Liputan6.com, Dakota - Musim dingin di Amerika Serikat sepanjang 1887-1888 merupakan musim dingin paling panjang sekaligus paling kejam. Salju turun berhari-hari tanpa nyaris henti.
Hingga pada 12 Januari 1888. Cahaya mentari menyinari Daratan Besar, Grot, Teritori Dakota. Sebuah kota kecil yang berada di padang rumput luas. Saat itulah, Walter Allen bocah 8 tahun tidak merasa hidungnya bakal bersin sepanjang hari. Ia menendang selimutnya dan bersiap menyambut matahari.
Baca Juga
Ia tak percaya hari ini bisa sekolah. Di seluruh Dakota hingga Nebraska, bocah-bocah menyambut matahari seperti Walter. Mereka gembira setelah berminggu-minggu terkurung dalam rumah akibat salju tak henti-hentinya turun.
Advertisement
Hari ini, suhu hanya 20 derajat Celcius. Dengan santai, kebanyakan anak-anak meninggalkan syal dan boot tebalnya. Tak terkecuali Walter.
Baca Juga
Mereka memuji cuaca dan warna langit saat itu. Keemasan, seperti kelambu peri.
"Sepeti di negeri dongeng," ujar salah satu di antara mereka yang berangkat sekolah bersama-sama.
Namun, tak semua orang gembira dengan cuaca itu. Beberapa bahkan selalu curiga dengan berprinsip 'jangan pernah percayai cuaca di padang rumput utaraAmerika, terlebih di musim dingin'.
Bukankah aneh, dari minus 40 derajat Celcius melonjak ke 20 derajat Celcius? Dalam semalam!
Adalah John Buchmillar, seorang petani Dakota yang tak percaya dengan cuaca seperti itu. Ia meminta anak perempuannya yang berusia 12 tahun untuk tetap berada di rumah, tak perlu ke sekolah seperti teman-temannya.
"Ada sesuatu di udara," Buchmillar sambil memandang langit.
Memang, ada sesuatu di langit utara. Cuaca yang cerah dalam hitungan jam, tanpa peringatan apapun, menjadi gelap. Angin berhembus dua kali lebih cepat. Hujan salju langsung tumpah.
Dalam 3 menit, temperatur turun menjadi minus 18 derajat! Dan hanya hitungan 2 jam, turun di bawah minus 40 derajat Celcius. Anak-anak yang riang gembira pulang sekolah setelah seharian cuaca cerah, terperangkap dalam badai saju yang ganas.
Tak memakai syal dan boot, serta baju dingin seadanya, mereka tewas dalam beku.
Hari ini dikenal dengan 'Schoolchildren's Blizzard'. Badai salju disertai angin kencang yang datang tanpa sapa.
Kisah Walter dan Buchmillar adalah kisah dari buku berjudul 'The Children's Blizzard' yang ditulis oleh David Laskin mengenang tragedi itu.
Buku ini ditulis berdasarkan arsip surat kabar masa itu. Diberikan nama 'children's blizzard', karena kebanyakan dari mereka yang meninggal adalah anak-anak dari 235 orang yang tewas, seperti dikutip dari minnpost.
Saksi mata Carl Saltee dalam keterangan kepada surat kabar 127 tahun lalu mengatakan, "Tiba-tiba hari gelap, angin menderu kencang disertai kilat, hujan salju lantas turun dengan deras.
Saat itu, adalah badai terburuk dalam hidupku. Bahkan aku tak bisa melihat meski itu hanya 3 langkah dari tempat aku berdiri."
Hilangnya nyawa manusia dan ternak di teritori itu tak lepas dari ingatan. Kebanyakan mereka yang selamat, pasti meninggalkan luka.
"Bertahun-tahun sesudah tragedi itu, banyak orang-orang di sepanjang Dakota dan Nebraska berjalan dengan kaki kayu atau menyembunyikan tangan mereka karena jari-jarinya hilang," tulis buku itu.
Hingga kini, sejarah mencatat, tragedi ini merupakan badai salju terparah dan mematikan di Amerika Serikat.