Liputan6.com, Tokyo - Dalam upaya melepas stres dan membebaskan diri dari tekanan sehari-hari, sekumpulan pekerja dan pelajar Jepang melakukan hal tak biasa cenderung aneh. Mereka dikenal dengan sebutan 'Zentai'.
Orang-orang dari beragam usia itu mengikuti tren membungkus diri, dengan kostum penutup seluruh tubuh yang terbuat dari bahan lycra. Mereka lalu berkumpul, bertemu melalui forum internet, pesta barbeque, dan kadang-kadang hanya jalan-jalan bareng.
Baca Juga
Walau terkesan ironis, pakaian ketat ini dianggap mampu melegakan orang yang merasa stres, karena merupakan wujud pemberontakan.
Advertisement
Banyak anggota Zentai melihat tren ini sebagai cara 'melarikan diri' dari tekanan negara dalam bermasyarakat, yang menganggap tradisi lebih penting dari keinginan hati.
"Keluargaku masih kolot," ungkap Yukino, seorang mahasiswi anggota Zentai pada Oddity Central yang dikutip Selasa (19/1/2016).
"Mereka mengharapkan aku jadi wanita yang kalem dan feminin. Namun secara diam-diam, aku mengenakan kostum dan berperilaku sesukanya. Aku orang yang berbeda ketika mengenakannya. Aku bisa bergaul dengan semua orang dan melakukan segalanya," imbuhnya.
Pakaian melar ini menyembunyikan wajah pemakainya. Inilah yang menjadi faktor yang menarik banyak orang untuk mengikuti tren Zentai.
"Orang-orang tak bisa melihat kita, dan kita sulit melihat orang lain," jelas pemimpin Zentai, Seiwa Tamura. "Baik pemakainya seorang guru atau PNS, identitas kita tak dikenali. Namun kita bisa menjadi diri sendiri."
Miu Fujitsuka, pemimpin Zentai lainnya berkomentar, "ada frasa asal Jepang berbunyi 'sisi elegan dari diam'. Itu berarti 'semakin Anda bersembunyi, Anda jadi lebih menarik'.
Baca Juga
Salah satu anggota Zentai merupakan wanita pekerja kantoran di usia 20-an. Mengenakan riasan wajah dan gaya rambut biasa-biasa saja, ia juga mudah berbaur di kehidupan sehari-harinya.
Pada malam hari, ia mengenakan pakaian seluruh tubuh dari lycra ini dan duduk di bar. Sendirian, namun ia merasa bebas.
"Aku menjalani hidup dengan perasaan selalu khawatir terhadap pendapat orang mengenai diriku. Mereka bilang aku terlihat manis, lembut, kekanak-kanakkan, dan naif. Aku merasa terkungkung dengan itu. Namun mengenakan ini, aku hanyalah seseorang dengan kostum," jelas perempuan itu.
Saat ini ada sekitar 3.000 Zentai di Tokyo, dan jumlah itu terus bertambah. Bahkan, Zentai mulai menyebar di negara lain, di mana anggota berubah dari orang pada umumnya menjadi sumber hiburan untuk orang lainnya.
Ikuo Daibo, seorang dosen di Tokyo Mirai University berpikir tren ini merupakan pelampiasan dari seorang yang merasa tak ada jati diri.
"Di Jepang, ketika seseorang merasa tak punya arah, mereka tak bisa menemukan peran di masyarakat," ucap Daibo. "Mereka punya panutan terlalu banyak, dan tak yakin mana yang harus diikuti."
Daibo meyakini bahwa Zentai memberi orang-orang kesempatan untuk menyembunyikan penampilan luar, sehingga membuat orang menilai apa adanya tak berdasarkan penampilan.
"Dengan caranya sendiri, mereka mengembangkan diri dengan menyembunyikan identitas. Menurut saya, itu cara menarik untuk berkomunikasi," begitu kesimpulan Daibo.