Liputan6.com, Roma - Suatu hari pada tahun 1819, Francesco Gennaro Giuseppe mengunjungi pameran di Museum Arkeologi Naples. Mengajak serta istri dan putrinya yang masih belia.
Wajah Sang Raja Dua Sisilia itu sontak memerah, malu juga terhina bukan kepalang menyaksikan artefak-artefak erotis yang terlampau eksplisit. Berupa lukisan dinding, relief, juga patung.
Ia pun langsung bersabda. Memerintahkan semua koleksi 'jorok' itu disingkirkan lalu ditempatkan ke sebuah ruangan rahasia yang tertutup rapat: Gabinetto Segreto.
Baca Juga
Baca Juga
Hanya pria dewasa dan mereka yang 'bermoral' yang boleh mengaksesnya.
Advertisement
Semua benda yang dianggap tak sopan itu berasal dari Pompeii yang hancur akibat letusan Vesuvius pada tahun 79 Masehi.
Ironisnya, abu panas yang dimuntahkan gunung tersebut mengabadikan saat-saat terakhir apapun yang ada di kota kuno Romawi itu.
Ekskavasi yang diawali pada akhir Abad ke-16 menemukan jasad-jasad manusia yang berubah jadi 'batu'.
Pun dengan lanskap kota -- bangunan, simbol-simbol misterius, rumah-rumah mewah para bangsawan, roti yang masih tergeletak dalam oven, juga tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis serta patung-patung mesum.
Temuan tersebut membuat Pompeii dijuluki 'kota maksiat'. Diperkirakan ada 35 rumah bordil di seantero Pompeii. Yang ditandai dengan lukisan dinding atau fresko erotis.
Para arkeolog harus berhati-hati untuk menentukan lokasi prostritusi dengan bangunan biasa. Sebab, phallus atau bentuk kelamin jantan adalah dekorasi yang umum di kota kuno itu. Perlambang keberuntungan.
Simbol itu dilukis di mana pun. Di rumah, jalanan, juga pasar.
Fakta Perbudakan Manusia
Fakta Perbudakan Manusia
Lupanare atau Lupanar adalah rumah bordil paling terkenal di reruntuhan Pompeii.
Bangunan itu terletak sekitar 2 blok dari forum atau alun-alun di pusat kota, di persimpangan Vico del Lupanare dan Vico del Balcone Pensile.
Lupanare berupa bangunan berlantai dua, yang didirikan beberapa tahun setelah 'kiamat kecil' menimpa Pompeii.
Gedung batu itu memiliki 10 kamar, 5 di lantai bawah dan sisanya di loteng -- yang kondisinya jauh lebih baik. Masing-masing lantai dilengkapi kakus. Salah satunya di bawah tangga.
Ada tempat tidur batu di tiap kamar, yang dulunya dilapisi matras tipis.
Fitur yang paling terkenal di Lupanare adalah lukisan dinding yang erotis, menunjukkan posisi bercinta, dan sekaligus diyakini serupa dengan 'papan iklan'.
"Legenda bahwa Pompeii adalah kota mesum adalah benar -- sekaligus tidak benar," kata kepala arkeolog Pompeii, Pietro Giovanni Guzzo seperti dikutip dari situs Spiegel.
"Memang terbuka kesempatan untuk berhubungan seksual, namun, PSK secara teknis dikurung di satu tempat."
Namun, penggambaran mereka dalam lukisan fresko di Lupanare tak mewakili realitas para PSK.
Misalnya, kamar tempat kerja mereka tanpa jendela, sempit, jauh dari nyaman Hanya dipisahkan selembar tirai dengan ruang tunggu.
Para arkeolog menemukan jejak pada lantai batu. Yang mengindikasikan bahwa para pelanggan bahkan tak melepas sandal saat sedang bersama PSK.
Advertisement
Seharga 2 Potong Roti
Seharga 2 Potong Roti
Lupanare bukan rumah bordil mewah. Kaum kaya kala itu tak jadi pelanggan. Mereka bisa mengambil selir. Bisa disimpulkan pelanggan Lupanare kebanyakan datang dari kalangan awam. Rakyat jelata.
Para lelaki hidung belang itu kerap meninggalkan pesan-pesan di tembok. Ada sekitar 100 goresan yang ditemukan.
Seperti dikutip dari Ancient Origin, 'prasasti' tersebut berisi curahan hati atau hanya mencatat tanggal kedatangan seseorang ke Lupanare.
Misalnya, pada 15 Juni, seseorang bersama Hermeros 'datang bersama Phileterus and Caphisus'.
Goresan-goresan pada dinding itu menjadi petunjuk bagi para arkeolog untuk mengetahui harga layanan dan seluk-beluk kehidupan di sana.
Di Pompeii, PSK ditawarkan dengan harga tak seberapa. Nilainya setara dengan harga 2 potong roti atau setengah liter minuman anggur kala itu. Uang yang dibayar pelanggan dikantongi para muncikari -- yang akan membaginya sedikit ke para PSK.
Juga terungkap bahwa di Pompeii dan kota-kota lainnya di Romawi Kuno pada abad pertama Masehi, prostitusi relatif diterima secara luas, bukan tindakan tabu atau kriminal.
Orang-orang dengan pendapatan rendah bahkan budak sekalipun -- asal mereka punya sedikit uang --bisa mengunjungi lokalisasi.
Mayoritas PSK di Pompeii berlatar belakang budak yang berasal dari Oriental atau Yunani.
Mereka yang terlibat dalam perdagangan manusia itu tidak terlatih untuk berganti profesi lain. Para perempuan itu tak punya alternatif lain.
Fakta lainnya, tak semua PSK adalah budak. Para pelanggan punya banyak pilihan. Dan itu yang diduga membuat harga tetap rendah.
Versi lain menyebut, meski dibayar murah, PSK termurah sekalipun bisa mendapatkan upah 3 kali lipat dari seorang buruh kasar.
Renovasi Lupanare membutuhkan waktu setahun penuh dan dana yang tak murah, sekitar US$ 254 ribu atau setara Rp 3,5 miliar. untuk bangunan yang seberapa besar itu.
Dan, hingga kini Lupanare menjadi atraksi yang paling banyak menyedot turis di situs Pompeii. Paling banyak dikunjungi wisatawan yang penasaran.