Sukses

Kisah Eks Yakuza Tobat dan Jadi Pemuka Agama

Tak mudah bagi eks yakuza untuk kembali dalam masyarakat. Namun Tatsuya Shindo bahkan bisa menjadi pemuka agama.

Liputan6.com, Tokyo - Hujan mengguyur Kawaguci, kota berpenduduk hampir setengah juta jiwa di luar Kota Tokyo, Jepang. Minggu pagi itu, orang-orang berdatangan, berlindung di bawah payung plastik bening. Satu per satu mereka masuk ke sebuah bangunan bar mencolok di sudut jalan.

Papan nama bertuliskan June Bride terpampang di atas pintu. Selama 25 tahun, itu adalah tempat minum-minum terkenal di Prefektur Saitama.

Dari masa ke masa, tampilan bangunan June Bride kerap dimodifikasi. Namun, belakangan bangunan itu berubah total. Meja bar tua dan panggung karaoke menghilang, digantikan mimbar dengan salib besar terpajang.

Kursi-kursi yang terjajar rapi diisi orang-orang yang tampil rapi, pria dan perempuan. Senyum tersungging di bibir mereka.


Wajah-wajah pelanggan lama bar terlihat di kerumunan. Mereka tak datang untuk menenggak alkohol, melainkan untuk beribadah.

Salah satu orang terakhir yang masuk ke ruangan adalah seorang pria yang dijuluki guru, Sensei Tatsuya Shindo.

Sejak ia berjalan memasuki ruangan, suasana terasa khidmat. Shindo kemudian berdiri di mimbar, mengangkat lengannya, mengangguk, dan berkhotbah dengan bersemangat, seakan-akan ia digerakkan oleh 'energi dari atas'.

Mantan Gangster

Shindo berusia 44 tahun, tapi ia tampak lebih muda. Mungkin karena rambutnya yang panjang dan senyum yang selalu menghiasi bibirnya.

Ia sering tertawa, bahkan ketika berbagi kisah masa lalunya yang hitam pada para jemaatnya yang berjumlah sekitar 100 orang.

"Sebelumnya, kita adalah anggota geng yang bermusuhan, saling menembakkan senjata," kata dia, berdiri di mimbar, seperti dikutip dari CNN, Selasa (23/2/2016). "Kini, kita menyembah Tuhan yang sama."

Pendeta itu, seperti juga sebagian besar jemaatnya, adalah eks gangster. Kebanyakan dari mereka masih remaja saat bergabung dengan mafia ala Jepang alias yakuza.

Jumlah anggotanya terus mengalami penurunan, kini Yakuza membuka pendaftaraan anggota baru secara online. (Foto: grind365.com)


Shindo bergabung dengan sindikat terorganisasi di Jepang pada usia 17 tahun. "Aku masih kecil, belum berpikir panjang," kata dia. "Aku mengagumi yakuza untuk apa yang terlihat di permukaan. Mereka punya banyak uang dan hidup foya-foya. Para penjahat itu dulu terlihat keren di mataku," katanya.

Ilusi hidup enak menyeret ribuan pemuda di Jepang bergabung dengan yakuza. 

Shindo mengatakan, kebanyakan rekan-rekannya berlatar belakang keluarga berantakan.

Yakuza memupuk rasa loyalitas dan persaudaraan. Namun, kian terlibat lebih dalam dengan yakuza, Shindo akhirnya sadar, ada harga mahal yang harus dibayar: darah.

"Bosku terbunuh. Orang-orang tewas dalam perebutan kekuasaan. Kaki-kaki yang ditembus timah panas, temanku sesama pemakai narkoba meninggal akibat keracunan. Bunuh diri kerap terjadi, juga kematian tiba-tiba. Aku telah menyaksikan banyak kematian," kata Shindo. "Aku melihat bawahanku ditusuk hingga mati."

Kehidupannya pada masa lalu masih meninggalkan bekas pada tubuhnya. Dada dan lengan Shindo dipenuhi tato berpola rumit, simbol keanggotaan yakuza.

Saat ini, tato dilarang di sebagian besar tempat-tempat umum di Jepang. Meski demikian, Shindo kerap melepas kausnya saat membaptis jemaatnya yang eks gangster.

