Sukses

Tenggat Akan Berakhir, Malaysia Tetap Tampung Pengungsi Rohingya

Negara-negara ASEAN diminta untuk turun tangan menyelesaikan persoalan pengungsi Rohingya ini.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia menyatakan akan tetap menampung 371 pengungsi Rohingya yang tahun lalu sempat terombang-ambing di laut. Kendati batas waktu yang diberikan akan segera berakhir.

Penetapan batas waktu itu telah disepakati oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada 20 Mei 2015. Saat itu kedua negara bersedia menerima ribuan migran Bangladesh dan pengungsi Rohingya yang ditinggalkan di laut oleh kelompok yang diduga jaringan penyelundup manusia.

Di Indonesia, mereka mendarat di Provinsi Aceh. Adapun di Malaysia mereka mendarat di Pulau Langkawi.

Salah satu syarat atas kesediaan kedua negara adalah mereka harus dipulangkan atau dimukimkan kembali di negara lain dalam tempo satu tahun.

"Kalau UNHCR memberikan kartu kepada mereka maka mereka akan dibenarkan tinggal di negara ini. Tapi kita tak mau penyelesaian jangka pendek, kita mau penyelesaian jangka panjang," jelas Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed yang dikutip dari BBC, Minggu (21/2/2016).

Jangka panjang yang dimaksud adalah pemulangan para pengungsi atau penempatan mereka di negara ketiga. Negara ASEAN diminta untuk turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.

"Perkara ini harus didapatkan kerja sama dari negara-negara antarbangsa, negara ASEAN dan juga negara sumber di mana mereka berasal untuk mendapatkan penyelesaian jangka panjang," kata Nur Jazlan.

Penyaringan

Sebanyak 371 pengungsi Rohingya itu sekarang masih berada di Pusat Tahanan Belantik di Negara Bagian Kedah. Sedangkan para migran Bangladesh yang datang bersama pengungsi Rohingya telah dipulangkan atas kerja sama dengan pemerintah negara itu.

Wakil Menteri Dalam Negeri Nur Jazlan Mohamed meminta Badan Pengungsi PBB (UNHCR) untuk melakukan penyaringan secara seksama.

"UNHCR sendiri perlu memainkan peranan karena mereka tidak boleh mengeluarkan kartu sewenang-wenang, sesuka hati," kritik dia.

"Apa yang kita dapati dalam beberapa tahun belakangan ialah UNHCR mengeluarkan kartu kepada mereka yang sebenarnya mempunyai dokumen yang sah tapi mereka overstay (tinggal melebihi tempo yang diberikan) di Malaysia. Tapi mereka pergi ke kantor UNHCR dan minta kartu UNHCR untuk berlindung di bawah UNHCR." ungkap sang menteri.

Namun menurut Wakil UNHCR di Malaysia Richard Towle, pihaknya sudah memverifikasi secara seksama dan menegaskan pemrosesan permohonan pengungsi memerlukan waktu lama.

"Syarat satu tahun ditentukan sendiri oleh negara-negara itu tanpa diskusi dengan UNHCR. Seringkali diperlukan waktu lebih lama dari satu tahun untuk memproses dengan baik untuk pemukiman kembali," jelas Towle.

"Misalnya, sebagian besar pengungsi yang kami tangani di pusat tahanan di Malaysia menderita TBC yang menular. Diperlukan waktu minimum 6 bulan untuk penyaringan, pemberian obat antibiotik dan perawatan-perawatan lain untuk menyembuhkan mereka dari TBC."

Oleh sebab itu, menurut Towle, kasus mereka tidak bisa diproses sebelum mereka sembuh.

"Dari sudut medis, sudut keamanan, kasus-kasus ini memerlukan waktu lama untuk pemrosesan," jelasn

Towle menambahkan yang menjadi prioritas pihaknya saat ini yaitu mengeluarkan mereka dari pusat tahanan.

371 Orang tersebut akan menambah panjang daftar pengungsi Rohingya, Myanmar, yang sekarang berada di Malaysia. Hingga akhir 2015, terdapat 52.570 pengungsi Rohingya yang terdaftar di UNHCR Malaysia.