Liputan6.com, Los Angeles - Sekilas, rasa gatal dan sakit nampak terkait. Di dalam kulit terdapat banyak ujung saraf yang disebut nosiseptor, yaitu bagian tubuh yang bertugas untuk menyampaikan informasi tentang adanya rangsangan nyeri ke sumsum tulang belakang dan otak.
Dalam teori intensitas, sebuah rangsangan lemah ditafsirkan sebagai gatal oleh otak, sedangkan rangsangan kuat dianggap seperti rasa sakit.
Baca Juga
Namun, teori yang lebih spesifik menyatakan bahwa sejumlah neuron -- sel dalam sistem saraf manusia, bertanggung jawab untuk rasa sakit. Sementara, neuron yang menangkap rasa gatal dikenal sebagai pruritus.Â
Advertisement
Atau, bisa jadi terdapat satu set neuron yang bertanggung jawab untuk menyampaikan rangsangan nyeri ke sumsum tulang belakang dan otak, tapi mereka dapat membedakan stimulus gatal dan sakit. Hal tersebut disampaikan oleh seorang peneliti, Jason G Goldman dan dilansir oleh BBC pada Senin, 29 Februari 2016.
Menggaruk Terus-menerus
Gatal bisa timbul karena beberapa alasan. Gatal akut biasanya disebabkan oleh gigitan serangga. Lalu ada jenis lebih kronis yang disebabkan kulit kering, eksim, psoriasis -- penyakit auto imun yang mengenai kulit, atau penyakit kulit.
Penyakit lain yang dapat menyebabkan gatal kronis adalah tumor otak, multiple sklerosis, penyakit hati kronis, limfoma, AIDS, dan hipertiroid. Hal tersebut disebabkan karena neuron mengalami gangguan.
Selain penyakit fisik, gatal juga bisa disebabkan karena faktor psikologis dan kognitif. Kebutuhan obsesif untuk menggaruk dapat menjadi salah satu bentuk dari gangguan obsesif kompulsif -- kelainan psikologis yang menyebabkan seseorang memiliki pikiran obsesif dan perilaku kompulsif. Dalam kasus tersebut, menggaruk kulit terus-menerus dapat merusak kulit dan hanya memperburuk masalah.
Menggaruk adalah bentuk lebih kecil dari rasa sakit, tapi rasa sakit ringan dapat terbantu dengan menggaruk secara halus di kulit. Sama seperti mengompres menggunakan benda dingin atau panas, bahkan dengan kejutan listrik. Secara paradoks, hal tersebut membuktikan bahwa analgesik yang berfungsi untuk mengurangi rasa sakit justru dapat meningkatkan rasa gatal.
Memang hubungan sakit dan gatal nampak membingunkan meskipun terdapat perbedaan yang cukup jelas antara keduanya. Namun, rasa tersebut dapat dibedakan menjadi lebih jelas melalui refleks yang dialami oleh tubuh.
Ketika tubuh kita menerima stimulus yang menyakitkan, maka terdapat refleks penarikan. Misalnya saja ketika kita menyentuh ke api, secara tak sadar kita menarik bagian tubuh yang terkena panas tersebut.
Namun, jika kita menerima stimulus gatal, maka refleks tubuh cenderung mendekat. Contohnya adalah, ketika digigt serangga, kita justru akan mengamati bekas gigitan tersebut lalu dengan cepat menggaruknya.
Alasan Mengapa Menggaruk dapat Meredakan Gatal
Menggaruk merupakan cara yang baik untuk menghapus serangga, parasit, atau potongan tanaman dan bahan yang tidak diinginkan menumpang pada kulit atau rambut Anda.
Ketika sesuatu mengganggu kulit, seperti gigitan nyamuk, sel-sel melepaskan histamin. Dengan merilis bahan tersebut, membuat nosiseptor di kulit mengirim pesan ke tulang belakang dan kemudian menyampaikan pesan tersebut melalui seikat saraf yang disebut traktus spinotalamikus sampai ke otak.
Pada 2009, peneliti menginjeksi histamin untuk membuat primata gatal, kemudian traktus spinotamikus mereka dipantau.  Ketika histamin disuntik, neuron mulai meletup-letup. Namun, waktu peneliti menggaruk bagian yang gatal dari primata tersebut, neuron kembali mereda.
Menggaruk biasanya tidak dianggap sebagai hal yang menyakitkan dan justru menimbulkan rasa yang menyenangkan. Dalam sebuah tulisan dalam Journal of Investigative Dermatology pada 1948, seorang neuropsikolog dari Fakultas Kedokteran Washington University, George Bishop, menulis "Menggaruk gatal dengan keras yang menyebabkan rasa sakit di tempat lain adalah salah satu bentuk dari kenikmatan."
Namun, bagi mereka yang memiliki penyakit ketagihan menggaruk kronis, hal tersebut dapat menyebabkan masalah serius. Pasien dengan penyakit eksim melaporkan bahwa mereka berhenti menggaruk bukan ketika gatal mereda, melainkan sampai melakukan kegiatan tersebut terasa tidak menyenangkan.