Dulu, Shindo kecanduan sabu. Suatu ketika ia pernah mengemudi dalam kondisi teler usai mengonsumsi narkoba. Akibatnya, ia menabrak mobil bosnya. Sebagai 'penebus dosa', kelingkingnya dipotong dalam sebuah ritual yakuza.

Shindo pernah ditangkap 7 kali dan dipenjara 3 kali. Yang terakhir, ia divonis bui 10 tahun.

Saat menjalani 8 tahun dari masa hukumannya itu, pria itu putus hubungan dengan yakuza. Ia banyak membaca di balik sel. Dan, pada usia 32 tahun, ia mengaku menemukan Tuhan.  

Setelah dibebaskan, Shindo memutuskan untuk mendalami agama dan menjadi seorang pendeta. Hingga kini, sudah 10 tahun ia memimpin umat.

2 dari 2 halaman

Hidup Baru

Shindo memimpin jemaat yang berasal dari segala latar belakang.

"Ada yang bercerai, bangkrut, dan diabaikan masyarakat. Ada orangtua yang kehilangan anaknya, atau yang putranya berada dalam penjara. Demikian pula mereka yang dikucilkan setelah bebas dari bui. Ini adalah tempat di mana seseorang bisa memulai hidup baru," kata dia. "Seorang yakuza yang kembali ke masyarakat adalah hal yang luar biasa."

Salah satu jemaat paling baru adalah mantan yakuza bernama Hiro, yang melarikan diri dari kelompok yakuza terbesar di Jepang, Yamaguchi Gumi. "Sungguh tak mudah kembali ke kehidupan normal," kata dia.

Pria 37 tahun itu dibuang dari keluarganya. Tiap malam ia tidur di lantai gereja beralaskan tikar tipis. Kemudian sesama jemaat mempekerjakannya sebagai tukang cat.

"Dulu aku tak pernah bangun tidur dengan perasaan gembira. Saat itu tujuan hidupku adalah mendapatkan uang. Untuk itu aku melakukan hal-hal buruk, termasuk menjual narkoba. Namun, kehidupan baruku saat ini adalah fase penting bagiku untuk menjadi manusia yang lebih baik."

Hiro yakin jika ia tak bertobat, niscaya ia akan kembali ke penjara. Pria itu bersyukur mendapat kesempatan langka untuk mengubah jalan hidup yang sebelumnya kelam.

Menguak Dunia Bawah Tanah Yakuza  (AFP)

Mantan yakuza di Jepang tak punya banyak pilihan. Keuntungan yang mereka dapat merosot drastis menyusul aksi pemerintah memberangus kelompok gangster.

Polisi mencatat saat ini jumlah yakuza sekitar 50 ribu, menurun tajam dari beberapa tahun sebelumnya.

Jake Adelstein, penulis dan jurnalis di Tokyo yang kerap menulis tentang yakuza, mengatakan jika yakuza kehilangan pengaruh, kejahatan jalanan bisa melonjak di Tokyo yang selama ini dianggap kota paling aman di dunia.

Menurut dia, para eks yakuza akan melakukan kejahatan kecil dan kembali ke penjara. Pilihan lainnya, mereka bisa bunuh diri.

Hal tersebut disebabkan fakta bahwa Jepang bukanlah tempat yang ramah untuk orang-orang yang tubuhnya penuh tato, dengan jari kelingking hilang, dan yang tidak pernah bekerja dengan cara jujur.

Dalam peran barunya sebagai 'sensei', Shindo membaptis sekitar 100 orang termasuk ibunya, Yoshimi Shindo.

"Ketika dia kembali dari penjara, ia meminta maaf dan berkata, 'Aku bertahan hidup selama ini demi Ibu'. Ketika mendengar kata-kata tersebut, saya memutuskan untuk melupakan segala sesuatu yang terjadi di masa lalu. Dan sekarang, saya sangat bahagia, " kata perempuan sepuh itu.

Saat sang putra membutuhkan tempat ibadah, Yoshimi dengan hati menawarkan Juni Bride, bar miliknya yang telah beroperasi selama seperempat abad.

Video Terkini