Sukses

Peta Satelit Ungkapkan 'Cekcok' Antar Benua

Sebuah peta mengungkapkan adanya tabrakan antar lempeng Samudra Hindia dan Eurasia, yang selama ini tak diketahui.

Liputan6.com, Jakarta - Lempeng tektonik terus bergerak centimeter demi centimeter dari masa ke masa.

Itulah yang mengakibatkan susunan pulau dan benua berubah-ubah jika diamati setiap ratusan, ribuan, jutaan tahun sekali.

Di bawah permukaan laut, pergerakan lempengan meninggalkan jejak berupa tonjolan dan goresan. Ini telah menjadi petunjuk bagi ilmuwan untuk mengamati perubahan geografi, seperti jika ada benua yang tenggelam.

Kini, sebuah peta topografi terbaru dasar lautan telah membantu periset untuk mengamati pembentukan sebuah 'pulau' mini di antara Samudra Hindia dan Eurasia, terbentuk dari lempengan mikro patah dari benturan antar dua lempengan samudra.

Peta dirilis NASA pada 13 Januari 2016 lalu, dan mengungkapkan topografi kompleks di dasar laut. Dengan menganalisis puncak dan punggung dasar laut, periset dapat mengetahui kapan lempengan membentuk benua raksasa Pangaea patah, 200 juta tahun lalu.

Lempengan patah diduga akibat terbentuknya kerak laut baru dan pegunungan.

Peta yang dibuat dari hasil altimetry. (foto: Live Science)

Dikutip Live Science, peta tersebut, berwarna biru cerah dan merah seperti peta panas, disusun oleh tim internasional menggunakan model gravitasi lautan menurut dari data altimetry (alat untuk ukur kedalaman lautan) dari satelit CryoSat-2 dan Jason-1.

Altimetry mengukur tinggi permukaan laut dari luar angkasa dengan menghitung berapa durasi yang dibutuhkan untuk sinyal radar terefleksi ke laut dan kembali ke satelit. 

Periset menggunakan data ini untuk menemukan potongan 'puzzle', lempengan mikro yang patah dari lempeng tektonik yang lebih besar.

Lempeng Mikro Mammerrickx, yang dinamakan atas pionis topografi dasar laut Jacqueline Mammerickx, baru-baru ini ditemukan.

Potongan lempeng tersebut adalah yang pertama ditemukan di Samudra Hindia, ukurannya kurang lebih sebesar Virginia Barat atau Tasmania. Keberadaannya membantu ilmuwan mencari tahu mengenai benturan antara lempeng India dan Eurasia, yang menghasilkan formasi Himalaya dan Gunung Everest yang dimulai 47 juta tahun lalu.

Sekitar 50 juta tahun lalu, lempeng Samudra Hindia bergerak dengan cepat, kurang lebih 15 cm per tahun. Ketika lempeng Samudra Hindia menabrak Eurasia, seluruh pergerakan lempengan melambat dan berubah arah. Hal ini bisa dilihat dari tonjolan di dasar laut menuju Selatan, di mana lempeng Samudra Hindia bertemu lempeng Antartika.

Periset meneliti tonjolan dasar laut tersebut untuk membuat simulasi pengulangan dampak tekanan pada lempengan. Tekanan itulah yang merobek sebagian kecil lempeng Antartika, mengakibatkan Lempeng Mikro Mammerickx terus berputar-putar hingga akhirnya diam seperti sekarang ini.

Peta dasar laut tersebut bisa digunakan untuk penelitian lempeng tektonik di masa mendatang. Kapten kapal dan pengemudi kapal selam juga bisa menggunakannya untuk navigasi. Dengan resolusi yang menangkap jelas detail sesempit 5 km, peta juga berpotensi membantu pekerja yang mencari sumber minyak, gas dan mineral.