Liputan6.com, Moskow - Perdana Menteri Rusia, Dmitri Medvedev, mengatakan ketegangan antara Rusia dengan Barat telah mendorong dunia memasuki perang dingin baru.
"Hampir tiap hari, kami dideskripsikan sebagai ancaman paling buruk ke negara-negara NATO, atau ke Eropa, Amerika Serikat dan negara lainnya," kata Medvedev seperti dilansir dari BBC, Minggu (14/2/2016).
Baca Juga
Ia menyinggung kalimat ketua NATO, Jens Stolenberg, di pidatonya yang menyebut Rusia memulai perang nuklir.
Advertisement
"Kadang saya berpikir, apakah ini tahun 2016 atau 1962," ujar Medvedev.
Perang Dingin adalah perang ideologi antara bekas Uni Soviet dan negara-negara Barat. Dimulai setelah Perang Dunia II dan berakhir seiring dengan jatuhnya Soviet pada 1989.
Selama 45 tahun, tensi meninggi ditandai dengan aksi mata-mata dan ketakutan jika perang nuklir benar-benar meletus.
NATO didirikan pada 1949 untuk melindungi negara-negara Barat dan sekutunya dari ancaman Blok Komunis.
Baca Juga
Rusia dalam minggu terakhir ini sedang dikritik habis-habisan karena tetap bersikukuh menjalankan aksi bom udara di Suriah demi mendukung Presiden Bashar al-Assad.
Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls, mengatakan Rusia harus menghentikan pemboman warga sipil di Suriah jika perdamaian ingin tercipta.
Valls berbicara satu hari setelah dicapainya kesepakatan sebagai usaha untuk mengakhiri perang di Suriah. Sementara, Rusia mengatakan tidak terdapat bukti bahwa serangan udara mengenai warga sipil.
Sebelumnya, Amerika Serikat mengatakan Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, berbohong jika dia berpikir terdapat jalan keluar militer bagi konflik di negaranya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Mark Toner, mengatakan rencana Presiden Assad hanya akan meningkatkan jumlah korban.
Sementara itu, Direktur NATO mengatakan Rusia telah melanggar perbatasan dengan kekuatan bersenjata dan makin agresif. Karena itu, NATO bertanggung jawab atas ancaman itu.
"Kita ini sedang tidak dalam situasi perang dingin, tapi tidak juga dalam hubungan kemitraan yang telah terjalin setelah Perang Dingin berakhir," ujar Stolenberg.
Ia menambahkan bahwa NATO juga tidak mau ada eskalasi dengan Rusia, tapi mendukung dialog.