan koneksi dengan mereka, dan dengan bantuan mereka, ia mendapat kesempatan belajar di Lebanon dan Libya. Suasana multikultural di Lebanon menjadi tempat yang sempurna untuk belajar memimpin komunitas muslim Eropa, menurutnya.
Walau ada kebangkitan dalam ketertarikan terhadap agama pada kaum Tatar muda, tak ada masjid yang terbuka untuk shalat lima waktu. Bahkan di Keturiasdesimt Totoriu, yang sepertiga penduduknya Muslim, masjid hanya buka khusus pada acara-acara keagamaan.
Namun, selain tujuh masjid Baltik Tatar yang tersisa, ada lainnya yang terletak ribuan kilometer dari Barat, di 104 Powers Street, Brooklyn, Â Amerika Serikat yang serupa.
"Saya dulu sering pergi ke masjid, umumnya bersama keluarga, untuk acara-acara seperti Idul Fitri," tutur Alyssa Ratkewitch, yang dulunya wakil pemimpin organisasi Masjid, dan generasi Lipka Tatar (sebutan suku Tatar dari Baltik) ketiga, saat menelusuri akar keturunannya sampai kota Iwie, Belarusia.
"Salah satu memori paling awal saya adalah susunan 'berantakan' panel kayu yang menghiasi bagian dalam masjid. Ketika saya menjadi wakil ketua, saya berencana menyingkirkannya, lalu seorang tetua menjelaskan bahwa panel-panel itu ada untuk mengingatkan mereka akan masjid yang mereka tinggalkan di Baltik.
Masjid Brooklyn itu, yang dibuka pada tahun 1927 dan dipercaya yang tertua di New York, juga tak lagi dibuka untuk ibadah harian. Namun, masjid ini penting sebagai identitas komunitas kecil Tatar, seperti halnya tujuh masjid Tatar yang masih berdiri di Lithuania, Belarus dan Polandia.
"Kami tak membiarkan masjid kami runtuh! Pada masa pemerintahan Soviet, masjid kami digunakan secara sembunyi-sembunyi," kenang Fatima di Keturiasdesimt Totoriu.
"Imam dan komunitas dari tahun 1940an menjaga masjid ini tetap hidup untuk anak-anak. Hanya masjid ini peninggalan yang tersisa."